Bagian 15 - Sutradara

17 4 0
                                    

Jangan lupa vote sebelum lanjut baca, ya!
Happy reading^^

Tubuh Arum membeku ketika ia tiba di gedung utama Viosinema yang terletak di Jakarta. Ia menempuh perjalanan sekitar tiga jam lebih untuk sampai di sana. Dan ya, semua biaya transportasi itu ditanggung oleh Panji.

"Bismillah." Arum melangkahkan kakinya menuju lantai 15 untuk menemui Panji, produser dari film yang akan diadaptasi dari novelnya. Semakin tinggi lift itu, semakin berdebar pula hati Arum. Ia melewati ruangan yang dipenuhi oleh kru yang sedang bekerja. Rasanya sulit dipercaya jika ia akan bekerja sama dengan mereka.

"Assalamualaikum. Permisi." Arum memberi salam sambil mengetuk pintu. Tak lama kemudian, pintu itu terbuka lebar.

"Waalaikumsalam, ini Arum, ya? Silakan masuk," suruh Panji. Arum tersenyum ramah sambil menundukkan badan. Setelah itu, ia duduk di sofa yang ada di ruangan Panji.

"Terima kasih karena sudah meluangkan waktu untuk datang kemari, Arum. Seperti yang sudah kita diskusikan sebelumnya, di sini saya akan menyerahkan surat perjanjian lisesnsi atau kontrak antara saya sebagai produser dan kamu sebagai penulis dari buku yang akan saya adaptasi menjadi film. Silakan di baca dulu." Panji memberikan beberapa lembar kertas berisi persetujuan sebagai pihak pertama dan Arum sebagai pihak kedua.

Arum membaca dengan seksama. Butuh banyak waktu untuk membaca setiap lembar surat itu secara menyeluruh. Tak apa, Panji pun memberikan banyak waktu untuk Arum. Setelah memahami isi dari perjanjian itu, Arum sepakat untuk menjalin kerjasama dengan Viosinema.

"Baik, dengan ditandatanginya kontrak ini. Maka, novel Sang Pengagum sepenuhnya di bawah naungan Viosinema. Begitu, ya, Arum." Panji mengambil kembali surat perjanjian lisensi itu.

"Baik, Pak. Terima kasih karena sudah menerima novel saya dengan baik." Arum menundukkan kepalanya seraya tersenyum. Panji pun membalas ucapan itu dengan anggukan kepala.

"Oh ya, setelah ini kamu ada janji atau acara lain, tidak?" tanya Panji tiba - tiba.

"Kebetulan tidak ada, Pak. Memangnya kenapa?" tanya balik Arum.

"Saya ingin mempertemukan kamu dengan sutradara yang nantinya akan memimpin jalannya syuting. Apa kamu berkenan menunggu sebentar? Soalnya dia lagi ada meeting. Mungkin sepuluh menit lagi beres."

"Oh, boleh sekali, Pak. Saya akan menunggu." Arum merekahkan senyumnya. Ia menjadi tidak sabar untuk bertemu dengan orang yang akan menggarap filmnya.

Beberapa menit kemudian, pintu ruangan Panji terbuka. Di sana sudah ada seorang pria dengan kemeja hitam dan celana hitam. Arum dan Panji melirik secara bersamaan.

"Permisi, Pak Panji. Saya ingin melaporkan hasil meeting hari ini." Pria itu tampak gugup ketika melihat tatapan dari dua orang yang duduk di sana. Tanpa pikir panjang, ia menundukan badan sebagai bentuk permintaan maaf karena sudah masuk sembarangan.

"Nah, akhirnya yang ditunggu - tunggu datang juga. Arum, ini adalah Rezki. Sutradara yang akan menggarap film kamu," ucap Panji yang bangkit dari duduk lalu berdiri di samping pria berkemeja itu.

"Salam kenal, Pak Rezki. Senang bisa bertemu dengan anda." Arum merekahkan senyumnya sementara Rezki masih diam di tempatnya.

"Panggil saja Mas Rezki, ya. Saya belum setua itu untuk di panggil Bapak." Rezki terkekeh, Arum pun ikut tertawa kecil.

Di tengah sesi perkenalan itu, Panji pamit karena ada hal yang harus diurus. Kini tinggal Arum dan Rezki yang duduk di sana. Rezki kurang nyaman jika duduk berdua di ruangan produser. Akhirnya, ia mengajak Arum untuk berkeliling di gedung Viosinema.

