Waktu Mundur

105 20 5
                                    

Sunyi memasuki rumah setelah mencari kunci pintu yang disimpan di bawah pot bunga. Sulit, karena pot bunga di teras rumahnya ada lebih dari 10 buah tersusun rapi berbaris. Seingatnya Ibunya selalu menyimpan kunci di bawah pot ke-3 dari kanan, namun hari ini sang ibu meletakkannya di pot urutan ke-9. Perubahan yang cukup jauh. Sunyi jadi penasaran apa yang membuat ibunya meletakkan kunci sejauh itu? Apa mungkin selama Sunyi kuliah, rumah ini pernah kemalingan? Sunyi akan menanyakannya nanti.

Sunyi memasuki rumah dan memandangi tiap ruangan, masih sama sejak terakhir ia meninggalkan rumah ini sekitar 2 tahun yang lalu. Ibunya sempat bilang akan membeli sofa dan mengganti beberapa furnitur. Tapi sepertinya belum direalisasikan. Gadis itu berjalan menuju dapur untuk mengambil minum. Sunyi merogoh saku untuk mengambil telepon pintarnya, mengabari Rumi jika ia sudah sampai di rumah dengan selamat.

"Loh?" Gadis itu mendadak panik saat tidak menemukan ponselnya di saku. Sunyi jelas ingat bahwa ia menaruh ponselnya di sana. Gadis itu buru-buru membongkar tas ranselnya untuk mencari ponsel dengan case berwarna hijau sage. Ia semakin panik saat tidak menemukan ponsel itu dimanapun.

"Hah? Masa ilang? Haaa! Kemanaaaa???" Sunyi masih berusaha mencari keberadaan benda persegi yang pas di genggaman tersebut. Makin dicari makin panik pula dirinya karena tidak kunjung menemukannya.

"Apa hilang di bus ya?" Sunyi mengingat-ingat kejadian di bus tadi. Tapi sialnya dia malah tidak mengingat apapun. Padahal Sunyi tadi tidak tidur selama perjalanan, atau ia sempat tidur sebentar ya? Aduh, Sunyi benar-benar lupa. Gadis itu berlari keluar rumah, hendak menuju ke terminal bus. Mungkin saja ia bisa mangadukan keluhannya dan pihak bus akan membantu menemukan ponselnya.

Saat Sunyi sudah di luar dan memakai sepatu, ia melihat keluarganya berjalan dari arah ladang, sepertinya mereka sudah selesai panen. Wah cepat juga.

"Sunyi! Udah pulang kamu?" Ibu setengah berlari menghampiri. Sunyi mengurungkan niatnya untuk pergi, memilih menyambut ibu dan ayahnya.

"Iya, bu." Gadis itu menyambut pelukan sang ibu. Ibunya tampak kelelahan tapi tidak berkeringat mungkin karena cuaca yang mulai mendung dan udara dingin menghambat keringat keluar.

"Ibu kok udah pulang. Kata Pak Agas panen. Cepet banget"

"Iya udah selesai. Mau kemana deh kamu? baru nyampe? Masuk ayok. Adekmu belum pulang." Ayah ikut masuk ke dalam obrolan. Setelah memeluk Sunyi. Ayah dan Ibu menyuruhnya kembali masuk rumah.

"Itu hp Sunyi ilang. Kayanya ketinggalan di bus deh. Sunyi mau ke terminal rencananya, mau bikin pengaduan barang hilang. Kali aja hilangnya di bus." Sunyi menjelaskan, anak itu kembali memakai sepatunya yang berwarna putih, sudah kotor akibat jalanan becek penuh genangan air dimana-mana. Sedikitnya Sunyi menyesal memakai sepatu putih ini.

Ayah dan Ibu saling pandang, menatap Sunyi bingung. "Dek, hp kamu kan udah rusak bulan lalu. Masuk ke sawah kan? Kemasukan lumpur. Udah gak bisa dipake." Itu Ayah. Sunyi memandang Ayah bingung.

"Hah?"

"Iya, orang Regas yang bawa ke kota buat dibenerin ternyata gak bisa." Ibu menambahi, Sunyi semakin mengerutkan alisnya. Sesungguhnya ia tidak tau apa yang dibicarakan kedua orang tuanya karena hpnya masuk sawah? Kemasukan lumpur? Rusak bulan lalu? Maksudnya apa? Jelas-jelas bulan lalu ia tidak di rumah dan menghabiskan waktu mengerjakan UAS yang susahnya bukan main. Bagaimana mungkin ia punya waktu main-main ke sawah sampai merusak handphonenya.

Sunyi mengingat jika ini adalah tahun 2023. Ia akan memulai semester 3 habis liburan ini. Ia datang ke kampung untuk menghabiskan masa liburan dengan membantu kedua orang tuanya panen. Setidaknya itulah yang ada di ingatan Sunyi.

Suara langkah kaki kembali mendekat dan itu adalah adik laki-lakinya yang pulang. Sunyi hampir pingsan saat melihat sang adik lelakinya yang kembali mengecil atau memendek? Sunyi tidak tau. Seharusnya dia SMA kan?

PancarobaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang