Ify marah
Tentu saja. Bukan, bukan masalah Rio tidak mau menemaninya. Tapi, Ify kesal karena Rio pergi begitu saja. Semua orang pasti akan sakit hati jika harapannya di hancurkan. Terdengar berlebihan tapi Ify sangat tidak suka bahkan benci ketika seseorang melanggar janjinya sendiri. Ify juga sangat benci ketika tahu telah di bohongi. Ify merasa senang semalaman, tidur dengan tenang karena ada Rio yang menjaganya di lantai satu. Dan ketika pagi tiba, ternyata apa yang ia rasakan semalam itu hanyalah semu.
Sungguh, jikapun Rio bilang terlebih dahulu pada Ify untuk pergi. Ify tidak akan merasa sekecewa ini. Ify akan mengerti karena cukup sadar diri kalau kehidupan Rio tidak akan selalu berputar tentang dirinya. Ify akan mengerti meskipun hal itu melukai hatinya. Sebagai pihak yang menyukai, Ify juga tahu batasan, kok.
Terlebih ketika pagi tadi ada sebuah pesan yang mengiriminya sebuah foto. Untung saja Ify tidak kambuh karena terlalu kaget melihat foto itu. Siapa yang mengirim? Ify tidak tahu karena nomor itu tidak tersimpan di poselnya. Ah entahlah! Yang jelas Ify merasa sangat kecewa saat ini. Mau marah, tapi punya hak apa dia?
Dan pagi ini ketika melihat Rio hadir di depan rumahnya. Hati Ify tercubit, ada rasa rindu, marah, kecewa, sakit. Semua datang secara bersama hingga membuat Ify tak bisa menyembunyikan kekesalannya.
"Gue sama Cakka aja." Ucap Ify melihat Rio yang seperti biasanya menjemputnya. Ayah masih tidur karena jam enam pagi tadi baru pulang.
"Jangan marah, dong." Rio membantu Ify membuka gerbang rumahnya.
"Gue bisa sendiri." Tolak Ify mendorongan tangan Rio yang ingin membantunya.
Memilih mengalah, Rio mundur tiga langkah. Tapi perhatiannya tak luput dari Ify. Pagi ini gadis itu menggerai rambut panjangnya. Memakai bandana berwarna peach dengan satu hiasan pita kecil tepi kanan. Ify memakai sweater dengan warna yang sama. Membuat kulit putihnya semakin terlihat cerah dan bersih. Lalu tanpa sengaja Rio memperhatikan bibir mungil Ify. Tidak seperti semalam yang tampak pucat dan kering. Kali ini terlihat lebih segar karena gadis itu tengah memakai, liptin? Entahlah apa namanya, yang jelas Ify terlihat manis sekali pagi ini. Ya, memang selalu manis, kan? Bibirnya apakah sama?
Tunggu-tunggu!
Ini kenapa Rio jadi mikir sampai sana?
"Cakka udah berangkat." Rio memberitahu. Dia tidak berbohong karena Cakka memang berangkat lebih dulu bersama Gabriel. Seperti biasa.
"Gimana sih kan tadi gue bilang mau bareng." Ify mencebik kesal. Keningnya berkerut, dan bibirnya mengerucut sebal. Lihat? Ify memang selalu lucu. Tapi, kenapa pagi ini terasa berbeda. Entahlah, sejak melihat wajah Ify dari jarak dekat semalam Rio selalu menemukan sisi yang berbeda dari Ify. Atau memang cara pandangnya saja yang mulai berubah?
"Gabriel motornya masih di bengkel. Pulang sekolah baru ambil nanti dia." Jelas Rio masih berdiri di samping Ify. Menghadap Ify, sedangkan Ify menghadap ke arah jalanan.
"Ayo berangkat bareng gue aja." Rio melihat jam di tangan kirinya. "Udah mau jam masuk, nih. Nanti telat lho. Nggak mau di hukum, kan?"
Ify melirik Rio sinis, "Bukan berarti gue udah nggak marah ya sama lo."
Rio mengangguk lalu bergerak mengikuti langkah Ify menuju mobilnya. Ketika tangan kanannya terulur ingin meraih handle pintu mobil, Ify mendorongnya menjauh.
"Gue bisa sendiri."
Rio tersenyum kecil sambil melangkah mundur tapi masih tetap memperhatikan Ify. "Iya iya bisa sendiri," gumamnya pelan.
Ify menyipitkan matanya seraya melirik sinis, "Apa?" sentaknya.
Rio terkekeh pelan seraya menggeleng, lalu mengulurkan satu tangannya. "Buruan naik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita (New Version)
Teen FictionIfy menyukai Rio, tapi Rio tidak. Meskipun begitu, Rio selalu berusaha ada untuk Ify. Membuat Ify berharap tapi sadar bahwa Rio sedikitpun tidak memberinya harapan.