"Nama kamu Arum, kan?" tanya Rezki memastikan. Arum mengangguk mantap.

"Tadi Pak Panji ngasih tau saya kalau kamu sudah menandatangani surat perjanjian. Mungkin kamu bisa sedikit bercerita tentang isi novel kamu. Walaupun saya sudah membacanya, tapi mungkin akan lebih jelas jika langsung diceritakan oleh penulisnya." 

Arum mulai menceritakan isi novelnya secara singkat. Rezki tidak memalingkan wajahnya sedikit pun ketika Arum bercerita. Ia hanya mengangguk dan mulai memahami alur cerita itu sedikit demi sedikit.

"Jadi, tokoh utama dalam novel ini seorang musisi, ya?" Arum mengangguk mantap. Rezki memutar bola mata. Ia mulai membuat perkiraan untuk garapannya.

"Mas Rezki..," panggil Arum lembut. Rezki melirik cepat sambil menaikkan alis sebagai sahutan.

"Sebelum saya ke sini, saya udah sedikit membaca tentang dunia film. Tapi, semuanya masih terlihat buram bagi saya. Mungkin Mas Rezki bisa sedikit menjelaskannya agar saya tidak salah langkah untuk kedepannya. Maaf kalau kiranya saya kurang sopan." Arum tersenyum tipis. Ucapannya dirasa kurang sopan untuk pertemuan pertama. Sementara itu, Rezki merekahkan senyumnya. Ia justru senang jika ada orang yang tidak malu bertanya padanya.

Setelah Arum menceritakan tentang isi novelnya, kini giliran Rezki yang menjelaskan teknis dari pembuatan film. Ia hanya menjelaskan teknis tersebut secara singkat saja karena semuanya akan berkembang seiring berjalannya waktu. Proses pembuatan film yang paling dekat adalah proses development atau pengembangan. Pada tahap ini yang dilakukan adalah pengembangan ide, menentukan jenis cerita, genre dan format, penulisan skenario. Ide bisa datang darimana saja misalnya; dari novel, kisah nyata, dan lain-lain. Ada istilah triangle system yaitu produser, sutradara dan penulis naskah.Setelah mendapatkan ide mereka akan bekerjasama untuk membuat premis, sinopsis, treatment kemudian skenario. Selanjutnya produser dan sutradara menyiapkan treatment untuk menyampaikannya kepada investor. Jika berhasil, film ini akan menerima dana untuk proses produksi.

Tahap selanjutnya yakni proses pra-produksi. Pada tahap ini, terdapat beberapa poin penting yang akan menunjang jalannya pembuatan film seperti; perencanaan biaya, penjadwalan, analisis naskah yang dibagai menjadi (analisis karakter, analisis wardrobe, analisis setting dan property), master breakdown, hunting yang dibagi menjadi (hunting lokasi dan penetapan lokasi, hunting properti dan wardrobe, casting, perekrutan kru dan penyewaan peralatan).

Arum mengangguk pelan ketika Rezki menjelaskan semuanya. Penyampaian dan tutur kata dari pria itu mudah dipahami sehingga Arum memiliki gambaran untuk kedepannya.

"Oh iya, Arum. Ada kalanya film yang mencari pemeran, bukan pemeran yang mencari film. Setelah mendengar cerita Sang Pengangum secara langsung dari kamu. Saya memiliki beberapa orang yang cocok untuk peran itu. Mungkin nanti saya kabari kamu kalau manager mereka sudah memberi kabar. Sebelum itu, kamu tidak keberatan? Atau kamu sendiri punya pilihan lain?" tanya Rezki. Ia ingin memberikan kesempatan pada Arum untuk memilih.

"Apapun yang terbaik menurut Mas Rezki, akan saya turuti. Mas Rezki yang lebih paham mengenai perfilman, saya tidak akan keberatan." Arum merekahkan senyumnya. Ia tidak mungkin meremehkan kemampuan Rezki.

"Baiklah kalau begitu nanti saya kabari lagi untuk pertemuan selanjutnya. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk datang kemari, Arum." Rezki menundukan badan sebagai ucapan terima kasih. Begitupun Arum.

Sang PegangumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang