Part 2

10 7 0
                                    

Ivan dan Anggi bertemu di taman tersebut. “Kamu mau ngomong apa sama aku? kamu nggak ngomong ke Zea ya tentang yang terjadi malam itu?”

“Enggak, aku nggak pernah cerita apapun tentang malam itu. Aku Cuma mau bilang, ini mungkin kali terakhir aku ganggu kamu, aku tidak akan berusaha untuk mendekati kamu lagi, sebelumnya terima kasih untuk semuanya, apapun itu. Kamu benar, mungkin sudah saatnya aku untuk berhenti berharap untuk memilikimu dan bodohnya aku saat itu, berpikir bahwa kamu mungkin akan memiliki perasaan yang sama denganku suatu saat nanti, namun ternyata aku salah atas semua perkiraanku. Aku janji tidak akan lagi mengganggu hari-harimu, sekarang kamu akan bebas dariku, sekali lagi terima kasih untuk semuanya, kenanganku bersamamu akan aku kenang sebagai sesuatu yang membahagiakan sekaligus menyakitkan buatku.” Anggi tersenyum pada Ivan lalu pergi tanpa berpamitan padanya.

Ivan tercegat dengan ucapan Anggi lalu terduduk lesu kemudian memegang dadanya yang terasa sesak mendengar perkataan Anggi yang tidak akan lagi peduli dengannya.

Ivan bingung dengan perasaannya sendiri, merasa ada yang salah dari dirinya, rasa penyesalan hadir saat Anggi sudah mencoba untuk melupakannya namun dia juga mengharapkan Zea. Entah kenapa terdengar seperti terlalu rakus karena ingin memiliki keduanya.

“Kenapa rasanya sesak sekali mendengar Anggi berkata seperti itu? Ada apa denganku? Kenapa aku seperti tidak rela ditinggalkan olehnya? Bukankah yang kusuka selama ini adalah Zea?” Ujar Ivan kebingungan.

Zea yang mendengar ucapan Ivan lalu menghampirinya. “Kamu terlalu menutupi perasaanmu terhadap Anggi, Ivan. Sampai kamu sendiri tidak sadar bahwa yang kamu suka itu Anggi bukan aku. Kamu hanya menjadikanku pelarianmu karena merasa Anggi terlalu mengganggumu namun saat dia tidak ada, kamu malah mencarinya dan saat dia ada didekatmu kamu seperti tidak peduli namun tetap memperhatikan gerak geriknya.”

“Zea? Sejak kapan kamu disini?”

“Hehehe sorry, dari tadi aku nguping pembicaraan kalian. Soalnya di kafe juga lagi sepi jadi aku kesini deh, udah tenang aja nanti aku bantuin kamu buat ngatur strategi juga untuk kalian berdua.”

“Tapi aku masih bingung sama perasaanku sendiri.”

“Perasaanmu itu udah tepat, hanya saja kamu harus lebih terbuka dengannya, agar kamu tau perasaan kamu sama dia yang sebenarnya.”

“Okay, aku akan coba, terima kasih sudah mau membantuku untuk memahami perasaanku dan maaf sudah membuat sahabat kamu nangis gara-gara aku.”

“Kamu itu seharusnya minta maaf sama Anggi, bukan sama aku. Sekali lagi aku lihat kamu buat Anggi nangis atau ngeluarin air matanya setetes pun, aku nggak akan tinggal diam. Ingat itu.” Ancamku.

“Iya, aku akan berusaha untuk tidak membuatnya nangis lagi, yuk ke kafe, nanti kita dipecat lagi gara-gara ninggalin kafe kosong begitu.”

“Eh iya lupa, hehehe”

Trauma (Terpaut Kisah Lama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang