Bagian 37 - Sebelum Keberangkatan

7 4 0
                                    

Jangan lupa vote sebelum lanjut baca, ya!
Happy reading^^

"Cel, lo gila, ya? Bisa - bisanya lo suka sama cewek muslim?!" gertas Angel yang kesal dengan ungkapan hati adiknya. Axcel hanya menunduk, ia tahu betul jika kakaknya akan marah besar. Masalah ini mungkin akan semakin rumit jika diketahui oleh Bundanya.

"Lo tau ceweknya siapa?" tanya Axcel sambil meremas kemejanya.

"Tau. Arum, kan? Fans sekaligus penulis buku dari film yang lo peranin sekarang?" Axcel mengangguk pelan.

"Cel, gue ngerasain apa yang lo rasain. Cinta itu memang pada dasarnya netral. Kita tidak bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa, tapi lo bisa mencegah kalau lo mau." Angel memegang kedua bahu adiknya sambil menatap lekat.

Axcel hanya menatap datar ke arah sang kakak, ia hanya menghela nafas berat. Dari lama pun, Angel sudah tau jika Axcel menyukai Arum. Dapat di lihat dari buku "Sang Pengagum" yang Axcel pajang dalam mika dengan tanda tangan Arum di sampul buku itu. Dapat di lihat dari foto polaroid Arum yang sedang memegang buku terpampang jelas di samping buku itu.

"Gue udah dewasa, Ngel. Gue sendiri yang bakal menjalani kehidupan selanjutnya. Harusnya gue bisa nentuin jalannya sendiri, kan?" Bukan Axcel namanya jika tidak keras kepala.

"Gue paham, Cel. Tapi ada satu hal yang harus lo tanamkan dalam pikiran lo. Jangan pernah ambil Arum dari Tuhannya. Kalau Arum minta izin sama orang tuanya pun pasti mereka memberikan jawaban yang sama." Angel tersungut - sungut sampai dahinya mengerut.

"Axcel, Arum itu dibesarkan oleh keluarga yang religius. Begitupun lo. Kalian punya kodrat yang berbeda. Gue paham kenapa lo suka sama Arum. Dia cewek yang cantik, baik, dan lemah lembut. Tapi coba inget - inget, doa apa yang lo panjatkan ketika pergi ke gereja? Apakah lo berdoa semoga dia sejalan lo, begitu?" Axcel menelan saliva, matanya mulai berkaca - kaca. Ia hanya meminta doa kepada Tuhan agar dikirimkan seorang wanita yang baik hati, perbuatan, dan tutur katanya. Ia mungkin lupa meminta wanita yang "sejalan" dengannya. Bagaimanapun, Axcel hanya manusia biasa. Tak punya kuasa untuk menjatuhkan hati jika bukan Tuhan yang berkehendak.

"Cinta beda agama itu berat, Cel. Gue pernah ngerasain itu. Lo mungkin akan paham setelah mengungkapkan perasaan lo ke Arum. Lo tuh anaknya bebal, silahkan aja kalau emang lo nggak percaya sama ucapan gue."

•••

Rezki tengah makan malam bersama keluarganya. Tatapannya terlihat datar, orang pertama yang menyadari hal itu adaah Ibunya sendiri.

"Kenapa, Nak?" tanya Ibu Rezki. Pria itu hanya menggeleng lantas melanjutkan kegiatan makannya.

Seusai makan, Rezki dan kedua orang tuanya berkumpul diruang keluarga. Sudah menjadi kebiasaan jika keluarga ini melakukan deeptalk setiap kali ada kesempatan.

"Rezki telah melanggar batas," celetuk Rezki. Kedua orang tuanya tersentak kaget ketika mendengar kalimat itu.

"Maksudnya apa, Rezki?" tanya Ayah Rezki dengan nada tegas.

"Rezki ... menyukai seorang wanita muslim." Nada bicara Rezki terdengar seperti orang ketakutan. Bahkan ia tidak berani menatap kedua orang tuanya.

"Rezki, ada berapa film yang kamu sutradarai?" tanya Ayah Rezki, sepertinya beliau ingin membuat perumpamaan.

"Rezki ... tidak ingat," ucap Rezki yang mulai berani menatap orang tuanya.

"Rezki, coba ambil contoh dari pekerjaan yang kamu geluti sekarang. Kamu menyutradarai sebuah film, dari awal hingga akhir, pasti film tersebut memiliki alur, masalah, dan juga ending. Ending itu pada umumnya ada dua, ending yang bahagia dan ending yang menyedihkan. Jika itu diibaratkan sebagai hidup kamu dan kamu mencintai seseorang yang jelas – jelas berbeda dengan kamu, maka kamu tidak akan pernah menemukan ending dari cerita itu." Pria bertubuh gagah dengan suara berat itu menatap tajam ke arah putra satu - satunya.

Sang PegangumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang