part 14

83 5 0
                                    

Diruangan yang begitu bising, seorang pria remaja sedang menatap keluar jendela sambil memegang tangan yang dibalut kain putih serta menampakkan warna merah pekat.

Ya, darah. Warna itulah yang terlihat dari pergelangan tangan pria tersebut tatapan yang tidak lepas dari matanya membuat suara panggilan seseorang tidak terdengar olehnya.

"Vhi.." panggil dari seseorang dengan suara khas yang ia miliki. "Vhii.." panggil nya lagi.

Kali ini tangannya juga ikut bicara, ia mengangkat satu tangannya, menepuk pelan pundak vhi, agar ia bisa mendengar suara panggilan dari sahabatnya ini.

"Eoh.. kau" ucap vhi menoleh, setelah dirasa ada sebuah tangan yang menyentuh pundaknya.

"Kenapa hem? Kenapa melamun lagi?" Tanya langit lembut.

"Tidak ada"

"Kau tidak ahli berbohong padaku vhi, jadi tidak perlu sok-sokan untuk berbohong." Jelas langit sambil menatap bola mata vhi intens.

"Ceritalah jika ingin bercerita, bagilah masalah mu jika harus dibagi dengan ku, kita cari sama-sama solusinya jika masalah itu besar"

"Tidak perlu khawatir jika aku masih menjadi sahabat mu apapun masalahmu pasti akan ku bantu sebisa ku" sambungnya lagi.

"Benarkah?"

"Tentu saja, kenapa tidak?"

"Jika begitu..." Ujarnya diam sejenak, lalu melanjutkan lagi perkataan nya. "Bantu aku mengurangi rasa sakit ku" lanjut nya.

"Pasti, pasti akan ku bantu apapun caranya" balas langit dengan cepat.

"apapun?"

"Yaa, apapun"

"bantu aku mempercepat tujuan ku hidup dibumi ini, bantu aku agar aku terbebas dari segalanya, dan bantu aku segera pulang ketempat seharusnya untuk ku berpulang"

Jelas vhi membuat langit diam seribu bahasa. Ia tahu betul maksud ucapan vhi barusan, kemana arah pembicaraannya ini.

"Kenapa? Apa kau tidak bisa? Jika tidak, tidak masalah setiap masalah seseorang itu tidak bisa dibagi walaupun hanya setetes air sekalipun"

"Kau fokuslah pada dirimu dan keluargamu, kamu tidak perlu memikirkan orang yang banyak masalah seperti ku. jangan sampai kau juga ikut terseret arus kedalam masalah ku"

"Aku sangat menghargai tawaran mu tapi maaf, aku tidak bisa membalas uluran tangan mu" jelasnya berlalu begitu saja meninggalkan langit yang masih diam seribu bahasa ditempat ia berdiri sejak awal.

Memang, setiap masalah tidak bisa dibagi begitu saja walaupun ke sahabat sekalipun. Bukan rasa tidak enak melainkan tidak ingin mengajak seseorang tersebut terlalu jauh.

_tidak ingin terlihat egois, dengan menjadikan orang lain sebagai tameng, agar tetap terlihat baik-baik saja _

***

Sedangkan disisi lain masih digedung yang sama, seorang perempuan yang berusia masih remaja. Umurnya tak kalah jauh dari vhiryendra mungkin bisa dikata hanya berjarak sekitar 1 tahun.

Berisik? bahkan sangat berisik. Suara tawa, ocehan, hinaan sangat terdengar jelas oleh gadis yang sudah bersimpuh di atas lantai sekolah itu.

Kepalanya mengarah ke bawah tepat disatu titik, tidak lupa dengan setitik demi setitik butiran bening juga ikut serta.

rupanya gadis ini sedang menangis. Apa sebabnya? kenapa dia menangis? bukan hanya menangis namun, cara berpakaian nya sudah berantakan.

"bagaimana? Apakah kau menerima tawaran saya? hanya hari ini saja, temani saya berapapun yang kau mau akan saya bayar. Yang terpenting puasin saya hari ini" jelas seseorang dengan suara berat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

sebuah rinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang