Pria itu merubah ekpresi bingung jadi tersenyum penuh arti, kedua alis terangkat keatas.
"Bagus dong, kebetulan aku kangen sama putraku." ujar nya tak kalah ceplos.
Diana yang semula tegang berubah heran mendengar kata putra. Melepaskan paksa tangan tangan kekar melingkar di pinggang nya.
"Putra." berbalik badan membalas tatapan penuh tanda tanya.
'Jangan bilang, udah ku duga. Awas aja lo bakal terima konsekuensinya jika ketahuan bohong.' geram nya dalam hati.
Dua pasang mata menyorot Andre. Selain Diana ternyata ada Morgan kebetulan berdiri di depan hendak mengetuk pintu akhirnya masuk tanpa permisi.
"Ndre ka_" ucap Diana terhenti.
'Aduh!' menggaruk tengkuk leher tak gatal.
"Baby aku." ujar nya kikuk. Bingung harus berkata apa.
Semula memang Andre sempat mengalami amnesia, tetapi itu bersifat sementara, dan Diana sempat curiga.
"Bos lo keterlaluan." dengus nya.
"Tunggu!"
Menoleh serempak. "Apa?"
Seketika tubuh CEO itu menegang kaget ketika ia merasakan ada sesuatu mengganjal, dadanya terasa perih seakan ada benda tajam menyayat.
Deg
Agrrrh....!
"Gan." lirih nya menatap kepergian dua orang perlahan berjalan menjauhinya.
Duduk bersandaran meja, terletak di tengah tengah sofa ruang pribadi seraya memegangi dadanya yang terasa sesak dengan raut wajah pucat menahan sakit.
Kepalanya juga berdenyut, mendadak tubuh nya tumbang
Jauh dari jangkauan dua orang yang kini tak lagi terlihat lagi.
Samar samar mendengar suara seseorang wanita memanggil namanya diyakini itu pasti suara khawatir wanita meminta bantuan agar segera membaringkan tubuh berat Andre ke kamar rawat.
Di kamar pribadi terdapat dua ranjang berukuran kingsize. Satu untuk sekedar beristirahat, satunya merupakan tempat tidur khusus untuk medis jika sewaktu waktu penyakit jantung nya kambuh.
"Ndre, lo kenapa lagi?" cemas Diana melihat ada noda darah pada kemeja putih tertutup jas hitam.
Satu pertanyaan yang membuat pria itu tersenyum bahagia menatap wanita dicintai, setidaknya ada sedikit perhatian terhadapnya. Terdengar jelas suara tangis derai air mata sudah membanjir.
Pasti dia terluka karna tadi tak sengaja jatuh atas dorongan pintu, menyebabkan perdarahan bekas sayatan oprasi di bagian dadanya.
Lantas Diana keluar dengan panik, mendengar teriakan Morgan keluar dari balik lift berlari menghampiri, sebelumnya ia akan menghadiri meeting diluar lantaran bosnya belum bisa bekerja terlalu keras, baru satu minggu pemulihan.
"Kan Gan." tanpa banyak omong Diana menarik lengan lelaki tampan bertubuh ideal itu masuk ke dalam ruangan Direktur Utama sekaligus CEO diruangan itu.
Terlihat didalam sana tubuh lemah pria berbaring lemas diatas sofa. Siapa lagi kalau bukan Diana yang memindahkan nya.
"Sebentar." ujar Morgan mengelurkan benda pipih hitam dari dalam sakunya menghubungi dokter lain.
Tok tok tok
"Nah, akhirnya lo dateng juga. Lama amat sih lo! keburu mati nih bos gue." sambut Morgan membukakan pintu.
"aruh lo tajam bener." ujar Erdan dokter pengganti Juno.
Lelaki berpakaian kemeja berwarna army itu bergegas memeriksa keadaan Andre, kini dia sudah berada di dalam kamarnya.
"Gimana? apa ada luka serius." tanya Morgan tak sabaran. "Lo denger kan gue ngomong apa, jawab dong! punya mulut kan." celoteh Morgan.
Woy!
Ya ampun ini orang cerewet sekali, gak tau apa orang lagi serius! heran. Bos sama asisten satu paket bawelnya.
"Cepetan tangani dia. Dokter kok lemot, kalo gitu panggil Juno aja tadi." sentak
Morgan mendapat lemparan bantal tiba tiba melayang mengenai wajahnya.BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
IPAR KEMATIAN (END)
RandomPernikahan adalah sebuah momen terindah yang di idamkan semua pasangan, tapi tidak untuk Diana. Di malam pertamanya kakak iparnya sendiri dengan sengaja menjebak dalam hubungan terlarang, merebut hak yang seharusnya di berikan bersama sang suami ia...