10 |

222 15 16
                                    

Langkah Kevin melambat. Ditangkapnya sosok gadis dengan seragam yang cukup ia kenal itu tengah duduk seraya menyentuh papan dengan nama Keva yang tampak memudar.

"Ngapain lo di sini?"

Gadis itu tak menoleh. Bola mata hitam itu hanya bergerak sampai ekornya. Meski ia tak mampu menangkap jelas sosok lelaki yang tengah berdiri tak jauh di belakangnya, ia jelas tahu siapa pemilik suara berat tersebut.

"Gue cuman mampir."

Kevin lantas memutar bola matanya malas. "Lo nggak cape gangguin adek gue?"

Nayla pun menghela napas. Ia lantas berdiri dan berbalik menatap Kevin yang menatapnya dingin.

"Sampe kapan si Kev lo mau kaya gini?"

"Sampe gue bisa buktiin kalo lo udah bela orang yang salah."

Nayla lantas mendengkus. "It's been two years." Gadis itu mengedikkan bahu samar. "You still find nothing, I guess."

"Who knows."

Kevin menatap gadis itu lurus. Sedikit muak berhadapan dengan gadis yang terus saja bersikeras membela bekas sahabat dekatnya.

Untuk ke sekian kalinya, Nayla menghela napas. "Gue tau ini sulit buat lo terima. Gue tau ini nggak gampang. Tapi lo harus tau, kapanpun lo butuh, gue sama yang lain bakal tetep ada buat lo. Gue bahkan terus berharap kalo kita bisa sama-sama lagi kaya dulu. Gue yakin ... " Nayla menoleh, menatap gundukan tanah itu sendu. " ... Keva pasti juga nggak pengen lo terus-terusan hidup dengan dendam yang lo bawa."

Kevin mendecih. Senyum miringnya tersungging. "Gue yakin Keva lebih pengen hidup orang yang udah ngebunuh dia menderita."

"Kev-"

"Shut up!" Kevin menyela. "Gue nggak butuh lo ceramah di makam adek gue."

Bibir Nayla terkatup. Ia tahu Kevin hanya seorang kakak yang merasa kehilangan adiknya. Tapi jujur ia pun cukup lelah karena terus bersikeras membuat persahabatan mereka kembali. Ia pun lelah karena terus berusaha meyakinkan bahwa ia pun sangat peduli terhadap lelaki berperawakan tinggi dengan paras yang cukup rupawan itu.

Tanpa sepatah katapun, Nayla pun bergegas pergi, meninggalkan Kevin yang tak sedetikpun menunjukkan keramahan padanya.

"By the way gue pacaran sama Keisha."

Untuk sesaat, langkah Nayla sempat terhenti. Gadis itu menggigit bibir dalamnya. Netranya pun mulai tampak berair. Ia sungguh jelas tahu siapa Keisha yang tengah Kevin maksud. Tetapi bukan itu yang Nayla sayangkan. Nayla hanya kecewa karena Kevin pun sepertinya memang sengaja memberitahunya hanya untuk balas menyakitinya di saat Kevin jelas tahu perasaan Nayla terhadapnya.

Nayla tak membalas. Tanpa berbalik, ia bergegas kembali melanjutkan langkah, menganggap bahwa tak ada apapun yang baru saja ia dengar.

🌱🌱🌱

Keisha berjalan menyusuri koridor dengan riang. Senyumnya mengembang, membuat pipinya pun ikut tampak menggembung lucu. Kedua tangannya erat memegang tas punggung yang tengah ia pakai. Pagi ini langkah kecil itu tak membawanya ke kelas 12 IPA, tetapi justru ke kelas 12 IPS.

Sesampainya di depan kelas, kepalanya memiring, berusaha mengintip untuk memastikan bahwa Kevin telah tiba di kelas. Tetapi nihil. Kevin tidak ada di sana. Bibirnya refleks mengerucut. Ia pun memutuskan untuk berbalik dan menunda keinginannya. Mungkin ia akan kembali mencoba menemui Kevin di jam istirahat pertama nanti.

"Eh?"

Meski sedikit terkejut, pada akhirnya Keisha tetap tersenyum lebar. Lelaki yang sejak tadi ia cari rupanya sudah berdiri di belakangnya dengan rambut yang sedikit berantakan. Menyadari itu, senyumnya seketika memudar.

My Lovely FuckboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang