Kekaisaran

222 33 8
                                    

Dejavu. Itu mungkin penggambaran tepat untuk apa yang di rasakan oleh Aleitheia saat ini. Pada kehidupan lampau dia juga mendapatkan sambutan meriah ketika dia datang sebagai calon tunangan pewaris Kekaisaran namun kini berbeda, dia tidak akan pernah menjadi bagian dari istana ini lagi.

Kedua pasang mata Aleitheia menelusuri  sekeliling tempat sembari tersenyum Tipis. Ada begitu banyak kenangan yang tercipta di sana entah itu sedih mapun bahagia.

Aleitheia membungkuk hormat di depan Kaisar Euphoria dan Putra mahkota Aiden yang duduk di singgasana mereka ketika dia memasuki ruang aula. Ia lalu mendongak. Seketika mimpi buruk yang menghantuinya saat perjalanan tadi kembali membentuk suatu kejadian yang pernah dia alami di kepalanya.

Sontak saja, hal tersebut membuat ia memejamkan mata karena tepat di tempatnya berdiri saat ini adalah tempat yang sama di mana dia pernah berlutut menerima titah pertama sebagai Putri mahkota sebelum pada akhirnya hanya menjadi selir Kekaisaran

Tempat ini juga adalah saksi dari kehancuran hidupnya. Tempat dia berlutut dan harus menerima hukuman mati juga fitnah kejam yang di tuduhkan kepadanya tanpa ampun.

"Aleitheia." panggil Kaisar tak di gubris oleh Aleitheia yang hanyut dalam khayalan.

Setiap adengan bahkan kejadian buruk yang menimpanya entah mengapa bisa di lihat secara tak kasat oleh Aleitheia. Ia bahkan bisa melihat tawa, tatapan hina, dan juga tuduhan palsu yang pernah di lontarkan terhadapnya.

"Aleitheia." Kaisar memanggil Aleitheia lagi namun gadis itu sama sekali tidak merespon membuat sang Kaisar berdiri dari singgasananya lalu menghampiri Aleitheia.

Kaisar menyentuh pundak Aleitheia hingga membuat gadis itu tersadar.

"Yang mulai."

"Apa yang terjadi, Nak? Kau terlihat sedih dan ketakutan, apa yang sedang membebanimu."

Aleitheia menggeleng lemah namun jelas dari sorot matanya gadis itu nampak begitu terluka dan Kaisar sendiri tidak tau gerangan apa yang membebani gadis kesayangannya.

"Maafkan aku, Yang mulia." Aleitheia tertunduk.

"Ayo ikut paman. Kita bicara di taman bunga Kekaisaran sambil minum teh."

Keheningan menyelimuti Kaisar dan Aleitheia yang kini tengah duduk berhadapan di sebuah meja berukuran tak terlalu besar sebelum pada akhirnya sang Kaisar yang di bantu oleh pelayan menyediakan teh terbaik di atas meja membuka pembicaraan.

"Paman hargai keputusanmu, Rheya. Tapi bisakah kau memberikan alasan mengapa kau menolak pertunangan ini?"

"Kasih sayang. Setiap pernikahan pada dasarnya membutuhkan hal itu. Jika dua orang yang menikah saling menyayangi satu sama lain maka mereka akan saling menghormati, menjaga dan melindungi," Jelas Aleitheia tersenyum, "Namun jika tidak maka pernikahan itu akan menjadi neraka sebelum mati." Lanjut Aleitheia memandang jauh ke depan.

Aleitheia telah banyak belajar pada kehidupan sebelumnya bahwa salah satu alasan dia menerima ketidakadilan dari Aiden adalah karena pria itu tidak bisa mencintainya.

Setiap hari, setiap menit, setiap detik Aleitheia selalu melihat kebencian dan amarah di mata Aiden saat menatapnya.

Aleitheia juga memahami salah satu kelemahan Aiden yang tidak dapat menolak keinginan ayahnya hanya karena dia adalah Putra Mahkota dan satu-satunya pewaris Kekaisaran. Jadi penolakan yang di lakukan oleh Aleitheia sekiranya bisa menyelamatkan mereka berdua agar tidak saling menyakiti satu sama lain di masa depan.

"Tapi kabar yang paman terima dari ayahmu bahwa sebelumnya kau begitu bahagia dengan pertunangan ini."

Deg

The Lost PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang