Part 2

16 10 0
                                    

12 Tahun yang lalu
Kenangan pahit yang kualami ini berawal saat aku berusia 8 tahun. Saat itu kami terbilang cukup dalam hal ekonomi, kami memiliki rumah, kendaraan pribadi serta sebuah perusahaan.

Awalnya semuanya baik-baik saja, kita bahagia dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh gelak tawa namun semuanya berubah saat apa yang telah di perjuangkan ayahku selama ini hancur tak tersisa, semua aset, rumah, serta kendaraan disita oleh bank karena perusahaan yang di bangun ayahku bangkrut disebabkan oleh seseorang yang menggelapkan uang perusahaan bahkan beberapa investor menarik diri dari kerjasama dengan perusahaan ayah sehingga membuat ayah tak dapat membayar gaji para karyawan.

Usaha yang dia bangun dari nol hingga berkembang seperti sekarang ini sangatlah tidak mudah, banyak tenaga yang terkuras untuk membangun semua itu namun hanya karena kesalahan satu orang saja membuat semuanya menjadi tidak ada artinya lagi, hal itu yang membuat ayah sangat terpukul. Kami terpaksa mengontrak dirumah yang agak sempit dan murah, setidaknya kami punya tempat untuk berteduh.

Mulanya ayah masih tetap berfikir positif mencoba melamar pekerjaan di sebuah perusahaan namun sayangnya lamarannya tidak diterima, bekali-kali dia mencoba untuk melamar pekerjaan di setiap perusahaan namun tetap gagal. 

Anehnya semua partner kerja yang dimilikinya, tidak ada satupun yang mau membantunya layaknya mereka tidak pernah saling kenal atau bahkan mereka sudah menunggu kehancuran perusahaan ayah.

Ibu pun turut turun tangan untuk membantu perekonomian kami dengan jualan kue dan setiap sepulang sekolah aku pun ikut membantu ibuku jualan. Dari penghasilan itu, ibu dapat membayar biaya sekolah serta uang kontrakan bulanan.

Perlahan-lahan sikap ayah semakin hari semakin berbeda seperti tidak memiliki semangat hidup lagi. Dia mulai tidak peduli dengan kami, dia mulai bersikap seolah semuanya sudah berakhir, perlakuannya pun semakin kasar dan suaranya kadang meninggi jika kemauannya tidak dituruti.

Sekarang dia hanya duduk santai dirumah dan menunggu ibu datang membawa uang untuknya. Uang yang dia minta ingin dipakai untuk berjudi karena menurutnya itu adalah hal tercepat untuk mendapatkan uang banyak dengan mudah namun sayangnya ayah selalu kalah dan uang yang dia ambil dari hasil penjualan kue tersebut habis dipakainya.

Saat itu dunia seperti tidak mendukung apa yang menjadi keinginan ayah. Tidak ada yang berjalan sesuai rencananya. Sikapnya semakin hari semakin tidak terkontrol, ibu pun mulai tidak sanggup dengan sikap ayah yang mulai kasar.

“Mas, tolong jangan bersikap seperti ini, kasihan Zea jika harus melihat kamu seperti ini terus.” Ungkap ibu berusaha menasehati ayah.

“Memang aku kenapa? hah? Kamu fikir mudah ngebangun semuanya dari nol? tapi apa? sekarang semuanya hancur berantakan.” Suaranya mulai meninggi dan menatap tajam kearah aku dan ibu.

”Kamu sekarang berubah semenjak perusahaan kamu bangkrut, kamu mulai bersikap kasar sama aku dan juga Zea. Aku nggak bisa terus-terusan melihat kamu jadi orang yang sangat berbeda dari yang aku kenal dulu, aku nggak mau kamu dengan mudahnya menyerah seperti ini”

“Terus kamu mau apa? Kamu kira aku nggak pernah coba sebelumnya? Aku sudah coba berbagai cara untuk bisa bangkit kembali namun apa? Semua yang ku anggap teman selama ini ternyata malah berkhianat sama aku, tidak ada lagi yang mau membantuku, membantu kita.”

Dengan suara pelan dan air mata yang mulai mengalir disertai suara isak tangis, ibu dengan berat hati mengatakan kalimat yang membuat ayah murka
“Kalau kamu seperti ini terus, lebih baik kita pisah”

“APA? PISAH? Hah…,” ayah tersenyum seperti tidak pecaya dengan ucapan ibu “setelah apa yang aku perjuangin selama ini dan sekarang aku hancur, kamu malah minta pisah sama aku? tidak, itu tidak akan pernah terjadi. Kamu akan tetap selamanya bersamaku, aku nggak akan pernah izinin kamu untuk pergi kemanapun, titik.”

“Nggak mas, aku akan tetap pergi. Ayo sayang kita pergi.” Ibu menarik tanganku dengan sangat kuat dan aku hanya menangis menyaksikan kejadian yang tak penah terjadi sebelumnya.

“NGGAK!! kamu nggak boleh kemana-mana” Ayah menarik tanganku dan juga ibu dengan paksa lalu mulai menampar ibu dengan keras dan mengurung kami berdua didalam kamar.

“Mas tolong lepasin aku,” ibu dan aku berusaha untuk melepaskan tangan ayah namun kami tidak dapat melawan “Ayah, sakit ayah, lepasin ayah, sakit.”

“KALIAN NGGAK BOLEH KEMANA-MANA!!” Murka ayah dengan menggembok kamar dan memaku jendela kamar agar kami tidak dapat kabur.

Kami hanya menangis sejadi-jadinya dengan apa yang terjadi karena kami pun tidak dapat melawan. Setiap hari kami seperti berada didalam di neraka, kami dipukul habis-habisan, di siram, dicambuk, dikurung dan luka lebam disekujur tubuh.

Kulihat ibuku seperti tidak dapat betahan lebih jauh lagi dengan semua perlakuan ayah. Beberapa kali, kami berusaha kabur namun selalu tertangkap basah olehnya. Parahnya, saat kami tertangkap pasti kami akan dipukul dan dicambuk menggunakan tali pinggang miliknya.

Tersisa satu kesempatan yang dapat kami coba untuk bisa kabur dari rumah ini yaitu dengan berpura-pura bahwa kami tidak akan mencoba untuk kabur lagi. Entah dia akan percaya atau tidak namun hanya itu satu-satunya harapan agar kami dapat keluar dari rumah ini.

Setelah membujuk cukup lama, akhirnya kami di bebaskan dari kurungan. Kami mulai bersikap seperti tidak ada yang penah terjadi sebelumnya, ibu memasak makanan untuk ayah dan memijitnya sedang aku berpura-pura membersihkan rumah yang nyatanya sedang berkemas dengan terburu-buru memasukkan semua pakaian kedalam tas.

Ketika ayah mulai tertidur lelap, kami mulai dengan hati-hati mengambil kunci pintu rumah yang berada di kantong celananya dan perlahan membuka pintu tersebut lalu pergi meninggalkan ayah seorang diri tanpa menoleh kebelakang lagi.

Jangan lupa follow yah
Terima kasih

Trauma (Terpaut Kisah Lama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang