Ify masih dalam mode ngambek sama Rio. Jadi sudah dua hari ini dia berangkat dan pulang sekolah bareng Cakka. Dan hal itu cukup menyiksa batin Ify sendiri. Karena meskipun dia terang-terangan menunjukkan rasa kesalnya pada Rio, pemuda itu tampak tak peduli. Buktinya dia tidak ada inisiatif untuk membujuk Ify. Ah iya, Ify harusnya sadar diri sih kalau kehadiran seorang Ify itu tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi seorang Mario.
"Gue yang ngambek kenapa gue yang kesiksa sendiri, sih?" Keluh Ify frustasi.
"Karena perasaan lo juga sendiri."
Jahat nggak, sih? Walaupun benar tapi apa HARUS SEJELAS ITU?
Ify menatap Agni sedih, kedua matanya berkaca-kaca dan siap tumpah. "Lo jahat banget, Ag." Katanya dengan ekspresi dramatis.
"Lebay lo." Cibir Agni kembali membaca novelnya.
"Ih Agni maah orang ceritanya gue lagi sedih jugaa."
Shilla terkekeh lalu menyuapkan sebutir bakso dan Ify langsung membuka mulutnya kemudian mengunyah bakso itu dengan nikmat. "Makan yang banyak, berjuang sendiri tuh butuh tenaga ekstra."
"Kayaknya gue beneran nggak ada harapan banget iya nggak, sih?" Gumamnya sambil menguyah. Lalu membuka mulutnya lagi karena Shilla kembali menyuapinya.
"Gue bersyukur banget kalau lo beneran sadar sama apa yang lo bilang barusan, Fy."
Ify berdecak kesal menatap Shilla dengan mulut penuh yang masih mengunyah. Membuat Shilla menahan senyum karena gemas melihat ekpresi Ify. Pantas saja Cakka dan Alvin suka sekali menjahili gadis ini.
"Lo nggak bisa apa, bilang sesuatu yang nggak bikin gue sadar sama kenyataan."
"Janganlah. Masa iya gue biarin lo ngehalu mulu."
Shilla kembali menyendok bakso Ify kemudian menyuapkan lagi ke pemiliknya. Ify mengatakan tidak lapar terus sejak tadi. Tidak mau makan juga. Tapi Shilla tetap memesankan gadis itu makan. Sambil makan, Shilla menyuapi Ify seraya mendengar keluhan gadis itu. Shilla tahu kebiasaan Ify jika merajuk pasti susah makan. Tapi, tidak menolak jika di suapi. Setidaknya itulah yang Shilla pelajari bagaimana Rio menghadapi Ify ketika marah.
"Masih ege!" Protes Ify masih sambil mengunyah.
Shilla terkekeh lalu melihat Ify yang sudah mengunyah ia kembali memberikan suapan. Dan ini terakhir karena satu mangkuk bakso Ify sudah habis.
"Nih minum." Shilla menyerahkan segelas air putih yang sengaja ia pesan untuk Ify minum obat.
"Aaaaa kangen Rioo," rengkenya kemudian. Melihat bagaimana Shilla menyiapkan beberapa obat dari pouch yang ia bawa membuatnya teringat pada pemuda itu.
"Tapi dia nyebelin bangeett."
"Ya udah sih. Inget-inget aja yang nyebelin. Biar kangennya hilang." Shilla menyerahkan obat yang sudah ia siapkan pada Ify.
Ify meminumnya dengan cepat karena tidak suka dengan tatapan beberapa anak yang sengaja atau tidak sengaja mengarah padanya.
"Nggak bisa. Karena yang nyebelin itu yang justru bikin kangen."
"Ya udah, baikan aja kalau gitu."
"Gimana mau baikan, doi aja dua hari ini nggak ada nyamperin gue. Nggak ada niatan minta maaf juga."
Shilla menghela sabar. "Emang masalahnya apaan sih? Lo kenapa bisa marah sama dia?"
"Dia nggak mau jawab pertanyaan gue."
Shilla mengambil tisue di tempatnya, "Pertanyaan apa?" Lalu mengusap sudut bibirnya yang terasa lengket karena sisa kuah bakso.
"Malam rabu kemarin kan Rio nggak ada di rumah. Terus gue chat nggak di respon. Gue telepon nggak di angkat. Gue paginya nanya, dia kemana? Dia bilang ke rumah temennya. Gue nanya lagi, temennya siapa? Gue kenal nggak? Cewek apa cowok? Rio cuma bilang enggak. Kan gue kesel!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita (New Version)
Teen FictionIfy menyukai Rio, tapi Rio tidak. Meskipun begitu, Rio selalu berusaha ada untuk Ify. Membuat Ify berharap tapi sadar bahwa Rio sedikitpun tidak memberinya harapan.