Prolog

13 3 1
                                    

"Tawuran!! "

Teriakan siswi itu mengundang para teman-teman nya untuk menghampirinya.

"Dimana? "

"Digang depan. "

Setelah mendengar itu salah satu siswi keluar dari kerumunan dan mengambil ponselnya lalu menelpon seseorang.

"Ayo angkat... " Monolognya dengan ponsel di telinga nya.

Beberapa kali ia menghubungi seseorang itu, namun belum diangkat juga. Akhirnya ia berlari keluar kamar, dengan tergesa menyusuri lorong asrama dan keluar dari gedung asrama putri.

Ia menelpon lagi berharap mendapatkan jawaban dari sebrang sana. Panggilan pun terhubung, namun terdengar suara riuh dari sebrang telpon membuat suaranya menjadi tidak jelas.

"Bang lo dimana? "Ucapnya dengan suara panik.

"Kenapa? "

Jawab seseorang dari telpon dengan sedikit berteriak karena teredam dengan suara riuh.

Siswi itu diam sebentar mendengarkan keributan yang terjadi ditelpon. "Lo ikut tawuran kan? "

Tak ada jawaban, hanya kericuhan yang terdengar dari keributan itu.

"Pulang ke asrama sekarang bang, atau gue yang nyusul kesana. " Setelah mengucapkan itu panggilan tiba-tiba terputus dari sana. Siswi itu bergegas keluar gerbang menuju tempat tawuran, dan kini ia berada dekat dengan tawuran yang sedang berlangsung.

Matanya menelusuri sekitar mencari seseorang, namun ia tidak dapat melihat orang yang ia cari.

Ia mencari diberbagai tempat dengan terus menelpon. "Angkat bang... " Perasaannya gelisah karena mempunyai firasat buruk.

Ia melihat ponselnya melihat keberadaan orang yang ia cari melalui aplikasi pelacak yang sebelumnya sudah ia tautkan. Pelacak itu berhenti disekolah nya, ia masuk dan melihat sekeliling.

Matanya terkunci pada suatu objek, dilantai atas. Orang yang ia cari sedang berkelahi dengan seseorang disana.

"Abang berhenti!! "Teriakannya tidak sampai kelantai atas karena jarak yang jauh. Ia berlari berniat untuk naik kelantai atas, namun sebelum itu...

Bruk!

Siswi itu berhenti ketika terkena sedikit cipratan darah. Tubuhnya menjadi kaku, matanya menatap lurus. Perlahan kepalanya menunduk dan melihat darah yang mengalir mengenai sepatunya. Pandangan matanya beralih pada sumber darah itu, sesosok tubuh yang kini tergeletak bersimbah darah tepat didepannya.

Tangan siswi itu bergetar menutup mulutnya tak percaya, kakinya tak mampu menopang tubuhnya hingga berlutut di tanah yang penuh dengan darah. Ia mendongak menatap lantai atas, sekilas ia melihat seseorang diatas yang sempat melihat kebawah.

"Abang... Bangun... "Ucapnya gemetar memegang tangan kakaknya yang berlumuran darah. Air matanya perlahan mengalir. Ia berdiri dengan kaki yang gemetar dan terkena darah, menatap lantai atas yang sekarang tidak terdapat siapa-siapa.

Ia menunduk, air matanya mengalir dengan deras, tangannya mengepal, seluruh tubuhnya gemetar menyaksikan kematian kakaknya didepan matanya dengan darah yang mengalir begitu banyak disekitarnya.

_____

Ia mematikan tv setelah melihat berita itu, lalu melempar remotnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia mematikan tv setelah melihat berita itu, lalu melempar remotnya. Ia tersenyum getir, "Bohong, abang gue gak bunuh diri. Dia gak setres, tapi mereka! "

Dibalik Dinding SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang