Sore ini terik mentari begitu cetar membara. Musim kemarau belum berganti dan udaranya begitu sangat panas memeluk bumi.
"Fan.. kamu kenapa? Sakit?"
Aku mengangguk pelan. Rasanya perut ku seperti dikocok dan ditusuk saking sakitnya. Butuh berapa lama lagi aku menahan sakit ini dan mengurung diri dikamar setelah pulang sekolah tadi?
"Sakit perut?" tanya Bunda lagi.
"Iya Bund, terus ada luka di CD Fania. Apa karena semalam Fania jatuh dari pohon jambu ya."
"Haa... Coba liat."
Aku memperlihatkan CD ku yang di sekolah tadi ku pakai. Ya sekarang aku sudah menganti CD lain. Tah kenapa bukannya terkejut, Bunda malah tersenyum saat mengecek CD ku yang basah dengan bercak hitam bercampurkan merah.
"Anak Bunda ternyata sudah besar. Ini darah menstruasi kamu nak, bukan luka."
"Haa? Kok bisa Bund?"
Delfi tiba-tiba masuk ke kamar. Duduk diranjang mendekati aku dan Bunda.
"Bisa dong nak, kamu kan perempuan dan ternyata sudah masuk umur,"ujar Bunda lembut.
"Emang kak Fania pikir dia laki-laki ya Bund?"tanya Delfi polos.
"Diam kamu!!!" aku menatap ke Delfi tajam mengodenya untuk keluar sekarang juga, tapi bocil satu ini selalu pura-pura tidak peka dan sering kali ingin tahu apa yang orang dewasa bicarakan padahal dia sendiri juga tidak paham.
"Kamu nanti kekamar Bunda ya ambil pembalut. Biar CD kamu ga tembus."
"Oke Bund, terus larangan selama menstruasi ini apa Bund?"
"Selama mens kamu gak boleh sholat, ngaji, megang Al-Qur'an, dan yang pasti kamu harus selalu jaga kebersihan dalam maupun luar.
Kebersihan dalam dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah seperti jangan pernah meninggalkan sholat dan beribadah lainnya setelah selesai halangan nanti.
Sedangkan kebersihan luar kamu harus membersihkan pembalut maupun CD bekas mens. Jangan dibuang sembarangan jika masih ada bekas darahnya yang belum hilang. Dan jangan lupa juga merawat diri biar anak Bunda lebih cantik dan bersih."
Aku mengangguk, sebenarnya ada banyak pertanyaan yang bersarang di kepala ini, tapi kuurungkan niat kala melihat ada Delfi di sini. Ya anak itu tidak bisa jaga rahasia, sebenarnya saat ini aku menyesal tidak menutup pintu kamar dan membiarkan dia masuk, hingga sekarang dia sudah tahu jika aku sedang menstruasi. Mungkin bisa saja dia memberitahu Ayah atau bahkan Naufal, walaupun dia tidak tahu apa itu menstruasi dan apa dampaknya jika dia menceritakan itu kepada lawan jenis yang membuat ku semakin malu.
"Fania juga kalau menstruasi gak boleh minum es dan makanan pedas-pedas. Mending minum air putih yang banyak supaya mengurangi rasa sakit pada saat haid."
Terbayang tadi siang saat dikantin makan bakso goreng dicampur saos begitu banyak, juga teh es sebagai minumannya. Matilah aku! Tapi namanya juga perdana wkwk, ya belum tahu.
"Ohh begitu Bund, makasih yaa Bund untuk semua penjelasannya."
"Iya sama-sama. Bunda keluar dulu ya, mau nyiapin makan malam. Delfi masih mau di sini?"
"Iya Bund, Delfi di sini aja."
"Baiklah, jangan ganggu kakak kamu ya." Anak itu mengangguk patuh walaupun kepatuhannya masih diragukan.
Bunda sudah keluar, kini hanya kami berdua di kamar.
"Kak, menstruasi itu apa? Kakak menstruasi ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Jumantara || Rasa Tak Bernama Part 2
Teen FictionHidup hanya ada dua pilihan, yaitu dipilih dan memilih. Jika keduanya tidak didapatkan, bersiapkan untuk menerima. Terlahir menjadi anak haram bukanlah pilihan. Jika saja hidup ini bisa menolak, lebih baik Fania tidak dilahirkan di muka bumi...