Chrisola 07

17 2 0
                                    

“Pagi ini kalau aku jemput mau nggak?”

Setelah membaca pesan itu, Viola tiba-tiba tersedak. Buru-buru ia meletakkan ponsel dan sendoknya lalu meneguk segelas air dari samping piring.

“Viola, tadi Papa bilang jangan main ponsel sambil makan, kan!” ujar papa menggelengkan kepala lalu memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.

Viola segera mengambil tisu lalu membersihkan area bibirnya. Kemudian kembali meneguk air secara perlahan. Setelah merasa baikan, ia menatap papa dan tersenyum malu.

“Maaf, Pa.”

Viola sedikit takut untuk kembali membuka ponsel. Takut saja bila nanti papa jadi marah karena terus menerus bermain ponsel. Jadi, ia biarkan benda itu di sampingnya sambil buru-buru menghabiskan makanannya agar dapat membalas pesan Arkan.

Kira-kira apa yang akan ia balas?

Ola jadi bingung sendiri.

“Papa hari ini ke kantor?” tanya Ola meletakkan sendoknya.

“Siangan. Tapi kamu bakal tetap Papa antar.”

Viola menganggukkan kepala. Bagaimana caranya agar papa mengizinkan Arkan untuk mengantarnya?

“Pa, hari ini Ola dijemput teman. Boleh, kan?” di bawah meja, dia meremas taplak dengan kuat. Takut mendengar penolakan dari papa.

“Siapa yang antar kamu? Pakai kendaraan apa?”

Viola tidak langsung menjawab. Ia berpikir terlebih dahulu. Tapi yang Ola tahu meskipun papa orangnya cukup perfeksionis tapi dia bukan tergolong kepada tipe orang yang mengekang orang lain. Jadi Ola memutuskan untuk berbicara sejujurnya saja.

“Teman Ola yang jemput, pakai motor.”

Papa tidak langsung menjawab, ia tengah mengunyah makanannya saat Ola berbicara.

“Langsung ke sekolah, kan?”

Viola dengan cepat mengangguk. Ia juga tidak akan mau jika di ajak bolos oleh Arkan.

“Tapi nanti siang, Ola nggak langsung pulang, Pa! Ola mau liat pertandingan basket dulu.”

Ola tersenyum ketika papa menganggukkan kepalanya. Untungnya papa benar-benar bukan tipe pengekang seperti apa yang Ola pikirkan.

“Boleh. Aku tunggu di depan.”

Ola tersenyum melihat pesan yang baru saja ia kirim kepada Arkan. Setelah mereka selesai makan, Viola segera beranjak ke kamar mengambil tas dan jaket.

Ponselnya berdering saat Viola sedang merapikan rambut. Ada pesan dari Arkan, katanya dia sudah ada di depan rumah. Membaca itu, Viola langsung bergegas ke luar rumah. Takut saja jika papa bertemu Arkan. Untungnya, saat Ola sudah melewati ruang tamu, papa tidak ada di sana. Mungkin saja dia masih ada di dalam kamar.

“Hay, udah siap?”

Viola tersenyum lalu mengambil helm yang Arkan arahkan kepadanya.

“Ini helm siapa, sih? Kok warna merah muda?” Viola tersenyum geli tetapi tetap memakai helm itu. Untungnya tidak bau.

“Punya adik aku. Tadi dipinjam dulu,” Arkan memutar motornya, “ayo!”

Viola hanya mengangguk dan naik ke atas motor. Ini kali pertama Ola dibonceng seperti ini. Apalagi dijemput dari rumah.

Tapi bayang-bayang Vani yang pernah duduk di tempatnya sekarang membuat moodnya jadi turun drastis. Selama di jalan, Ola jadi tidak nyaman untuk duduk.

Motor yang Arkan bawa sudah memasuki area sekolah. Arkan mulai mengurangi kecepatan motornya. Sementara Ola jadi sedikit panik saat beberapa orang melirik ke arah mereka. Untung saja jaket yang ia bawa bisa menutupi roknya.

ChrisolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang