Resign Aja

401 71 2
                                    

Haloo, masih ada orang? Maaf ya kemarin enggak upload😕

✨✨✨

"Aku jemput kamu ke tempat kerja kalau nanti udah pulang."

Aku mengapit ponsel diantara pundak dan telinga kanan. Karena kini masih mengerjakan beberapa tugas yang diberikan oleh Mas Cakrawala. "Boleh-boleh aja, emang kamu lagi free sampai bisa jemput aku segala?"

Begini loh, aku terbiasa untuk memaklumi kalau Regi itu sibuk banget bekerja. Aku sih enggak tahu-tahu amat jobdesknya sebagai polisi itu ngapain aja. Karena Regi juga enggak pernah ada cerita. Jadi kalau sesekali dia ada waktu buat aku, aku selalu nanya, apa dia bener-bener free buat datang atau cuma ngasih harapan enggak jelas aja.

"Hm, aku lagi free sekarang. Aku bisa jemput dan main sama kamu, sekedar makan malam. Sekalian mau lihat tempat kerja kamu itu kayak gimana."

"Oh boleh-boleh, kamu datang aja. Aku shareloc ya Yang lewat chat." Aku melirik Mas Haesan yang nampaknya kepo dengan percakapan kali ini. Mungkin dia bertanya-tanya, siapa sosok nun jauh di ujung telepon sana yang aku panggil 'sayang'.

"Oke, aku tutup teleponnya."

"Hm."

"Siapa?"

Tuh kan, belum aku menyimpan ponsel di atas meja kubikel, Mas Haesan sudah mengutarakan kekepoannya.

"Sesosok manusia Mas."

"Pacar ya?" tanyanya dengan raut yang sangat kepo.

Aku menganggukan kepala dan sesaat kemudian, raut wajah Mas Haesan nampak kecewa pada kenyataan yang baru saja aku ungkap.

"Ih udah punya pacar ternyata dia." Pura-pura kecewa, Mas Haesan langsung mengacak rambut frustasi.

"Aduh, aku geli banget deh Mas."

"Pacarmu nanti jemput?"

Kepo lagi ini orang. Kenapa sih?

"Ya begitulah, memang kenapa? Mau kenalan?"

"Boleeeh." Mas Haesan nyengir. Lagian ngapain juga sih dia mau kenalan sama Regi? Pasti bercandakan?

Tak lagi mengobrol dengan Mas Haesan, aku segera kembali menatap laptop dan mengerjakan beberapa tugas lain sampai waktu pulang datang. Tak menunggu lama dan amat sangat semangat, aku pun langsung memberesi barang-barang dan memasukan ke dalam tas.

Tapi seburu-burunya aku, tetap saja bisa tertinggal oleh cowok-cowok yang pada sat-set, pake jaket, ngambil tas dan nenteng helm ke ruang depan. Nampaknya lima sekawan itu sekarang sedang pada punya janji untuk makan bersama atau membahas sesuatu karena mereka serempak keluar. Hanya Mas Anjanu yang menungguiku untuk mengunci pintu kantor.

Saat melangkah dari pintu kantor menuju halaman, aku bisa melihat Regi yang keluar dari dalam mobil dengan stelan baju santainya.

"Aku pamit duluan ya semuanya!" Sembari melambaikan tangan, aku berjalan mundur selama beberapa saat ke arah Regi dan buru-buru masuk ke dalam mobil, takut kalau Mas Haesan bener-bener minta kenalan.

Saat sudah duduk di kursi penumpang samping kemudi, Regi tiba-tiba berceletuk, "Kamu cewek sendirian yang kerja di sana?"

Aku mengangguk tenang, pada awalnya aku pikir Regi cuma kepo. Karena itu aku enggak bereaksi secara berlebih-lebihan.

"Kamu enggak takut kerja sama cowok-cowok itu?"

"Enggak kok, mereka semua baik dan bekerja secara profesional. Jadi kenapa harus takut?"

"Mereka cowok yang bisa aja ngapa-ngapain kamu tahu." Regi mulai melajukan mobilnya dan menatap sinis ke arah spion beberapa saat.

Ya, menatap sinis pada kelima bayang laki-laki yang ada di sana.

"Kamu kok pikirannya buruk gitu sih. Mereka enggak mungkin macem-macem."

"Aku enggak tenang ngelepasin kamu kalau ternyata kerja di tempat yang kayak gitu." Regi kembali melayangkan protesan tidak terimanya.

