Cuplikan Bab 12 (A)

840 20 1
                                    

Note : di bab ini pdfnya ada 120 halaman, 14 ribuan kata which is banyak banget hahaha.

Langsung saja meluncur ke karyakarsa untuk full-nya.

***

Aku panik sekarang. Gimana gak panik coba? Sekarang wajah kami berdua begitu dekat sehingga aku bisa melihat dengan jelas wajah Mas Harsa yang begitu macho, tatapan tajamnya, bibir seksinya, keindahan yang ada di wajahnya. Semuanya bisa kulihat dengan jelas! Pikiranku nge-blank dan dadaku mulai berdebar-debar sekarang. Tiba-tiba aku teringat kejadian malam itu. Malam penuh birahi di mana Mas Harsa sedang menggenj^t l^bangku sembari mencumbuku buas. Dadaku pun berdebar-debar dengan kencang.

"Buka mulut kamu, Dek," perintah Mas Harsa. Dengan tubuh gemetar kupaksakan membuka mulut. Lalu asap rokok yang ada di mulut Mas Harsa pun menghembus masuk ke dalam mulutku, sebagian kuhirup, sebagiannya lagi menguap di udara.

"Kamu harus terbiasa dulu dengan asap rokok biar nggak batuk," ucapnya dekat sekali dengan wajahku. "Buka mulut kamu sekali lagi, habis itu kamu coba lagi ngerokok bakal batuk nggak," ucap Mas Harsa. Mulutku kembali terbuka namun pikiranku sudah nge-blank sekarang. Menatap wajah tampan dan sorot mata Mas Harsa sedekat ini membuat akal sehatku hilang. Aku seperti lupa akan daratan. Yang kurasakan sekarang hanya birahi yang menggebu-gebu tanpa bisa kutahan. "Gimana sudah terbias–hmmpppp!"

Ya, aku benar-benar lupa daratan sekarang. Akal sehatku hilang. Yang terkumpul dalam diriku sekarang hanyalah birahi yang menggebu-gebu, mencoba mendapatkan nikmatnya madu yang Mas Harsa kasih pada malam itu. Aku ingin merasakan nikmatnya madu itu lagi. Kucium bibir Mas Karsa, kumasukkan lidahku ke dalamnya, namun tak ada pergerakan di mulutnya Mas Harsa. Dia bergeming, lalu dia memaksa mengatupkan mulutnya saat lidahku masuk ke dalam.

Saat itulah aku tersadar aku ... sudah kelewat batas. Aku hilang kendali dan aku tersadar telah melakukan kesalahan yang begitu fatal.

Saat aku menjauhkan wajahku dari wajah Mas Harsa, yang kulihat adalah ... wajah terkejut Mas Harsa. Dia langsung waspada mencondongkan dadanya ke belakang, lalu mengusap-ngusap bibirnya dengan punggung tangan beruratnya, lalu setelah itu meludah-ludah ke pantai.

"A-apa maksud kamu barusan, Dek!?" tanya Mas Harsa keras sekali dengan nada membentak. "Jawab!" salaknya sambil menatapku tajam. Aku menundukkan wajah, bingung harus bersikap kayak gimana karena panik. Dadaku masih berdebar-debar kencang, namun bedanya bukan karena birahi yang menggebu-gebu, tapi karena rasa takut yang kian menjalar ke seluruh tubuhku.

Dengan sekuat tenaga aku berusaha berbicara. "Ma-maaf, Mas."

"Kenapa kamu cium saya, hah!?"

"Ma-maaf."

"Jawab bangs^t! Kenapa kamu cium saya!? Ka-kamu homo!?" bentaknya.

***

"BUDEG KAU ANJ^^^G!!! GAK PUNYA TELINGA, KAU!!? SAYA BILANG PERGI!!! NAJIS SAYA DEKET-DEKET MANUSIA MENJIJIKKAN KAYAK KAU!!! ATAU MAU SAYA PUKUL LAGI KAU HAH SUPAYA MAU PERGI!!?" bentaknya bengis dengan ekspresi yang sangat menakutkan sekali.

Mulutku terkatup tak akan berbicara apa-apa lagi. Sejenak senyumku tersungging. Mentertawakan nasibku yang sedang dipermalukan lagi di hadapan banyak orang oleh orang yang aku cinta.

Setelah mengatakan kalimat kejam itu, Mas Harsa buru-buru pergi dari sini. Kulihat orang-orang mulai saling bisik-bisik. Sudah jelas sedang membicarakanku. Ada juga yang mentertawakanku sampai terpingkal-pingkal dan orang itu adalah Iki dan geng bancinya. Wajahku memerah. Aku malu, aku marah, aku sakit hati, aku ... ingin mati saja sekarang juga.

Tapi seperti yang pernah kubilang. Aku tak pernah punya keberanian untuk mengakhiri hidupku. Jadi yang kulakukan sekarang adalah menahan tangis, sambil berjalan pergi dari kampus sesegera mungkin.

Sesampainya di kosan, aku menangis sejadi-jadinya sambil kututupi wajahku dengan bantal. Kumatikan ponselku, kukunci pintu kosanku, kuratapi kepedihanku.

"Padahal aku cuman ingin meminta maaf dengan cara yang benar, Mas. Setelah itu aku akan pergi jauh-jauh dari hidup kamu seperti yang pernah kulakukan dulu kepada cinta pertamaku. A-aku cuman ingin minta maaf. Itu saja! Itu saja! Tapi kenapa sikap kamu kayak begini, Mas!? AAAAARGGHHH PERSETAN DENGAN SEMUA ORANG!!!" Ternyata ... memang sehina itu aku di mata Mas Harsa. Sampai-sampai, aku tak diberikan kesempatan untuk meminta maaf.

Baiklah, Mas.

Tidak akan pernah kutemui kamu lagi.

Kelanjutannya ada di https://karyakarsa.com/bangjun

Dear Mas HarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang