7.

172 26 13
                                    

Ify baru saja turun dari jok belakang motor Rio. Dia melepas helmnya kemudian di ambil oleh Rio lalu ia gantungkan di spion motornya. Ify merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Lalu memiringkan kepalanya pada Rio yang diam menatapnya tanpa ekspresi.

"Kenapa? Baru sadar ya cewek yang suka sama lo selama ini ternyata cantik banget?" Ify meletakkan dua telapak tangannya di bawah dagu dengan posisi mekar. Lalu kedua mata Ify berkedip genit.

"Hm, ayo." Rio mengiyakan saja karena malas berdebat.

Respon yang jauh dari harapan Ify. Wajah cerianya lenyap begitu saja. Kemudian berlari kecil mengejar Rio. Mengejar, ya? Kata itu selalu mewakili perjalanan bersama Rio. Membuat Ify kadang berpikir untuk kedepannya, apakah mungkin suatu saat nanti Rio bisa berbalik mengejarnya?

"Nggak ikhlas gitu lo responnya." Sungut Ify tak mau mengikuti Rio melangkah. Membuat Rio langsung berhenti. Dia diam menarik nafas panjang kemudian ia hembuskan perlahan. Lalu ia tampilkan sebuah senyum, masam.

"Emang." Rio akhirnya melangkah lagi tanpa peduli pada protesan Ify.

Ify terhenyak di tempatnya dengan mulut menganga. Sedetik kemudian ia sadar ketika Rio semakin menjauh. Di abaikan tuh shakiiitt!

"Reseh, nyebelin!" Kedua tangan Ify bergerak ke udara, seolah memukul angin. "Tapi gue sayaang gimana doong!" Racaunya kemudian frustasi sendiri.

"Riooooo tungguiiiin!"

Rio masih tetap melangkah, tapi langkahnya sengaja memelan. Wajahnya menatap lurus ke depan dan kedua tangannya tersimpan dalam saku celana. Sampai akhirnya Rio merasakan lengannya di peluk. Dan dia masih tetap diam dengan ekspresi yang sama.

"Bisa nggak sih lo sehari aja jangan nyebelin."

Rio melirik Ify yang semakin memeluk lengannya. Dia mendengus geli dengan tingkah gadis ini. "Gue biasa aja perasaan," katanya kalem.

"Buat lo biasa. Kalau gue mah apapun sikap lo pasti berefek besar buat gue. Apalagi kalau lo marah, terus cuek. Sakit banget tahu hati gue terus di dada rasanya sesek banget."

Rio memutar bola matanya jengah. "Lebay," dengusnya.

Ify tertawa pelan sambil memukul bahu Rio. "Beneran tahu ish lo mah nggak percayaan sama gue."

"Hm." Gumam Rio malas debat.

"Nanti lo ada rapat lagi, nggak?" Tanya Ify teringat pada kesibukan cowok itu. Entah kenapa perasaannya dari kemarin resah sendiri. Ify merasa ingin selalu bersama Rio, ingin tahu semua kegiatan Rio dan ingin tahu siapa saja yang Rio temui setiap harinya. Ify tidak tahu kenapa, yang jelas dia takut.

"Nggak ada jadwal. Cuma nggak tahu." Rio mengedikkan bahunya. "Lihat nanti," lanjutnya.

"Nggak mau tahu nanti pulang bareng pokoknya. Nggak mau bareng Cakka ataupun Gabriel maunya sama lo doang. Oke?"

Rio mengangguk saja. Tak mau ribet jika dia bilang tidak, Ify pasti semakin mengoceh. Jadi untuk sekarang iyain saja dulu.

"Bener, ya? Awas bohong!"

"Hm."

"Yang bener kalau nyahut."

Rio menghela pendek. Melirik Ify jengkel. "Iya, bawel!"

Ify tersenyum senang.

"Oh iya, semalem lo kemana sih? Kata Mama Anita lo nggak di rumah." Entah kenapa Ify tiba-tiba teringat semalam Rio yang tidak ada kabar.

Rio terdiam sesaat sampai akhirnya kemudian menjawab, "Ke rumah temen."

Ify menatap Rio yang tampak tenang mengarah ke depan. "Siapa? Temen lo yang mana? Emang ada ya temen lo yang nggak gue kenal."

Tentang Kita (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang