.
.
.
.
.
Zarkhan menatap datar ke arah Americano-nya yang tinggal setengah. Meski begitu kemarahan tampak jelas di netra birunya. Kalau saja dirinya tidak melihat seorang Nicholas mengunjungi rumah teman istrinya, dia tidak akan berada di kafetaria menunggu pria itu selama sepuluh menit.
"Aku tidak menyangka kau masih menungguku, Abraham," ejek Nicholas yang baru saja tiba dan langsung menduduki kursi kosong di depan Zarkhan.
"Kau yang membawa Riftan?" tanya Zarkhan tanpa basa-basi yang terdengar seperti sebuah pernyataan. Dia sudah cukup sabar menunggu kehadiran seorang Nicholas dan tidak berniat memperlama pertemuan mereka.
Nicholas menatap culas. "Kau hanya ingin membicarakan sesuatu yang bukan urusanmu, Abraham?" tanyanya sinis.
Zarkhan tidak menjawab. Dirinya memikirkan bagaimana dia harus memberi tahukan masalah ini kepada istrinya, Parveen. Zarkhan tahu benar jika kedua perempuan itu layaknya saudari kandung. Bagaimana caranya mengatakan kepada istrinya bahwa temannya terlibat masalah dengan seseorang yang tidak bisa dirinya lawan? Yang lebih parah lagi istrinya akan menangis dan Zarkhan membenci air matanya.
"Kalau kau ingin tahu, Harvey. Wanita itu adalah teman istriku. Kau menyakitinya, secara tidak langsung kau juga akan menyakiti istriku," tukas Zarkhan tak kalah sinis.
Nicholas menyeringai. "Aa, aku lupa kau sangat mencintai istri rendahan mu itu hingga kau harus bertindak sejauh ini karenanya."
Zarkhan mengetatkan rahangnya, berusaha menahan diri agar tidak melabuhkan kepalan tangannya di wajah tampan Nicholas. Demi Tuhan, Zarkhan harus mati-matian untuk tidak melakukannya. "Jangan menghina istriku, Keparat!" desisnya.
Seringaian Nicholas semakin lebar. Ia sangat senang lawan bicaranya tersulut emosi. "Kau mencampakkan adikku hanya karena pelayan rendahan itu, Zarkhan. Dan aku tidak akan melupakan caramu mempermalukan keluargaku."
Zarkhan meradang. Bagaimanapun dia tahu kesalahannya cukup besar di masa lalu. Akan tetapi, tidak bisakah Nicholas melupakan semuanya? Tidak bisakah Nicholas untuk tidak mengungkitnya? Zarkhan sudah cukup lelah berurusan dengan orang-orang Nicholas yang sampai detik ini masih membencinya.
"Kau tidak tahu apapun, Nicholas. Lebih baik buat ini menjadi mudah, kembalikan Riftan dan pergilah," ucap Zarkhan. Dia tidak bisa membayangkan perasaan istrinya setelah tahu masalah ini nantinya. Dan tidak bisa dibayangkan lagi bahwa dirinya tidak bisa membantu apa-apa lebih dari ini.
"Kau mengatakan aku tidak tahu apapun. Benar. Yang aku tahu, Evelyn nyaris bunuh diri karena mu. Aku jadi semakin ingin membawa pergi putraku melihat kau juga ikut frustasi karenanya. Abraham, aku sudah cukup melunak dengan membiarkanmu hidup bahagia disini dan tidak menyeret wanita itu ke penjara. Jadi, sebaiknya kau tidak ikut campur lebih dari ini. Dunia tidak cukup sempit hingga aku harus berurusan denganmu yang tidak tahu diri," sinis Nicholas dengan tatapan mengancam ke arah Zarkhan.
Zarkhan terdiam. Dalam hati dia terus meminta maaf kepada istrinya. Zarkhan sangat tahu seorang Nicholas tidak akan pernah mungkin melepaskan apapun yang sudah dianggap sebagai miliknya. Zarkhan menyesali di antara jutaan anak di dunia, kenapa harus Riftan?
"Nicholas, aku akan mengatakan ini sebagai temanmu itu pun jika kau masih menganggap ku. Kau mungkin tidak tahu rasanya mencintai karena kau terlahir untuk dicintai. Sama seperti aku dulu, aku terlalu arogan dengan menganggap bahwa perempuan itu tidak lebih dari pemuas ranjang. Tetapi, Evelyn terasa berbeda, aku ingin menjaganya hingga tanpa sadar aku sudah merusak seorang gadis lain dan membuatnya hamil. Kau tahu, Nicholas, tubuhnya selalu terbayang nyaris setiap malam ketika aku menutup mata. Hingga dua bulan sebelum pernikahanku dengan Evelyn, aku melihat perempuan itu lagi bersama bayi mungil yang begitu mirip denganku.