Aku menarik napas dalam. Lelah karena seharian ini harus mengerjakan dan belajar banyak hal. Sekarang malah Regi membicarakan omongan yang tidak ada dasarnya. "Ada baiknya kita makan dulu enggak sih? Aku lapar banget."

"Kamu mau makan dimana?"

Dan untungnya laki-laki itu mudah untuk dialihkan. "Aku enggak tahu, tapi lagi pengen ramen. Disekitaran sini ada yang enak enggak ya?"

"Coba cari di g-maps."

Aku mengangguk dan mengeluarkan ponselku sesaat kemudian, mencari resto ramen yang enak.

^^^^^^^

"Sekarang bisa kita bicara kan?" tanya Regi pada aku yang baru saja menggeserkan mangkuk ramen yang sudah kosong. Ternyata semuanya masih berlanjut.

"Kamu mau bicarain apa?"

"Resign aja."

Aku tentu melotot mendengar permintaannya yang menggampangkan itu. Apa Regi tidak melihat perjuangan aku yang selama ini ke sana ke sini nyari kerja? Kan enggak mungkin sekarang langsung resign sesaat setelah beberapa hari kerja. Bahkan aku belum ngerasain uang gaji pertama dalam hidup.

"Aku enggak suka kamu kerja di tempat yang kayak gitu, Grey. Ada banyak lowongan di luar sana. Kamu cari aja yang terbaik, tapi jangan di sana. Cowok semua."

Terdiam cukup lama, aku mencoba menatap raut wajah Regi dalam-dalam.

"Grey, kamu tahu kan aku enggak lagi mencoba ngekang kamu, ngelarang kamu, tapi beneran, aku khawatir kamu dikelilingin sama cowok-cowok kayak gitu."

Bahkan Rama pun tidak sebegininya pas tahu aku kerja di bawah naungan lima cowok di kantor Andromeda.

"Ya seharusnya kamu tahu, betapa besar rasa sayang dan cinta aku sama kamu. Makannya aku ngungkapin hal ini. Dan ada baiknya kamu nurut aja. Aku janji bakalan bantu kamu buat dapetin kerja. Jangan sampailah Grey kamu dikotorin sama mereka, kerja di sana bisa jadi dipandang rendah sama orang lain. Apalagi mereka cowok semua."

Membasahi bibir bawah, aku pun tak bisa menahan diri untuk tidak menarik napas dalam. Ramen enak yang tadi ada di lambungku entah kenapa terasa naik kembali ke kerongkongan karena pembicaraan aku dan Regi yang terlalu berat.

"Masalahnya, aku nyaman kerja di sana. Karena mereka, Mas-Mas yang ada di sana sangat amat baik, sopan dan menghargai aku."

"Bisa jadi kan semua itu topeng. Kamu itu cewek yang polos dan enggak tahu dunia berjalan seperti apa, Greysa. Jadi ada baiknya, kamu selalu ada dibelakang aku, aku yang bantu ngatur semuanya untuk hidup kamu. Mana yang baik dan mana yang enggak. Dari dulu juga begitu kan? Buktinya apa? Sampai sekarang hidup kamu baik-baik aja loh."

Ya memang sih, biasanya aku membicarakan dan mencoba mengambil pemecahan keputusan atas saran Regi. Lelaki itu selalu bisa mengerti tentang mana keputusan terbaik bagiku. Hanya saja, yang satu ini cukup sulit.

"Nanti deh aku pikir-pikir." Dengan gerak cepat, aku menyesap ocha yang tersisa di gelas.

"Tuh kan, baru kamu kerja beberapa hari di sana, sikap kamu udah berubah. Biasanya kalau aku minta A, pasti langsung kamu kasih A." Nampak raut Regi badmood sekarang.

Duh, gimana ya? Padahal aku harap pertemuan kali ini akan berkesan. Secara kami berdua juga sudah lama tidak saling bersua.

"Please Yang, untuk kali ini aja. Aku kan harus mikir-mikir dulu buat kedepannya kayak gimana. Aku baru dapat pekerjaan loh setelah sekian tahun menganggur."

Regi tak menjawab sama sekali respon yang aku layangkan barusan. Mungkin laki-laki itu beneran marah.

Tahu begini, tadi aku larang saja dia untuk datang menjemput ke kantor.

SIAP, MAS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang