Mengobati

59 1 0
                                    

  Diana melajukan mobil sport Andre melesat cepat entah kemana, pria itu acak kali bergonta ganti berbagai jenis  kendaraan beda seri, terkadang dalam satu hari bisa tiga sampai empat kali memakai mobil berbeda, ia sampai bingung tak mengenalinya, Andre datang hanya sekedar untuk sapa menyapa seenak jidat masuk ke Cafe mengobrol santai layaknya seorang teman, bahkan sering mengaku ngaku sebagai suami pada kliennya, katanya sih agar ada status jelas mengenai kehamilan.

Percuma elakan tak dapat Diana tolak, sifatnya yang pemaksa bertindak over sesuai kemauannya. Pernikahan dengan David tidak seperti pada umumnya, bahkan merahasiakan status di depan publik, jadi hanya sebagian saja yang tau.

Beberapa bulan ini ia sibuk kelola bisnis a, karna mau tidak mau harus mengurus usaha keluarga dirintis dari nol, mendiang kedua orang tuanya mewarisi semua aset kekayaan diserahkan pada sang putri, sebagian harta diwakafkan ke yayasan untuk membangun sekolah, agar anak anak disana mendapat pendidikan yang layak.

"Awss sakit... " rintih Andre saat Diana mengompres mukanya dengan balutan es batu.

"Tahan sebentar... lebam gini aja cemen, toh gak buat kamu koid kan." ketus Diana.

Sebenarnya dia cuma pura pura kesakitan agar bisa mendapat simpati dari bumil satu ini, pastinya Diana tau ia tidak perduli dan memilih acuh setiap tatapan kagum yang selalu Andre tunjukkan secara terang terangan tanpa adanya canggung, secara ia sekarang menganggap pria itu adalah kakak nya tidak lebih, ya walaupun dari lubuk hati kecil paling dalam bereaksi lain, takut nantinya cinta yang dulu ia kubur dalam dalam kembali bangkit lagi.

"Baby, aduh... kamu doain aku mati." kata Andre kesal.

"Hmm... iya." ucap Diana dingin sengaja menekan sapu tangan terbalut es, pria diobati nya meringis.

Bekas tamparan tadi menyebabkan sudut bibir pria itu berdarah, memar, membekas lima jari, mungkin pada waktu wanita berkulit hitam, tinggi badan sama, memukul nya guna mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Memalukan sekali.

"Sakit tidak." kata Diana seraya mengompres pipi sebelahnya.

"Tidak."

"Oh... kalo gini." tekan nya kuat.

"BABY."

"Katanya tidak sakit, gimana sih. Mulut kok plinplan."

"Ya sakitlah, orang yang nampar buto ireng." gerutu Andre mulut komat kamit.

"Hahaha, emang enak kena gampar." tawa Diana mengejek.

"Ck, kamu ini ada orang kesakitan malah ketawain." dercak Andre melengos.

Diana mencengram rahang pria itu menghadap agar ke wajahnya.

"Sssttt... Diem dulu." desisnya.

Pria itu terdiam sesaat, seperkiraan detik ia secara terang terangan mengagumi paras ayu wanita di hadapan nya.

Diana memang sangatlah cantik, bagaimana tidak, dulu ia pernah dapat gelar Miss cantik dari negeri asing, padahal kedua orang tuanya berasal asli Indo tetapi putrinya jauh dikatakan mirip dari segi manapun, dulu sempat berfikir sebenarnya ia itu anak siapa, ternyata ia hanyalah putri angkat yang mereka adopsi dari panti asuhan dimana ayahnya menjadi donatur utama yayasan tersebut.

"Berhenti menatapku! atau nggak gue congkel netra lo." sentaknya tiba tiba.

Suasana hening berubah mencekam berasal dari tatapan horor wanita yang tengah mengobati lukanya.

"Sorry, abisnya salah kamu sendiri punya wajah cantik, mataku jadi terhipnotis." ucap Andre apa adanya.

"Hah! rayuanmu gak mempan buat pria brengsek untuk spesies satu ini." ujar Diana menghentikan pergerakan tangan nya.

"Nih." bangkit dari posisi duduknya melempar kasar kain  berbentuk segitiga

Sontak membuat pria itu terkejut dengan cepat dan langkah pasti dia meraih pergelangan tangan Diana.

"Apalagi?" memutar bola mata malas.

"Terima kasih."

"Tidak perlu, anggap aja itu permintaan maaf dariku karna gara gara kekolotanmu ngajak gue pulang bareng, jadi gini deh." kata Diana meliriknya dengan ekor mata.

Species. Andre baru teringat perkataan adik iparnya mengatai dirinya, berarti dia pria langka. Cengengesan gak jelas, orang lain pasti berpikir dia pria gila, ketawa tanpa sebab.

"Baby." panggilnya.

"Apa." menoleh dingin seraya melepaskan cekalan kekar yang setia melingkar di pergelangan tangan nya.

"Datar amat tuh muka, belokin dikit napa, tatap mata aku gitu." pintanya penuh harap.

"Ciih... Najong, siapa lo." ketus Diana memilih pergi berjalan santai menuju hamparan pasir pantai.

BERSAMBUNG

IPAR KEMATIAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang