BAB 22 ~ Bad News

1.8K 46 0
                                    

Vera kini tengah duduk bersantai di balkon apartemennya, menikmati matahari senja yang perlahan tenggelam di balik gedung-gedung perkotaan. Suasana tenangnya tiba-tiba terganggu oleh getaran ponsel di sebelahnya. Dia segera mengambil ponselnya dan melihat nama Henry di layar.

Vera tersenyum dan menjawab panggilan itu, "Halo."

Henry, suara yang agak serius, bertanya, "Apa kau sudah membaca beritanya?"

Wajah Vera menyimpan kebingungan, "Berita apa?"

Henry mengernyit, "Kupikir kau sudah mengetahui beritanya, beritanya sedang trending dimana-mana."

Vera menggaruk kepalanya, mencoba meresapi kabar yang belum dia ketahui, "Trending? Apa yang terjadi?"

Henry menjelaskan dengan suara serius, "Perusahaan Aksa sedang mengalami penurunan. Banyak investor yang panik dan menarik saham mereka."

Vera merasa detak jantungnya berdebar lebih cepat. Tanpa ragu, dia menutup teleponnya, meninggalkan pertanyaan Henry tergantung di udara. Dengan cepat, dia membuka situs berita di ponselnya, matanya memperhatikan setiap kata yang terpampang di layar. Berita besar mengenai penurunan perusahaan Aksa menyita perhatiannya.

Vera merasa kekhawatirannya tumbuh. Pikirannya langsung tertuju pada panti asuhan yang dibangun atas usaha kerasnya bersama Ara dengan bantuan perusahaan pria itu. Dalam kekhawatirannya, dia merenung tentang bagaimana kabar ini akan mempengaruhi Ara, yang saat ini tengah hamil. Vera tahu betapa rawannya perasaan Ara dalam menghadapi kabar buruk.

Vera merenung sejenak, matanya memandang ke kejauhan, seolah mencari jawaban dari langit-langit balkonnya. Akhirnya, dia memutuskan untuk sementara waktu tidak memberitahu Ara tentang keadaan ini. Selama kehamilan Ara, Vera memang tidak membiarkan sahabatnya itu terhubung dengan televisi maupun ponsel agar sahabatnya bisa fokus dengan kesehatannya. Kehamilan Ara menjadi prioritas utama, dan Vera tidak ingin membebani hati Ara dengan berita yang mungkin membuatnya cemas.

Dengan kemantapan hati, Vera langsung menelepon asisten Aksa.

"Halo? Dengan siapa?" tanya Jason, asisten Aksa.

"Ini aku Vera, kau pasti tahu siapa aku."

"Ada apa?"

"Dimana dia?"

"Siapa? Aksa?"

"Siapa lagi kalau bukan atasan brengsekmu itu."

Asisten Aksa terdengar berusaha menjaga ketenangan, "Setelah kuhitung, kupikir sudah satu bulan ini dia tidak pernah ke kantor. Dan tanpa kau bertanya, pasti kau sudah tahu betapa kacaunya kantor saat ini."

Vera menghela nafas berat. "Bagaimana kondisi pria itu?"

"Kemarin, aku baru saja mendapat kabar dari teman dekatnya. Dia berulang kali pulang ke apartemen dalam kondisi mabuk, sepertinya kondisinya benar-benar kacau. Emosinya tidak terkontrol, bahkan dia berulang kali memukuli suruhannya yang tidak bisa menemukan Ara."

Vera tercengang mendengar kabar itu. Seingatnya, Aksa sudah berhenti minum semenjak menjalin hubungan dengan Ara. Setelah beberapa saat berpikir, Vera mengambil keputusan tegas.

"Dengar, beritahu atasanmu itu untuk menemuiku besok pagi dengan kondisi yang rapih. Aku akan memberitahu tempat dan waktunya nanti. Jika atasanmu itu datang terlambat sedetik saja, aku benar-benar tidak akan memberitahu keberadaan Ara sampai kapanpun."

Vera menutup panggilan itu tanpa memberikan kesempatan bagi asisten Aksa untuk menjawab. Dia menutup matanya, mencoba mengatur emosinya yang sedang bergolak. Vera meyakinkan hatinya bahwa ini adalah keputusan yang tepat untuk semua pihak.

LimerenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang