8. yang lelah

511 99 45
                                    

Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam ketika gerbang tinggi itu menerima tuan muda mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam ketika gerbang tinggi itu menerima tuan muda mereka. Pak Didik selaku satpam bahkan berjengit saat Alfa menyalaminya terburu, segera masuk mansion dengan seragamnya yang sudah lusuh karena keringat. Bahkan pemuda itu lupa merapikan converse mahalnya, berserakan di halaman.

"Den Alfa kenopo yo, mlayune koyo dikejar demit."

Namun salah satu kembar Laurtney itu tidak menggubris, tubuhnya sudah menghilang masuk ke dalam. Pak Didik ingin bertanya, tapi bayangan seorang wanita yang menghadang tuan mudanya di pintu depan, berhasil mengurungkan niatnya untuk ikut campur.

"Wuaduh, semoga den Alfa gapapa gustii."

Benar, wanita bertubuh ramping itu tidak lain dan tidak bukan adalah Nyonya Laurtney. Penguasa kedua mansion sekaligus ibu dari keempat putra putri yang menjadi majikannya. Matanya yang terbungkus kacamata tipis masih terlihat tajam menukik. Pun walaupun tubuh Alfa jauh lebih tinggi, bahu lebar itu seakan menciut dibanding raga sang mama yang mengintimidasi.

"Late three hours, Laurtney boy. Kemana saja kamu?"

Alfa meneguk ludah susah payah. Adelia—mamanya itu jarang berbicara dengannya. Bahkan pertemuan mereka bisa dihitung dengan jari dalam sebulan karena kesibukan mama sebagai pengacara. Salah satu hal yang menciptakan bentang jauh jarak di antara mereka.

"M-mama maaf.. kakak habis—" terdiam, Alfa tidak mau berbohong. Apalagi pada orang yang sudah melahirkannya.

"Habis dari mana?"

"Sanggar.. kakak pergi ke sanggar anak-anak ma."

Dahi wanita ayu itu berkerut, "sanggar apa? What are you mean? Dont be delusional, kid."

Ah.. sang mama memang jarang berbicara daripada papa. Tapi segelintir kalimat yang keluar dari bibir cantiknya itu amat menyakitkan.

"Mama pulang hari ini and your teacher telling me, kamu bolos les statistik hari ini. Tanpa keterangan yang jelas, tanpa izin yang memadai." Mama memijat keningnya yang berdenyut, "memalukan."

Alfa menunduk dalam, tangannya gencar memilin seragamnya hingga kusut. Ini memang salahnya, terlalu asyik hingga lupa akan jadwal lesnya yang melimpah itu.

"Look at your twins, Atlas hari ini dapat nilai sempurna di skor try outnya. Your little sister tho. Azura dipilih lagi jadi perwakilan KSN Astronomi provinsi." Sang putra menahan napas, tidak berani mengangkat kepala.

Mama terdiam sebentar, "kapan kamu membuat kami bangga, Alfa?"

Seutas senyum pahit diulas Alfa diam-diam. Ia memang tidak pernah membanggakan siapapun. Dirinya terlalu pengecut bersaing dengan prestasi akademik saudara-saudaranya itu. Terkadang Alfa malu bersanding dalam nama baik keluarga mereka.

"Ikut mama."

Vokal datar itu ikut meruntuhkan harapannya. Alfa menuruti langkah sang ibu keluar dari mansion, membawanya menuju taman di area belakang yang terhampar dengan kolam renang dengan lebar yang tak terlalu besar. Warna air terlihat begitu jernih, memantulkan bayangan bulan yang menghiasi langit di atas sana. Tapi entah kenapa jantung Alfa berdegup riuh.

Alphabet MiliknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang