Bagian 18 - Beda

16 4 5
                                    

Jangan lupa vote sebelum lanjut baca, ya!
Happy reading^^

"Axcel Zean Sihabuan akan bintangi film Sang Pengangum bersama Maghdalena Daminik. Film adaptasi novel karya Arumie Huwaida Shaliha ini akan disutradarai oleh Rezki Alam Sianturi."

Berita itu menuai kontroversi di kalangan netizen. Bagaimana tidak, karya yang dianggap sebagai "masterpiece" itu diperankan oleh orang yang sama sekali tidak profesional, menurut mereka. Karakter kuat dalam buku itu tidak melekat sedikit pun dalam diri Axcel dan Lena.

Axcel seakan tak peduli dengan komentar orang - orang diluar sana. Ia malah sibuk melatih dialognya di depan cermin. Tak lupa dengan naskah yang ia pegang kemana - mana. Sudah hampir tiga puluh menit ia di sana, berusaha untuk membangun chemistry yang bagus.

"Udah lah, Cel." Berbeda dengan Axcel, Lena justru menaruh naskah itu di atas meja. Semangatnya sudah lenyap setelah membaca komentar - komentar itu.

"Apanya yang udah?" tanya Axcel seraya melirik cepat.

"Kita nggak cocok di film ini," timpal Lena dengan nada lesu.

"Kenapa lo mikir begitu?" tanya Axcel yang kini menatap bingung ke arah Lena.

"Orang – orang udah nggak percaya sama kita, mereka bilang kalau kita itu underrated dan nggak pantes jadi Aksana sama Carissa. Kita nggak bisa menuhin ekspetasi penonton padahal kita belum mulai syuting," jawab Lena sambil meletakan naskah di atas meja.

"Ya, namanya juga netizen. Lo nggak perlu repot - repot urusin mereka," timpal Axcel. Ia mengambil naskah Lena lalu memberikannya lagi pada pemiliknya.

Lena menghela napas sambil mendelik, alih - alih mengambil naskah itu, ia malah membereskan tasnya dan bersiap untuk pergi dari apartemen Axcel.

"Gue nggak tau kenapa lo mau ambil projek ini. Setelah kita latihan beberapa jam, gue nggak ngerasain feel apapun dalam tokoh ini. Sekarang gue mau balik dulu, gue mau mikir lagi kedepannya mau gimana." Lena mengambil tasnya lalu pergi begitu saja. Sementara itu, Axcel hanya menunduk lesu lalu merebahkan tubuhnya di sofa. Jujur saja, ia juga belum bisa masuk dalam karakter ini.

"Gue harus gimana sekarang," ucapnya sambil menatap langit - langit. Ia memejamkan mata sebentar untuk mengambil tindakan selanjutnya. Jika dipikir lagi, ia juga takut mengecewakan Rezki di projek yang cukup besar ini.

"Apa gue emang nggak pantes jadi Aksana?" Pikiran Axcel bertambah berat setelah ia membuka sosial media. Ada banyak orang yang menentang keputusannya untuk terjun ke dunia akting. Terlebih lagi orang - orang yang memang sengaja ingin menjatuhkan Axcel.

Di tengah keputusasaannya, Axcel tiba - tiba terperanjat ketika melihat video wawancara antara Arum dan pihak penerbit yang menerbitkan buku Sang Pengangum. Video itu lewat di berandanya—mungkin karena topik pembuatan film dari novel ini sedang naik - naiknya.

"Pihak penerbit cutebook lagi kedatangan tamu spesial nih, siapa lagi kalau bukan Kak Arum! Penulis dari buku best seller di tahun ini. Halo, Kak Arum. Bagaimana kabarnya?" tanya Nia sebagai wartawan.

"Alhamdulilah, baik. Kak Nia sendiri bagaimana?" tanya balik Arum seraya tersenyum manis.

"Alhamdulilah, baik. Oh ya, akhir – akhir ini, kan, Kak Arum sibuk karena pembuatan film adaptasi novel Sang Pengagum. Aku mau tanya, nih. Gimana perasaan Kakak ketika salah satu karya Kakak diadaptasi menjadi film?"

"Tentunya saya sangat bersyukur karena apa yang dihadiahkan oleh Allah benar - benar jauh lebih baik dari rencana saya. Oh iya, saya juga sempat menangis setelah tahu kalau novel saya akan diadaptasi menjadi sebuah film." Arum tertawa kecil. Ketika melihat klip itu, sudut bibir Axcel ikut terangkat.

Sang PegangumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang