Anton menatap ragu mie instan cup di hadapannya. Asap masih mengepul dan aroma yang kuat yang langsung menusuk hidung tak segera membuatnya ikut tergiur untuk menyantapnya, seperti apa yang sedang Emran lakukan. Ia tak ingat sudah berapa banyak mie instan yang ia makan belakangan ini. Hampir setiap jam makan, perutnya ia isi dengan mie instan.
Apa ini akan aman?
Sebelumnya, Anton bahkan sangat jarang menyentuh makanan pupoler itu. Walau ragu, Anton tetap tak bisa membiarkannya begitu saja.
Saat Emran datang menjemputnya di sekolah, cuaca memang sudah tidak bagus. Butiran air mulai saling menyusul berjatuhan. Melihat wajah kesal Emran, Anton jadi semakin tak enak padanya. Jika tau akan begini, sepertinya akan lebih baik jika saja dirinya pulang sendiri dan mencari kendaraan umum. Terlebih, yang Emran gunakan untuk menjemputnya adalah motor.
Apa yang harus dilakukan? Hujan ternyata semakin turun dengan deras. Emran yang tak ingin bajunya basah karena guyuran air, akhirnya memilih melimpir ke minimarket untuk berteduh.
"Gak usah!" Emran berucap saat Anton bangkit untuk membayar dua cup mie instan dan dua botol minuman yang sudah mereka habiskan. Lelaki itu bangkit dan mendahului Anton yang masih berdiri di tempatnya.
Sungguh! Ini yang membuat Anton semakin canggung saat berhadapan dengan Emran. Orang itu sangat dingin dan tak mudah berbicara padanya, lantas saat dia berbuat baik padanya seperti ini, membuat Anton ragu hanya untuk mengucapkan terimakasih.
"Makasih, kak" Ucapan Anton yang pelan, entah terdengar atau tidak oleh Emran.
🦕🦕🦕
"Kenapa gak nunggu sampe hujannya berhenti dulu?"
"Nunggu!? Sampe kapan? Sampe lo wisuda!?"
Anton hanya diam saat kedua saudara tak terikat darah itu beradu mulut di hadapannya. Mereka masih berada di ambang pintu dengan baju yang basah saat Sadio mengomel pada saudara tirinya.
"Ambilin handuk! Lo, malah ngomel yang diduluin!" Emran mendorong bahu Sadio mundur setelah keduanya saling melakukan kontak mata yang tajam beberapa saat. Gemelatuk gigi Anton yang baru Sadio sadari yang pada akhirnya membuat ia mau tak mau menuruti apa yang Emran pinta.
Emran kira menerobos hujan sedikit saja tak akan membuat dirinya sampai sebasah ini. Sebab menunggu hujan sampai benar-benar reda, rasanya tidak mungkin. Kecuali jika Emran mau pulang agak larut.
Sementara Anton, dalam hatinya ia merutuk sendiri. Kenapa Emran malah membawanya ke rumah lelaki itu? Anton tidak memiliki rencana yang bagus untuk pulang sekarang juga. Hari yang sudah malam dan hujan yang masih belum mereda membuat dirinya tidak memiliki pilihan selain hanya pasrah dan diam di rumah Sadio.
Setelah Sadio memberikan salah satu baju hangatnya untuk dipakai Anton, ia menggiring Anton menuju ruang makan. Sadio menjadi sedikit kesal saat Anton sempat menolak untuk makan malam di rumahnya.
Ikut makan malam bersama keluarga orang lain tentu Anton merasa sangat canggung dan membuat pergerakannya di meja makan terasa begitu sempit dan terbatas. Apapun yang ingin Anton lakukan membuat kepalanya harus berpikir dengan keras dan hati-hati. Bahkan hanya untuk mengambil sebuah gelas dan menuangkan air yang berada di tengah meja saja Anton harus berpikir bagaimana rupa gerakan yang harus ia lakukan agar tak membuat yang lain terganggu dan memancing perhatian.
"Makan yang banyak, biar gak jajan sembarangan."
Itu suara Ayah..
"Kalo masakan ibu kurang enak, besok yang masak Ayah."
Tak pernah Anton bayangkan dia akan merindukan masakan ibunya sendiri seperti ini..
"Yang masak Ayah, Ibu berarti kerja gantiin Ayah. Deal?"
"Emang boleh kayak gitu?" Anton tetap bertanya meski ia tau apa yang kedua orang tuanya bicarakan hanyalah candaan. Tawa yang lebar dan manis tanpa suara itu, Anton tunjukan saat kedua orang tuanya saling menatap dan tertawa kecil.
Kilasan ingatan itu rupanya masuk ke dalam ingatan tanpa bisa Anton hapus saat itu juga.
Stop, ia tidak boleh menangis disini!
Srrt...
Air berhasil ia tahan untuk tak keluar dari matanya, tapi tetap hampir turun lewat hidung. Meski menunduk, tapi Anton sadar Sadio yang duduk di sampingnya menoleh.
"Abis makan nanti minum obat, ya." Ternyata Sadio mengira Anton terserang flu sebab tubuhnya yang diguyur hujan sore tadi.
🦕🦕🦕
"Sonnie-Sonnie, gue Sonnie."
Pada hari pertama, Anton sama sekali tak berinteraksi dengan orang lain di sekolah. Tetapi dihari ketiga, seseorang dengan antusias memperkenalkan diri padanya. Anton baru melihat anak itu di kelasnya hari ini, tetapi sepertinya dia bukan siswa baru.
Sonnie itu sepertinya seseorang yang mudah berteman dan ceria. Senyumannya tak hilang sedikitpun saat dia terus mengoceh dan mencoba untuk membuat Anton yang pendiam dan pemalu berbicara padanya.
Saat dirinya pertama kali mendengar kabar tentang seseorang baru yang berasal dari Amerika berada di kelasnya, ia berekspektasi laki-laki itu akan satu tipe dengan Shelden, cowok cool dengan gaya swag berperilaku songong yang menjadi teman baiknya.
Tapi ternyata tidak. Si anak Amerika itu malah terlihat seperti seorang pangeran polos dari negeri dongeng jika menurutnya. Dia tinggi, putih, tampan, dan manis. Shelden itu bukan lelaki yang manis imut seperti anak baru itu. Ternyata Shelden masihlah berada di posisi pertama sebagai orang swag kenalannya.
"Gimana sekolah di sini?" Sonnie tetap berbicara walaupun dengan topik seadanya. Ia benar-benar ingin berteman dan akrab dengan Anton yang sangat mengagumkan dimatanya. Sampai harus menetap di kelas meski teman-temannya yang lain sudah mengajaknya ke kantin.
🦕🦕🦕
To be continue..
Sonnie
KAMU SEDANG MEMBACA
Light Of Life || Anton RIIZE✅
Fiksi RemajaKisah Lucio Anthony yang memiliki keterkaitan dengan Romeo & Juliet dalam hidupnya.. *menjauh dari cerita saya jika niat anda buruk!!* p(╬ Ò ‸ Ó)q *DON'T COPY MY HARD WORK!!* ⋌༼ •̀ ⌂ •́ ༽⋋