"Aku merasa menjadi pria dan ayah terburuk ketika menemukan mereka tengah bekerja di sebuah kafe kecil. Kala itu, Shaira membantu istriku untuk bergantian menjaga putraku. Mereka terlihat bahagia meski kekurangan materi, Nicholas. Hingga aku berhasil menikahi istriku, Parveen memintaku untuk membantu Shaira. Wanita itu menjual rumahnya untuk membayar persalinan sepupunya. Dia menderita, Nicholas. Jika, kau mengambil Riftan darinya, apa yang tersisa dari wanita itu? Aku menceritakan ini agar kau tidak bernasib sama sepertiku. Setiap hari di setiap detiknya, rasa bersalah kian menghantuiku. Kau tidak akan tahu rasanya, karena kau tidak pernah mencintai. Nicho, jika kau memaksa ingin membawa Riftan, bawalah Shaira juga. Setidaknya wanita itu masih bisa melihat putranya. Mungkin kau bisa memperkerjakan Shaira sebagai pelayan di rumahmu atau apapun yang bisa dirinya kerjakan," tutur Zarkhan panjang lebar.
Zarkhan berharap dengan menceritakan tentang keadaan dirinya dulu bisa memuat pikiran Nicholas terbuka dan sedikit luluh hingga nanti ketika dia memberitahu istrinya, wanitanya itu tidak akan terlalu cemas lagi. Shaira juga mungkin tidak keberatan jika ikut dan bekerja sebagai pelayan di rumah Nicholas asalkan terus bersama Riftan.
Namun, pemikiran Zarkhan terlalu naif. Nicholas bukan seperti dirinya. Pria itu terlampau arogan dan tidak berperasaan. Tidak ada gunanya menceritakan semua itu kepada Nicholas. Karena pada kenyataannya Nicholas selalu berasumsi sendiri. Memiliki pemikiran sendiri bagaimana seorang Shaira Zhanafnier berusaha menguras kekayaannya dengan menjadikan Riftan sebagai senjata paling ampuh untuk melakukannya.
Nicholas sejak tadi terdiam seraya mendengarkan cerita Zarkhan, tidak berarti ia menyetujui pemikiran teman sekaligus rivalnya itu. Bagi Nicholas apa yang dirinya pikirkan adalah kebenaran dan semua yang akan ia lakukan pada Shaira, dirinya anggap sebagai pembalasan setimpal yang harus wanita itu terima
"Nicho, aku akan pergi. Kuharap kau memikirkan ucapanku. Selain itu, maafkan sikapku dulu atas Evelyn," ucap Zarkhan sambil lalu beranjak meninggalkan Nicholas yang masih terdiam.
Nicholas menatap punggung Zarkhan sekilas sebelum menaikkan sudut bibirnya. "Zarkhan, kita sama-sama berengsek tetapi bedanya kau terlalu dibutakan oleh wanita," desis Nicholas.
Nicholas memainkan ponselnya sebentar, lalu beranjak meninggalkan tempat itu. Di pintu masuk sudah terlihat Daniel dan tiga orang berpakaian hitam tengah menunggunya.
"Apa semuanya sudah siap, Daniel?" tanya Nicholas setelah berhasil duduk dengan nyaman di kursi belakang mobil mewahnya.
"Sudah, Tuan. Pesawat Anda sudah menunggu dan siap lepas landas setengah jam lagi," jawab Daniel yang duduk di samping kemudi.
"Riftan?"
"Mary sudah membawanya di dampingi dr. Veerzhan."
"Bagaimana dengan wanita itu?"
"Josh mengatakan, setelah Anda pergi Nona Shaira tampak berkemas dan menghubungi seseorang setelahnya. Sekarang, Nona Shaira sudah dibawa ke bandara, Tuan."
"Bagus. Setelah ini, urus pertambangan seperti sedia kala. Ketatkan keamanan di area tambang dan segera perbaiki pipa yang bocor. Aku tidak mau kejadian ini terulang lagi! Mengerti!"
"Mengerti, Tuan."
Daniel sesekali melirik Nicholas melalui kaca spion. Dia tidak menyangka memiliki seorang bos seperti Nicholas. Seorang yang begitu royal, tetapi terkadang sangat angkuh. Jelas itu semua karena Nicholas adalah seorang pebisnis berdarah dingin. Tentu saja pria itu tidak menerima sedikitpun kesalahan dalam pekerjaannya. Workaholic and jerk.
Bersambung ...
In Sya Allah aku bakalan up seminggu dua kali, Senin dan Kamis 🥺
Tapi, kalo aku punya kouta ya😭
Jangan lupa Vomentnya ya guys ya⚠️
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjerat Gairah Tuan Harvey
AcakShaira Zhanafnier tidak sengaja membesarkan anak laki-laki milik keluarga Harvey. Dirinya tidak pernah tahu jika putra yang ia tahu hasil hubungan gelap sepupunya adalah benih seorang Nicholas Jay Harvey, seorang multimillionaire asal New York. Shai...