Taman, latar tempat yang menjadi pembuka cerita ini. Ntah apa yang membuatnya menginjakkan kaki di sini, yang jelas hanan sangat malas untuk bertemu papanya yg baru saja pulang dari luar kota. Suasana disini sepi, sangat sepi, hampir tidak ada tanda-tanda kehidupan, hanya ada suara jangkir dan...
"langkah kaki? tunggu, siapa itu?" pikirnya dengan perasaan takut serta was was yang menyelimutinya, duh! tau begini dia lebih memilih pergi ke kafe.
Dengan perasaan campur aduk nya itu, hanan menoleh. Memeriksanya perlahan, tepat saat itu juga rasanya hanan ingin teleportasi dari sini ke tempat yang lebih ramai. bagaimana tidak? saat hanan melihat seorang remaja_yang mungkin lebih muda darinya_ sedang melihat kearahnya dengan tatapan polos, senyum manis yang mengembang, kepalanya yang ia miringkan sedikit dan tangannya yg melambai kearah hanan.
Oh no... begini saja sudah membuatnya takut, apalagi jika anak itu membawa senjata tajam seperti, kampak misalnya? tolong siapapun bawa hanan pergi dari sini.
"Hai?"
"Eh, jangan deket deket! pergi lo, ini udah malem anak kecil ga boleh keluyuran malem malem, sana pergi hush hush."
"Apaan dah? kita sama sama kecil kali, bahkan kayanya gue lebih tinggi dari lo." Hanan mengernyit. Tunggu, apa? masa seorang hantu bisa pakai bahasa gaul dan se menyebalkan ini.
"Kenalin, nama gue Ravindra Dirgantara Yanuar. Panggil aja Dirga atau kalau mau panggil sayang juga boleh. Nama yang bagus kan? iyalah, orangnya aja se ganteng ini. Nama lo siapa?" Dirga menjulurkan tangannya pertanda ingin kenalan.
Oke, ternyata yang di depannya ini bukan hantu melainkan bocah tengil yang sok sok an dan sedikit belok?. "Najis, gue ga belok ya. Gue Hanan, Ezhardy Mahananta." Hanan menerima uluran tangan Dirga.
Dirga tertawa. "hadehh, daritadi sensi mulu sama gue. kenapa sih?" Dirga mendekat, duduk tepat di samping hanan.
"Ya gimana ga sensi anjing, lo dateng dateng udah kaya boneka chucky tau ga pake senyum senyum gitu, senyum lo creppy sialan."
"Heh, udah malem. Jangan bahas gituan apalagi sambil ngomong toxic, kalau itu boneka denger terus nyamperin lo gimana? gue sih gamau bantu ya, mending lari." Hanan mendengus saat merasa hawa di sekitarnya kembali membuatnya merinding karena mengingat boneka itu, ngeselin emang si Dirga.
"Lo emang anjing ya, kaya jelangkung tau ga. Dateng dateng sksd."
"Hehe, ya gapapa dong?! kan sekarang kita udah temen-eh ngga ding, sahabatan maksudnya." Ujar Dirga dengan senyum mengembang.
Hanan ingin protes, tapi melihat senyuman tulus itu ia jadi tak tega. Lagi pula dia juga malas ribut "Iya deh iya terserah lo."
"Lo lagi ada masalah ya?"
"Sok tau, ngga tuh."
"Ya kalau ngga ngapain lo malem malem ada di sini sendirian? orang normal mah jam segini waktunya tidur, istirahat."
Hanan mendelik tak terima. "Apaan?!? lo nuduh gue ga normal gitu?!? lagian lo juga sendirian kan kesini, lo juga ga normal dong. Sadar diri cill"
"Ya ga gituu hanannn, maksudnya kenapa lo milih sendiri disini malem malem dari pada tidur di kasur yang jelas jelas lebih nyaman, lebih empuk, dan lebih hangat."
"Hm, ya gitu deh. Gue lagi males pulang, papa gue baru aja pulang dari luar kota. Gue males ketemu dia, bawaannya berantem mulu soalnya, masa gue yang masih sma gini udah disuruh ngurus perusahaan dia."
"Loh, bukannya bagus? kan jadinya kalau lo lulus sma lo bisa langsung kerja sambil kuliah. Itung itung sukses di usia muda."
"Tapi gue ga suka diatur atur gitu dir. Gue lebih suka sama hobi gue, tapi papa ga pernah sama sekali dukung gue." Hanan mengalihkan pandangannya kearah langit malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzlē piece'𝑆
Teen Fiction❝Perihal mereka, layaknya potongan puzzle yang dipertemukan semesta untuk membuat rumah singgah. Membongkar satu persatu luka, bersatu mencari sembuh. Mampu kah mereka menjaga masing-masing nya dan menjaga agar tak ada ruang kosong di dalamnya?❞