Chapter 3 Bersamanya membuatku tenang Part 1

11 10 0
                                    

"Perasaan apa ini? jantungku berdetak sangat kencang saat bersamanya"

Sungguh sangat melelahkan harus hidup seperti ini. Aku tidak pernah lagi merasakan bagaimana nikmatnya tidur dimalam hari semenjak mimpi itu mengganggu tidur lelapku, sudah delapan tahun lamanya aku merasa sangat tersiksa harus selalu terjaga dimalam hari.

Anehnya, itu telah menjadi kebiasaan yang tidak bisa kuhindari. Aku part-time dari jam 8 sampai jam 12 malam, setiap pulang dari kafe, aku berusaha menyibukkan diri agar tidak tertidur seperti baca buku, mengerjakan tugas kampus, main game dan lain-lain.

Tanpa kusadari, waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi, aku lalu ke dapur untuk menyiapkan sarapan, setelah itu aku mandi lalu bergegas ke kampus dengan wajah lelah dan mata sayu. Kuliahku siang namun aku suka ke kampus setiap pagi untuk menuju ke perpustakaan, aku suka menghabiskan waktu di perpustakaan karena suasananya yang sunyi dan damai di tambah aku butuh banyak referensi bacaan untuk tugas-tugas kuliahku.

Setelah beberapa menit di perpustakaan membaca beberapa buku, tiba-tiba mataku terasa sangat berat, aku tidak dapat menahan rasa kantukku lagi dan akhirnya aku tertidur di atas buku yang sedang kubaca sedang tangan sebagai penyangga.

Entah kenapa tiba-tiba hari itu banyak yang datang ke perpustakaan bahkan meja tempatku duduk pun penuh padahal biasanya ini adalah meja yang jarang dilirik oleh mahasiswa ataupun mahasiswi lainnya.

Aku masih tertidur di tempat itu tanpa sadar bahwa banyak yang duduk di dekatku. Satu persatu pindah karena merasa tidak nyaman mendengarku mengigau seperti orang ketakutan namun ada satu orang yang tetap diam berusaha membangungkanku.

"Mbak, mbak, bangun mbak." Menepuk pelan pundakku agar aku dapat terbangun.

"Jangan.... Tolong.....Tolong...." Aku seperti terperangkap didalam mimpiku, aku sangat ketakutan dan secara tidak sadar aku menggenggam erat tangan seseorang yang berusaha membangunkanku.

Hatiku tidak pernah setenang ini sebelumnya, aku merasa sangat aman saat menggenggam tangan ini dan mimpi itu tiba-tiba meghilang hingga aku tidur dengan lelapnya. Dia berusaha melepaskan tangannya dari genggamanku namun sayangnya peganganku cukup erat hingga sulit untuknya melepaskan tangannya dariku sampai akhirnya dia menyerah dan menungguku terbangun dari tidur lelapku.

Untuk pertama kalinya aku merasakan tidur paling lelap dihidupku, banyak pasangmata yang menyaksikanku memegang erat tangan orang itu.

Beberapa menit kemudian aku terbangun dari tidur lelapku, rasa lelahku seperti menghilang, tubuhku terasa fresh, senyum bahagia terpancar jelas di wajahku. Aku belum sepenuhnya tersadar bahwa aku masih menggenggam tangan orang itu sampai aku menoleh ke arahnya.

Betapa terkejutnya aku melihat ada seorang lelaki tampan mengenakan baju kemeja serta rambutnya terurai rapi duduk tepat di sampingku, menatapku tajam seolah sudah menunggu sangat lama untuk mengatakan sesuatu.

Aku bertanya-tanya apa yang dia lakukan disini disampingku? Mengapa dia menatapku seolah-olah aku melakukan kesalahan terhadapnya?

"Sekarang tangannya boleh di lepas tidak?" Meminta dengan nada sopan. Betapa terkejutnya aku dan dengan cepat melepaskan tangannya dariku.

Dia lalu menggerakkan tangannya yang terasa pegal karena menunggu cukup lama agar tangannya dapat terlepas.

"Maaf, aku tidak sengaja, aku kira...," wajahku merah padam dengan situasi yang memalukan ini. aku tidak sanggup melanjutkan ucapanku apalagi harus menatapnya, aku hanya terus mengatakan maaf padanya berkali-kali "sekali lagi aku minta maaf"

"Iya nggak apa-apa, by the way aku Bima dari jurusan desain grafis, kamu?" Tanya Bima yang mengulurkan tangannya untuk berkenalan denganku.

"Aku Zea jurusan telekomunikasi." Sahutku yang juga membalas uluran tangan darinya. Sekali lagi kami saling berpegang tangan, rasanya jantungku berdegup sangat kencang. Aku tidak pernah merasakan perasaan yang seperti ini sebelumnya bahkan dengan Ivan sekalipun apalagi, ini pertama kalinya aku tetidur dengan lelapnya itupun saat aku memegang tangannya.

Tak berselang lama, ada seorang perempuan menghampiri lelaki itu yang tak lain adalah pacar dari Bima. Namanya adalah Tasya, dia sangat cantik, wajah bersih, putih, rambutnya terurai dengan indahnya dan tubuhnya elok bak putri Indonesia, beda denganku yang tidak begitu peduli dengan penampilan serta wajah yang selalu terlihat pucat dan lelah.

Kedatangan Tasya bukannya membuat Bima happy tapi malah seperti acuh dengannya, dengan tetap positif aku berfikir mungkin mereka lagi marahan makanya Bima terlihat seperti tidak peduli sampai aku melihat sendiri kisah mereka.

"Bima, kamu ngapain disini? terus dia siapa? kamu selingkuh ya? heh kamu, jangan berani-beraninya kamu dekatin cowok aku ya" Tasya menunjuk kearahku dengan nada suara mengancam.

"Sudah, cukup, dia Zea dan dia bukan siapa-siapa, kamu nggak usah nuduh yang nggak-nggak. Kamu ngapain sih kesini?" Bima menghentikan omong kosong yang sering dilontarkan Tasya.

Ini bukan hanya sekali dua kali Tasya bersikap seperti ini sehingga banyak teman Bima merasa ilfil jika Tasya hadir ditengah-tengah mereka.

"Aku itu nyariin kamu tau nggak, emang kamu nggak kangen sama aku? aku kan udah bilang telpon atau sms aku supaya aku tau kamu dimana dan sama siapa atau kamu punya pacar lain? Sampai-sampai kamu tidak peduli lagi sama aku?"

Aku hanya tersenyum geli dengan sikap berlebihnya, rasanya mau muntah mendengar ucapan Tasya yang terlalu mengekang Bima.

"Dilihat dari tampilannya sih udah keren sayangnya kelakuan nggak sesuai dengan penampilan. Hehehe geli banget dengarnya." Gumamku yang hanya menggelengkan kepala menyaksikan hal tak terduga tersebut.

Rasa malu campur emosi Bima akibat ulah Tasya yang lalu menarik tangannya untuk keluar dari ruangan perpustakaan. Bima tidak tahan lagi dengan sikap posesif Tasya yang selalu melarangnya untuk berteman dengan perempuan manapun dan harus selalu mengabarinya setiap saat.

"CUKUP, aku sudah tidak tahan lagi dengan sikap kamu yang terlalu posesif seperti ini. Aku tidak mau lagi berurusan dengan kamu, AKU MAU KITA PUTUS.

"PUTUS? Nggak, nggak, aku nggak mau putus sama kamu. Aku itu cuma khawatir sama kamu, makanya aku kayak gini. Aku janji nggak akan bersikap seperti ini lagi asalkan kita nggak putus, please." Memohon dengan merangkul erat tangan Bima.

"Ini sudah kesekian kalinya kamu mengatakan janji yang tidak pernah kamu tepati, aku juga sudah berkali-kali memberi kamu kesempatan untuk berubah tapi apa? kamu tetap saja belum berubah sedikitpun. Aku tetap mau putus denganmu, suka atau tidak terserah kamu." Pungkas Bima lalu pergi meninggalkan Tasya tanpa mendengar apapun lagi alasan yang akan diberikannya.

"BIMAAA, BIMAAAA... aku nggak mau putus sama kamu Bim." Berusaha menahan Bima untuk tidak meninggalkannya namun Bima tetap tidak peduli ataupun menoleh kebelakang lagi untuk melihat Tasya.

Rasa tidak percaya bahwa dia benar-benar pergi meninggalkannya, Tasya hanya menangis sejadi-jadinya dengan apa yang terjadi pada hubungan mereka.

Jika suka dengan ceritanya, jangan lupa follow, komen dan share ke teman-teman kamu yah
Teri ma kasih😊

Trauma (Terpaut Kisah Lama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang