Menurut Mila, hari ini Prilly sangat aneh. Prilly seperti ... berbeda? Ya. Mungkin itu.
Saat istirahat tadi bahkan Prilly mulai mencaritakan tentang keluarganya. Termasuk Kakaknya, Kevin Julian, yang sedang kuliah.
Mila kaget? Tentu saja.
Mila speechless? Tidak salah lagi.
Selama ini, walau Prilly terkenal dengan keceriaannya, tidak ada yang tahu kehidupan pribadinya bagaimana, termasuk sahabatnya sendiri.
Sebenarnya, tidak sekali dua kali Mila memancing Prilly untuk menceritakan masalahnya. Namun, tetap saja Prilly sangat pintar menunjukkan reaksi 'tidak apa apa-nya' membuat Mila akhirnya memilih menyerah.
Tak jarang ia merasa menjadi seorang sahabat yang tidak berguna. Prilly terbukti sangat mengenal seluk beluk dirinya. Dari perasaan, masalah, kehidupan. Hampir semua Prilly tahu tentang Mila. Selain Mila yang cerita, Prilly orangnya sangat peka. Jadi, mudah bagi Prilly mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya itu.
Tetapi Mila? Nihil. Ia belum sepenuhnya tau seluk beluk Prilly. Sahabat macam apa dia? Terkesan tidak tau diri memang, tapi mau bagaimana lagi jika Prilly sendiri lah yang menutup diri pada dirinya? Tentu saja Mila tidak bisa apa-apa. Ia hanya mampu menunggu kapan Prilly siap menceritakan semuanya.
"Kenapa, Prill, masih duduk aja disitu? Ini udah lewat bel pulang loh," tegur Mila saat melihat Prilly yang masih anteng termenung di kursi. Mila berdiri di depan kursi Prilly, sudah dengan tas yang tersampir rapi di punggung.
"Prill?" Tangan Mila bergerak-gerak di depan wajah Prilly.
Belun ada respon.
"Prilly?" ucapnya lagi.
"Prilly Cantika Latuconsina, lo denger gue nggak SIH?!!" seru Mila agak keras.
Prilly tersadar. "Eh ... maaf, Mil." Kelabakan, Ia mulai memasukkan buku-bukunya yang berserakan di meja ke dalam tas.
Mila mendengus. "Lo kok aneh banget sih hari ini?"
"Aneh gimana?" Prilly berdiri sambil memanggul tasnya. Ia menyempatkan diri menoleh ke belakang kemudian menghela nafas panjang. Hanya tinggal dirinya dan Mila yang di kelas. Bahkan Ali yang biasanya ngaret sudah tidak ada. Ali? Ya ampun Prilly, masih sempat sempatnya kamu inget Ali, lirihnya dalam hati.
"Ya aneh aja. Pertama, lo kebanyakan ngelamun nggak jelas. Kedua, biasanya lo kan yang perhatiin penjelasan guru sampe detail banget. Tapi kenapa hari ini lo sama sekali nggak fokus sama pelajaran? Buktinya, gue tanya tentang materi Bu Siwi tadi lo nggak tau. Terakhir, sejak kapan lo mau membuka diri sama gue?" jelas Mila panjang lebar.
"Mem-membuka diri?" tanya Prilly gelagapan. Ia sungguh tau apa yang Mila maksud.
"Gue mau bilang sama lo Prill. Gue sahabat lo. Dari SMP. Bertahun-tahun kita bareng bahkan sekelas dan satu tempat duduk. Gue siap jadi sandaran lo Prill kalo lo butuh gue. Jangan lo sembunyiin sendiri. Gue tau itu berat buat lo biarpun lo berusaha nutupinnya."
Prilly menghembuskan nafas. "Sorry, Mil, aku nggak bermaksud bikin kamu—"
"Sstt .... udah. Gue tahu lo belom siap. Gue mau kok nunggu sampe lo siap." ujar Mila mantab.
Mila sudah bersiap melangkah pergi, bahkan bibirnya sedikit terbuka untuk mengajak Prilly segera ke luar kelas. Hanya saja, semua itu tertahan karena Prilly memegang erat tangannya.
Prilly tersenyum dan memandang Mila penuh arti. "Kalo sekarang aku sudah siap gimana, Mil?"
Mila terperangah. "Ma-maksud Lo, Prill?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alive : Hidupku Untukmu
Fanfic"Aku hanya ingin kau tahu, sangat besar keinginanku untuk hidup terus denganmu. Walau aku telah menyadari, keinginan itu mustahil untuk dikabulkan. Bahkan untuk 1% saja jika Tuhan menghendakinya, aku berharap semoga itu menjadi nyata." - Prilly Cant...