Perdebatan

91 4 0
                                    

Perlahan Andre membuka kedua matanya samar samar menelisik ke sekitar. Disana tendapat tiga orang  dengan tatapan sulit diartikan, sejuta pertanyaan ingin ia lontarkan.

"Diana kamu ada disini." dua sudut bibir terangkat sempurna. Beberapa saat senyuman itu pudar sesaat melihat sosok pria lain duduk di sofa panjang, terletak tak jauh dari tempat tidur king size miliknya, siapa lagi kalau bukan David adik tirinya.

Untung dia tidak sampai hati ketahuan menatap istrinya. Jika iya bisa panjang cerita nanti.

"Sadar juga kamu." sapa Juno dokter pribadinya berdiri di samping tempat tidur king size ruangan itu.

"Sayang." menepuk pelan pipi kiri sang istri. Diana terusik dan terbangun dari tidur singkat nya, bergegas berdiri menyangklongkan ke bahu kanan bersiap untuk pergi.

"Kak Andre udah sadar ya. Kita pulang sekarang." ajak Diana tidak sabaran.

Hmm

"Loh kok kamu malah senyum sih. Emang ada yang lucu." sambung Diana  berdecak pinggang menatap tajam pria yang setia duduk bersandar tanpa ada niatan bangkit.

"Pipi kamu."

Reflek Diana langsung memegang kedua pipinya. "Kenapa."

David mengibaskan kedua tangannya tersenyum gemas seraya menarik pinggang ramping milik Diana jatuh ke atas pangkuan tentu membuat empu melotot.

Ek hemm...

Suara deheman berhasil buat sepasang pasutri itu menoleh kompak.

Morgan/ kak morgan

ucap dua sejoli bersamaan. Diana segera beranjak turun dari pangkuan suaminya.

"Boss kamu sudah sadar." seru Morgan berjalan memasuki pintu kamar terletak di sudut ruang pribadi bosnya tak lupa mengunci pintu rapat rapat. Hal itu membuat David bingung terkecuali Diana ia sama sekali tidak peduli apapun tentang keadaan mantan kekasihnya.

"Juno, gimana keadaan bocah tengik ini." tanya Morgan duduk di tepian ranjang.

Saat Juno memberi penjelasan Morgan terkejut menyerngitkan dahi, dokter mengatakan jika kondisi Andre baik baik saja yang jelas jelas dia sempat pingsan, wajah nya pun pucat pasi.

"Semua normal tidak ada yang perlu di khawatirkan. Kondisi jantungnya juga baik." jelas Juno singkat tidak panjang.

Ruangan itu terdapat peralatan medis cukup lengkap, Morgan sengaja menyiapkan semua untuk berjaga jaga agar sewaktu waktu penyakit pasien kambuh ia bisa langsung ditangani dan Juno sahabatnya adalah dokter pribadi yang membantu merawat Andre sejak ia remaja.

Saat itu usianya delapan belas tahun dia sering bolak balik ke rumah sakit karna kondisi jantungnya melemah, bermasalah hingga dewasa.

Tapi satu permasalahan yang membuat dua sahabat kesal, Andre selalu menolak untuk dioperasi, entah mengapa pria berusia 25 tahun kepala batu menolak keras, hidup dia tidak berwarna lagi semenjak ibu kandungnya meninggal dan beberapa tahun setelahnya sang kakek kesayangan ikut menyusul hingga membuat hidupnya semakin terpuruk.

"Ah, yang bener." terdengar tidak percaya. "Lo salah kali, masa dokter tidak tau kondisi pasiennya, jelas jelas tadi bos ku pingsan dan beberapa minggu ini dia sering muntah terutama pagi hari, gue sampe pusing, udah tau sakit nggak mau lagi diperiksa, katanya bosan liat mukamu sok kegantengan." celoteh Morgan panjang lebar.

Pletak

Juno melempar pulpen di saku jas nya tepat mengenai bibir Morgan.

"Duh, bibir sexy gue." keluhnya menendang bagian belakang lutut kaki Juno si pria tampan dari negri gingseng.

Ha... Ha. "Dih!!! Rasain tuh, emang boleh sesakit itu." ejeknya menjulurkan lidah.

"Bangs4t kamu. Beraninya main belakang, udah tau aku ini pria lemah lembut mana bisa menangkis serangan dadakan dari monster." umpat Juno terduduk dengan kedua lutut bersentuhan lantai.

'Perdebatan macam apa ini.' batin Andre memijat pelipis yang nyut nyutan karna dua sahabat nya, entah ada konflik apa, ia sendiri pun pusing memikirkan nya.

BERSAMBUNG

IPAR KEMATIAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang