Alfa menghela napas. Keringatnya bercucuran membasahi surai ikalnya, pemuda itu berjongkok kepayahan di trotoar. Memandang lekat rantai sepeda yang sudah ia tuntun sejak tadi. Putus lagi. Entah siapa kali ini yang menjahilinya. Alfa seharusnya bisa menaiki kendaraan umum, tapi seluruh uangnya sudah habis untuk membayar kas hari ini.
Tapi ia kelelahan dan lapar. Alfa lupa ia melewatkan sarapan tadi pagi karena bangun kesiangan. Bukan karena apa, lelaki itu harus memperbaiki catatannya yang salah pengejaan. Dan itu berhasil membuatnya terjaga hingga pagi.
Sekejap kemudian pemuda itu bangkit, menyibak anak rambut yang hampir mencapai mata. Wajah putih Alfa sudah memerah karena terik matahari yang menyengat. Semakin menyulitkan langkahnya saja.
"Ayo semangat! Nanti pasti capeknya ilang." Walaupun kakinya rasanya seperti jelly, Alfa berseru kecil. Menyemangati dirinya sendiri dengan senyum terpatri. Bersiap untuk kembali melangkahkan kaki, sebelum deru knalpot berhenti tepat di sisinya.
"Weh! kok lo jalan bro? Mana kusut banget tu muka."
Kaget. Alfa menoleh, mendapati sebuah moge gagah menghalangi jalannya. Juga sosok pengendara yang tak kalah keren. Jaket bomber dan helm full facenya tersibak, menampilkan raut segar yang amat tampan-dan persis dengannya.
"Aelah, rantai lo putus lagi? Kok bisa sih, lo cemilin atau gimana?" Menggeleng heboh, sosok itu turun dari motornya. Menyugar surainya jumawa, mendekati Alfa yang hanya bisa mengagumi.
"Kok lo disini.. Atlas?"
Dua pemuda itu berdiri sejajar. Satu dengan raga yang berdiri tegak dan percaya diri. Satu lainnya dengan punggung yang sedikit membungkuk dan gerakan canggung. Penampilan keduanya pun bertolak belakang. Jika Alfa lekat dengan tas punggung yang kebesaran dan baju dimasukkan, sosok yang dipanggil Atlas itu berkebalikan. Seragamnya dibiarkan terbuka dengan kaus hitam yang ada di dalamnya.
"Emangnya ni jalan punya nenek moyang lo?" Atlas melemparkan air mineral. "Lagian kok bisa rusak lagi sih? kemarin kan baru aja dari bengkel aelaaah fa."
Alfa menunduk, "bukan gue. tadi ada yang—"
"Ngerusakin? Lawan dong bro, hantam. Gini nih, gini." Tangan Atlas terkepal, cowok itu merendahkan badan sambil berpura meninju udara. Kemudian tau-tau menggigit lengan atas Alfa.
"Gwighit jhuga bholeh." Berhasil tertawa, Alfa menyingkirkan rahang Atlas dari tangannya.
"Ya pokoknya jangan jadi pengecut. Bosen liat lo dibully mulu. Gak mau ah gue punya kembaran mental tempe."
Alfa mengangguk patah-patah. "Iya, maaf ya."
"Santai. Asal lo gak reveal kalo kita kembaran ajasih." tawa Atlas mengudara ringan.
"Yaudah deh, gue mau lanjut nongkrong di sevel. Ada match lagi lusa."
Diam-diam Alfa tersenyum kecil. Sungguh sebuah kehormatan baginya memiliki kembaran sempurna seperti Atlas. Berbanding dengannya, presensi Atlas begitu mencolok di lingkungan sekolah. Selain karena sifatnya yang begitu merakyat, Atlas juga terkenal karena posisinya sebagai MVP basket yang digadang-gadang akan menjadi ketua selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alphabet Miliknya
FanfictionHuruf-huruf itu terus berlarian, Alfa kelelahan mengejar. Ekspetasi papa ikut berhamburan, Alfa hampir mati menggapainya. Bisakah ia menciptakan alphabet-nya sendiri? Tak perlu terbaca, tak perlu tertulis. Dan tak perlu pengorbanan untuk semua yang...