Chapter 1

15.7K 150 4
                                    

.

.

.

.

Nicholas J. Harvey, memijat pelan pangkal hidungnya sesaat setelah sekretarisnya pergi meninggalkan ruangan dengan kabar yang tidak mengenakan untuk didengar. Kebakaran salah satu tambang minyaknya di Lebanon membuat perusahaan merugi cukup banyak meski tidak sampai membuat Harvey Company kehilangan 0,01% pendapatannya. Namun, Pria matang itu tidak pernah melewatkan peluang dan uang, sehingga berita itu cukup membuatnya merasa agak pening.

Dalam karirnya, yang setiap tahun menanjak seperti roket dan tidak pernah mengalami kemerosotan dengan harga saham yang kian meningkat, informasi yang dibawa wanita konvensional tadi mampu membuat Nicholas seakan-akan menabrak gunung es yang seolah siap menenggelamkan kapalnya. Kabar buruk itu nyaris membuat Nicholas terserang vertigo ringan.

Walaupun kerugian perusahaannya tidak seberapa dibandingkan kekayaannya, pria adonis itu tetap saja merasa sedikit terguncang.
Nicholas adalah raja, raja bisnis berdarah dingin. Dirinya tidak pernah mengalami kegagalan dalam hal apapun. Nicholas mendapatkan apapun yang ia inginkan.

Pria dengan predikat Hot Miliuner tiga tahun berturut-turut versi majalah Forbes itu, merupakan pria matang berusia 32 tahun yang diincar semua wanita. Namun, Nicholas tidak pernah tertarik menjalin hubungan lebih dari satu malam yang memuaskan dengan wanita manapun. Tidak untuk kapanpun, sepertinya.

"Siapkan penerbangan ke Lebanon malam ini, Bernetta! Secepatnya!" ucapnya setelah menekan tombol penyerentanya di atas meja.

Nicholas bangkit menuju pintu keluar. Ia tidak perduli dengan penampilannya yang agak kurang rapi-kemeja hitamnya dilipat hingga siku dan kerah yang tidak terkancing dengan sempurna, sedikit menunjukkan tato di dada bidangnya. Pria liar yang bermahkota.

Setelah beberapa saat menunggu kesiapan capung besi pribadinya siap lepas landas, akhirnya Nicholas menaikinya juga dengan wajah datar seperti biasanya. Angan-angannya masih saja berburu isi kebun binatang yang tidak ada habisnya.

"Maafkan saya, Pak." Bernetta berdiri dengan kaki yang ditahannya untuk tidak gemetar. Perempuan itu tidak seharusnya mengganggu seorang Nicholas J. Harvey yang sudah di ujung tunduk.

"Kau tahu aku sedang tidak ingin diganggu, Bernetta yang baik." Geraham Nicholas bergemeletuk menahan amarah.

"Ta-tapi, Pak ... Ini darurat. Seseorang ... Maksud saya seorang wanita diduga menjadi penyebab kebakaran itu, Pak. Dan ... Dan bersama putranya terlihat di lokasi tambang sekitar setengah jam sebelum kejadian," jelas Bernetta menggigil. Dia terlalu takut mengatakan kebenaran yang sesungguhnya, bahwa putra wanita itu terlihat seperti bos angkuhnya. Duplikat mini-nya.

Nicholas menggeram. Kepalanya terasa semakin pusing hingga membuatnya nyaris menghantam jendela pesawat. Seorang wanita? Mencoba bermain-main denganku, apa dia punya otak?

Seumur hidupnya, Nicholas belum dihadapkan pada seseorang yang berani menantangnya. Lalu, ia sekarang menemukan orang itu yang tidak lain hanyalah seorang wanita. Wanita-teman bermainnya di ranjang.

Sialan!

Nicholas mengusap wajahnya, mencoba merilekskan urat-urat wajahnya yang mengencang sejak siang tadi. "Bernetta, aku menginginkan informasi tentang wanita itu."

"Sudah di sini, Pak," ucap Bernetta.

Nicholas menatap Bernetta sekilas, begitu kaget ketika sekretarisnya itu sudah mewanti-wanti apa yang diinginkannya. Lalu, menyiapkan semuanya tanpa dirinya minta.

Bernetta menyerahkan dua lembar kertas dan sebuah foto kepada Nicholas. Kemudian, menghela napasnya pelan. Dia begitu lega karena bertindak begitu cepat setelah tahu siapa pelaku kebakaran kilang minyak bosnya. Namun, perasaan leganya menguap secepat kilat setelah Nicholas menatap selembar foto begitu intens. Bernetta kembali memucatkan wajahnya.

'Oh, astaga!'

"Siapa anak ini?"

Bernetta meneguk ludahnya yang terasa serat di kerongkongannya. Suaranya tercekat di kerongkongannya yang mengering. "Dia pu-putra-"

"Kau mau bilang dia putraku, Bernetta? Omong kosong macam apa ini?" erang Nicholas.

Bernetta tidak menjawab. Mulutnya benar-benar mengering seketika. Kalau boleh berbicara terus terang, wanita itu ingin mengajukan surat pengunduran dirinya sekarang juga. Lalu, mengadu pada suaminya yang tengah cidera dan menyuruhnya untuk segera mengambil kembali posisinya. Ini baru seminggu lebih dua hari dia bekerja dan Nicholas J. Harvey bersikap seperti banteng yang siap menyeruduknya kapan saja.

"Jawab aku, Bernetta!"

Menghela napas lagi, Bernetta mengumpati bosnya secara brutal dalam otaknya. 'Oh, sudah cukup! Maafkan aku, Sayang, tapi bos angkuh ini membuatku muak. Semoga kau lekas sembuh dan segera carilah pekerjaan lain.'

"Bernet-"

"Apa kau buta, Harvey? Kau tidak lihat? Atau aku perlu melakukan tes DNA sekarang juga? Keparat! Persetan kau bos suamiku atau bukan. Sekarang kita berada dalam pesawat bukan kantor. Jadi, biarkan aku mengumpat mu atau meninju mu atau bahkan membuang mu keluar dari pesawat sialan ini!"

"Bernet-"

"Sudah cukup! Aku muak. Silakan pecat aku dan suamiku. Aku kasian padanya yang harus bekerja kepada orang sepertimu. Bajingan! Keparat! Sialan! Menghamili seorang wanita, lalu berlagak sok tidak tahu. Aku tahu, kau akan merepotkan ku sebentar lagi. Tidak bisakah kau amati saja foto itu atau biarkan pilot tampan di sana memutar balik pesawat ini dan mendarat di atap rumahmu, lalu ambil album masa kecilmu dan bandingkan wajah kalian!" cerocos Bernetta tanpa ampun.

Nicholas mengerjapkan matanya pelan untuk mengurangi rasa terkejutnya akan perubahan sikap sekretaris sementaranya itu. Ia mengenal Bernetta seperti ia mengenal suaminya-Andrew. Sepasang suami istri yang agak menyebalkan jika dalam situasi tidak tahan menghadapi sikapnya.

Nicholas mendengus. Matanya sekali lagi mengamati foto di tangannya. Ia seharusnya tidak perlu bertanya atau memerintah Bernetta, kerena foto itu sudah jelas-seorang wanita bermata hazel tengah bersamanya versi anak 4 tahunan. Ia juga harusnya tidak perlu memusingkan siapa anak dalam foto itu. Karena pada kenyataannya dia tidak pernah merasa melakukan hubungan seks tidak aman tanpa melibatkan benda karet yang selalu ia bawa kemanapun.

"Lupakan omong kosong ini, Bernetta. Aku butuh kejelasan tambang minyak bukan lelucon soal jalang yang membawa lari benihku. Pergi! Aku butuh informasi kerugian perusahaan kita. Dan kalau kau tidak sanggup, pulanglah! Setelah itu seret suamimu ke mari!" sergah Nicholas.

Bernetta melenggang pergi tanpa memberikan jawaban apapun. Perempuan itu merasa dongkol dan jengah menghadapi sikap Nicholas yang tidak pernah terlihat melunak dalam situasi apapun. Dia juga menyumpah serapah Nicholas dalam hati.

Sementara itu, walaupun eksistensi otak Nicholas sudah terkuras sepenuhnya oleh foto yang dibawa sekretarisnya, tetapi ia tidak serta merta bisa menunjukkannya pada siapapun. Nicholas memiliki cara sendiri. Ia hidup dalam segala kemenangan yang ia raih dengan kerja keras. Begitu pula dengan anak yang hadir secara tiba-tiba.

Jika terbukti anak itu adalah miliknya, maka keputusan Nicholas adalah mengambil miliknya kembali. Ia tidak pernah memikirkan hidup selibat dengan seorang wanita. Namun, penerus harus ia miliki. Kemunculan seorang wanita tengah bersama anak kecil yang mirip dengan pria itu, tampaknya semakin mempermudah keinginan Nicholas. Ia hanya perlu menyingkirkan sang wanita, lalu mengambil anaknya. Cukup mudah baginya untuk melakukan apapun yang ia mau.

Namun, Nicholas juga tidak pernah memikirkan kuasa Tuhan yang sanggup mempermainkannya. Ia tidak pernah memikirkan kalau wanita itu yang akan mengurungnya pada gairahnya sendiri.


Bersambung ...

Don't forget to follow me, guys, and I'll follow u back 🌚

Terjerat Gairah Tuan Harvey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang