30 - How it is end.

722 48 5
                                    

Hallo readers/siders

Happy Reading!


"Kamu sudah membunuhku sejak awal."

Taejin tertawa pelan menatap Ghyeol dengan tatapan mengejek, "Aku tidak perduli dengan bayi sialan itu. Yang aku mau hanya [Name]-ku."

Ghyeol merasakan kegetiran dalam kata-kata Taejin. Meskipun terbiasa dengan sikap kasar pria itu, kali ini terasa berbeda. Ia mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk menyuarakan kekhawatirannya.

"Taejin, aku mengerti bahwa kau mencintai [Name], tapi bayi ini juga sebagian darinya. Dia adalah bagian dari [Name], bagian dari cinta kalian berdua," ujar Ghyeol dengan lembut, berusaha mencapai hati Taejin.

Taejin hanya menggelengkan kepala dengan sinis. "Aku tidak peduli dengan cinta itu. Aku hanya ingin [Name] hidup. Bayi ini tidak penting bagiku."

Ghyeol merasa sedih melihat ketidakpedulian Taejin terhadap nyawa yang mungkin tumbuh di dalam rahim [Name]. Ia mencoba sekali lagi, kali ini dengan nada lebih serius.

"Taejin, bayi ini adalah bagian dari [Name]. Dan [Name] tidak akan bahagia jika itu berarti kehilangan anaknya. Aku tahu ini sulit untukmu, tapi coba pikirkan lebih dalam. [Name] pasti ingin kau melihat bahwa hidupnya bernilai untuk diberikan kepada anak kalian berdua."

Taejin mengernyitkan dahi, mencoba memproses kata-kata Ghyeol. Ia merasakan kebingungan dan pertarungan batin yang hebat di dalam dirinya. Meskipun begitu, sikap keras kepala Taejin belum juga pudar.

"Aku tidak mau kehilangan [Name], Ghyeol. Aku sudah kehilangan begitu banyak dalam hidupku. Aku takut kehilangan lagi," ucap Taejin dengan suara yang gemetar, namun keinginannya untuk melindungi [Name] masih mendominasi.

Ghyeol menghela nafas berat. Ia tahu bahwa membujuk Taejin tidak akan mudah. "Tapi Taejin, adakah artinya mempertahankan [Name] jika itu berarti mengorbankan kebahagiaannya?" tanya Ghyeol dengan suara lembut.  

Ghyeol melihat keputusan Taejin yang keras kepala dan merasa kebingungan yang mendalam. Ia tahu bahwa mencoba membujuk pria itu mungkin akan sulit, tapi ia tidak bisa membiarkan [Name] menghadapi risiko yang begitu besar. Namun, Taejin tetap tidak bergeming.

"Aku tidak peduli dengan risiko atau konsekuensinya. Aku tidak akan kehilangan [Name]," ucapnya dengan tegas, mata hitamnya terus menatap Ghyeol tanpa keraguan.

Ghyeol meresapi keputusan Taejin dan menyadari bahwa upaya pembujukan mungkin tidak akan berhasil. Ia merasa terbebani oleh tanggung jawab untuk menyelamatkan [Name] dan bayinya. Tanpa banyak kata, Ghyeol bergerak untuk memulai prosedur bersama dengan Jinyoung yang stand by disampingnya. Melewati detik demi detik, suasana di ruang operasi semakin tegang. Ghyeol melakukan segala yang ia bisa, namun pendarahan terus berlangsung dan menjadi semakin sulit untuk dikendalikan karena mereka berdua menangani bagian yang cukup sensitive. Setiap usaha yang dilakukan tim ia lakukan seolah-olah bertabrakan dengan kenyataan yang kejam.

Taejin, yang berdiri diam di pinggir ruangan menatap diam apa yang dilakukan Ghyeol dengan segala perbuatan yang lelaki itu lakukan. Menatap diam kearah sang wanita yang terbaring dikasur dengan pucat. Detik berlalu seperti jam bagi Taejin. Tatapannya yang tajam terus memantau setiap gerakan Ghyeol dan Jinyoung yang menyentuh sang wanita. Wajahnya dipenuhi dengan campuran ketegangan, kekhawatiran, dan ketidakpastian.

Sementara itu, dalam keheningan yang tegang, Ghyeol dan Jinyoung terus berjuang. Mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk menghentikan pendarahan, memastikan bahwa [Name] dan bayinya mendapatkan perawatan terbaik yang mereka bisa berikan meskipun Taejin memilih untuk fokus pada [Name] saja. Namun, rintih kesulitan dan desahan keputusasaan terdengar diantara mereka, Ghyeol yang menangani [Name] merasa tak bisa menangani pendaran otak yang begitu kuat. 

L U R E [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang