Assalamu'alaikum...
Aku kembali, Enjoy yaa...
Jangan lupa vote dan komennya.⚠️ Cerita hanya fiktif belaka ⚠️
🌷🌷🌷
Sebenarnya, awalnya aku berbohong perihal akan mampir ziarah. Niat awal aku berniat untuk langsung pulang, tapi karena sudah terlanjur berucap pada mertua kalau akan ziarah, akhirnya aku memutuskan untuk mampir Syekh Jumadil kubro yang diyakini oleh para sejarawan juga ulama' Nusantara kalau makam aslinya terletak di Trowulan, Mojokerto.
Sebelumnya, aku sudah menghubungi salah satu teman semasa mondok dulu yang kebetulan rumahnya dekat dengan makam Troloyo. Ini juga yang jadi salah satu alasan kenapa aku memilih ziarah kesini, aku ingin sowan pada orangtuanya -Ning Nayla- temanku. Aku ingin minta do'a dan berkah dari orangtuanya yang Sholih, sekalian menyambung silaturahmi.
Saat kutelepon dan bilang ingin main, Ning Nayla sangat senang. Kami memang cukup dekat dari semasa nyantri di kediri, hanya semenjak aku menikah dan dia sibuk dengan pekerjaannya, komunikasi kami jadi sedikit berkurang.
Sampai gerbang depan rumahnya, aku bisa melihat dengan jelas dia menungguku di terasnya. Kubunyikan klakson setelah sebelumnya aku mengirim satu pesan terlebih dahulu bahwa aku sudah didepan rumahnya.
Ning Nayla bergegas menggeser gerbang dan mempersilakan untuk masuk, begitu aku turun dari mobil, dia spontan memelukku, sangat erat.
"Ya Allah Ning... Kangen banget. Terakhir ketemu pas jenengan nikah nggih?!" Pekik ning Nayla senang.
Ning Naila memang tipe wanita yang ceria dan ekspresif. Meski dia putri kyai besar, dia tetap diberi kebebasan oleh kedua orangtuanya untuk berkarir, tidak hanya turut ngerumat pesantren.
Walhasil, Ning Nayla yang memang ulet dan tidak bisa diam itu sukses dengan karirnya sebagai pembisnis yang bergerak dibidang fashion, brand buatanya bahkan sering diadu dengan beberapa brand raksasa lokal lainnya. Temanku yang satu ini bisa dibilang berhasil sukses diusia muda, strategi dan kreativitasnya sedari dulu sudah tidak diragukan lagi.
"Sampe lupa. Monggo, monggo masuk. Ya Allah Ning..." Ning Nayla menggoyang-goyangkan pundakku dengan sedikit loncat-loncat, aku membalasnya dengan tawa tipis sebab perilakunya masih sama, tidak berubah samasekali.
"Ayo Ning, duduk!" Ajaknya agar aku duduk pada sofa ruang tamunya.
"Kok jadi formal toh? nimbalinya segala pake embel-embel kayak biasa mawon dong. Alna." Ujarku
"Hehe, sungkan lah. Sudah jadi bunyai, masak aku manggilnya jambal?"
"Kamu ini! Ora, ora bunyai-bunyai-an. Aku masih temenmu yang dulu."
"Okedeh. Alna mau minum opo? Teh? kopi? Oh. Aku hafal kesukaanmu. Hot chocolate kan?" Tawarnya antusias
"Ora usah repot-repot Nay-"
"Oh. Oke, air bening." Belum juga aku melanjutkan ucapanku, Nayla sudah lebih dahulu menyahut kemudian berjalan cepat guna mengambilkan air putih untukku.
"Nih, air beningnya. Monggo diunjuk ndoro. Haha"
"Yee, ngunu wae nawarin sembarang kalir. Ujungnya air putih." Protesku dengan kekehan
"Hehe, lah katamu ora usah repot-repot. Yo iki sing ndak repot. Air bening. Hahaha"
"Ada-ada aja kamu ini Nay"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alghana
SpiritualAlghana, The Journey in Al-Hikam... Alzena Naufas Saniyyah, Sesuai namanya dia setia dan bersinar. Tapi, apa dia akan tetap berperilaku sesuai arti namanya? Setelah dia menjadi istri dari Gus Agham -Azad Ghamiil- yang mempunyai dinasti kokoh sejak...