PART 2 ◇ TETAP MENJADI APA ADANYA
"Bunda, Vanila mana?" tanya Vano yang baru saja duduk di kursinya. Pemuda itu baru saja bergabung di meja makan bersama Ayah dan Bundanya.
"Tadi katanya belum lapar."
"Belum lapar? Apa sepulang sekolah tadi dia sudah makan?" tanya Vano lagi sambil menyiduk nasi dan lauk pauknya.
"Sepertinya belum," jawab Sang Bunda.
"Bunda kira tadi dia sudah makan siang di sekolah. Biasanyakan kalian istirahat makan di kantin. Lagi pula dari sepulang sekolah tadi dia belum juga keluar dari kamarnya, jadi Bunda kira dia sudah makan." Penuturan wanita bernama Claudia itu membuat Vano mengerutkan keningnya.
'Ada apa dengannya? Tidak biasanya dia bersikap seperti ini, di sekolah tadi dia juga nggak menyentuh makanannya sama sekali, dia bahkan pergi tanpa menyentuhnya, dan sekarang dia bilang nggak lapar,' batin Vano penuh tanya.
"Ada apa, Van?"
"Vanila bahkan nggak makan saat jam istirahat tadi, Bun," jawab Vano.
"Kalau begitu nanti setelah kamu makan, kamu antarkan makanannya ke kamarnya saja. Paling saudara kembarmu itu sedang malas makan. Kamu tahu sendiri kan kelakuan adikmu itu, kalau dia sudah malas makan perlu-"
"Disuapi," Vano menyela ucapan Ayahnya, dan Sang Ayah tersenyum simpul karena Vano memang benar-benar mengerti dengan prilaku saudara kembarnya itu.
"Nanti biar Vano yang suapi anak manja itu," ucap Vano lalu melahap suapan pertamanya.
●●●●●
"Tuan Putri!" seru Vano sambil membawa nampan yang berisi makanan untuk saudara kembarnya.
"Can you help me? Please, open the door, Sweety...," pinta Vano, dan daun pintu itu terbuka menunjukan sosok cantik itu sedang menata rambut panjangnya menjadi kuncir kuda.
Vano memasuki kamar bernuansa girly itu setelah memberikan senyumannya pada Vanila. Vanila berjalan mengekori langkah Vano yang kini sudah duduk di sofa kamarnya. Vanila memerhatikan nampan berisi makanan yang ada di atas pangkuan Vano.
"Duduk." Vano menepuk sisi sofa yang di dudukinya.
Vanila menuruti perintah saudara kembarnya itu, gadis itu duduk bersila sambil menghadap ke arah Vano. "Tuan Putri yang cantik harus makan, ayo buka mulutnya. Aaaa...."
Vano mulai menyuapi Vanila. Gadis itu tak menolak suapan dari saudara kembarnya walaupun dia tidak lapar, karena percuma menolaknya, Vano pasti akan memaksanya untuk makan dengan berbagai macam ancaman.
Vano terus menyuapi Vanila dengan cekatan, hal itu sudah menjadi kebiasaannya ketika adiknya itu sedang susah makan. Vano memberikan gelas berisi air putih itu setelah Vanila selesai dengan suapan terakhirnya.
"Pintarnya." Vano mengacak rambut Vanila dengan gemas. Vanila hanya menghadiahi Vano dengan cengiran.
"Terima kasih, Kak."
"Sama-sama adikku yang superduper manja."
Ucapan Vano membuat raut wajah Vanila berubah murung seketika, entah mengapa gadis itu kembali mengingat kata-kata Tia yang mengatakan jika dia itu manja, menyebalkan dan menyusahkan.
Saat hendak beranjak tiba-tiba saja langkah Vano terhenti ketika mendengar ucapan Vanila. "Apa aku sangat manja?" tanya Vanila dengan nada lirih. Gadis itu benar-benar memikirkan kata-kata Tia tadi dan entah kenapa perkataan gadis itu membuat hatinya sakit.
"Kamu nggak manja, tapi sangat-sangat manja." Vano tersenyum sambil mengelus lembut pipi Vanila dengan ibu jarinya.
"Apa aku sangat menyebalkan?" Vano kembali tersenyum sambil mengacak poni Vanila ketika mendengar pertanyaan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Thread
RomanceKetika benang merah membentang di antara keduanya dan menjadi pembatas atas perasaan yang mereka rasakan, akan menjadi apakah cinta tulus yang hadir di tengah-tengah mereka? Seperti apa yang diinginkan Vanila, Vano memeluknya hingga dia tertidur pul...