Ali's POV
Aku bisa melihat wajah pucat pasi itu. Aku bisa melihat senyuman terlukanya yang perlahan menghilang. Baru kali ini aku bertemu dengan seorang gadis yang sangat ceria. Bahkan saat sakit seperti ini dia masih menyempatkan diri untuk tersenyum dan bilang bahwa dirinya tidak apa-apa.
Entah dia itu bodoh, munafik, atau bagaimana.
Kulihat Rana masuk ke UKS, ruangan tempatku berdiri sekarang. Aku sendiri tidak tahu apa yang membuatku memaksakan diri agar terus menunggu Prilly sampai dia sadar. Dorongan dari manakah itu aku juga tidak peduli. Aku hanya ingin memastikan Prilly baik baik saja. Hanya itu.
Sebelum menggelegak kan Prilly di tempat tidur UKS, jujur kaku agak khawatir jika UKS sudah tutup mengingat bel pulang sudah berbunyi dari tadi. Tapi ternyata pintu UKS masih terbuka.
"Dia belum sadar juga, Li?" tanya Rana mendekatiku. Ia melihat Prilly dengan pandangan kasihan.
"Lo lihat sendiri," jawabku singkat. Prilly belum sadar.
"Gue nggak tau apa yang terjadi sama, Prilly. Gue hanya bisa memperkirakan kalo dia kecapekan," ujar Rana.
Aku memaklumi jika Rana tidak bisa memberi spekulasi yang kuat kenapa Prilly pingsan. Bisa dibilang Rana hanyalah orang yang membantu Bu Ratna menjaga UKS walaupun Rana seumuranku. Hari ini Bu Ratna ada keperluan. Jadi, Rana yang mengurus UKS sendirian.
Sekali lagi aku memandang wajah pucat pasi itu. Bisa kulihat napasnya teratur. Setidaknya dia tidak apa-apa.
Hah ... Ali. Kenapa lo begitu khawatir sama dia, batinku kesal sendiri.Tiba tiba terdengar dering lagu Yellow - Coldplay menggema diruangan. Sial. I-phone ku berbunyi. Cepat-cepat aku merogoh saku celana dan mengangkat panggilan itu.
"Ya?" Sedikit terseok aku keluar ruangan. Memberi privasi terhadap diriku sendiri. Aku menoleh ke arah brankar Prilly. Heran, kenapa dia tidak sadar juga?
"Ali ... bukannya kamu ada jadwal pemotretan hari ini?" tanya tanteku di seberang sana. Managerku.
"Pemotretan?" tanyaku dengan nada terdengar sangat bodoh. Bahkan aku lupa apa yang seharusnya aku lakukan hari ini karena gadis itu. Prilly.
"Ya ampun, Ali. Bagaimana kamu bisa lupa? Satu jam lagi kamu ada pemotretan untuk cover majalahmu yang baru minggu ini. Kamu di mana sekarang?"
Pemotretan? Majalah? Pikiranku mencoba mengingat ingat hal itu. Oh astaga ... ternyata aku benar-benar melupakannya. Kalang kabut aku melirik jam tanganku. Jam 2 siang. Satu jam lagi aku ada pemotretan. Sial. Apakah aku bisa tepat waktu nanti?
"Maaf, Tan. Ali masih di sekolah. Ali usahakan cepat sampe rumah," kataku kemudian langsung memutuskan sambungan telefon terlebih dahulu.
Aku kembali masuk ke ruang UKS. Kulihat Prilly masih betah dengan tidurnya. Terbersit perasaan tidak tega saat aku akan meninggalkannya. Tapi bagaimana lagi? Aku harus pergi sekarang karena ada pemotretan. Mau dibatalkan juga percuma, sudah tanda tangan kontrak dengan pihak majalah. Urusannya dengan hukum. Lagipula, apa pentingnya Prilly hingga aku melakukan hal itu? Mungkin ini hanya perasaan khawatir saja sebagai teman sekelas.
"Ran, gue cabut. Ada urusan," kataku kemudian meninggalkan ruang UKS tanpa menunggu respon Rana. Kulihat Prilly sekilas. Wajah cantik itu masih terpejam.
Ah ... ada apa dengan mu Ali? Wanita cantik di dunia ini hanya Mama! Semua wanita di dunia ini jelek selain mama. Bagaimana bisa lo menilai gadis itu cantik? pekik logikaku tak terima.
Langsung kutepis pikiran tentang Prilly yang mulai merajalela. Cukup Ali. Pikiran lo hanya satu. Lo harus tepat waktu di tempat pemotretan nanti.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Alive : Hidupku Untukmu
Fanfiction"Aku hanya ingin kau tahu, sangat besar keinginanku untuk hidup terus denganmu. Walau aku telah menyadari, keinginan itu mustahil untuk dikabulkan. Bahkan untuk 1% saja jika Tuhan menghendakinya, aku berharap semoga itu menjadi nyata." - Prilly Cant...