Makan siang di kerajaan seharusnya adalah sebuah acara yang penuh dengan keceriaan dan kehangatan. Ruang makan besar di istana dipenuhi dengan cahaya matahari yang menerobos melalui jendela-jendela besar, memberikan ruangan tersebut suasana yang cerah dan hangat.
Di tengah ruangan, sebuah meja makan panjang tertata rapi dengan perak dan piring-piring yang berkilauan, dan berbagai macam makanan lezat yang menggugah selera. Ada berbagai jenis daging panggang, sayuran segar, roti yang baru saja dipanggang, dan berbagai macam kue dan manisan.
Raja Philip duduk di ujung meja, dengan Ratu Sophia di sampingnya. Mereka berdua tampak anggun dan berwibawa, namun juga hangat dan ramah. Mereka berbicara dengan lembut satu sama lain, sesekali tertawa atas lelucon yang dibagikan. Anna di sebelah mereka. Di seberang meja, Pangeran Carl dan Putri Ruby duduk dengan ekspresi yang tidak nyaman.
Ratu, dengan nada yang berat memulai pembicaraan dengan topik yang Anna benci.
"Jadi, Anna. Mungkin sudah saatnya kita mulai membicarakan pertunanganmu dengan Pangeran Dragonia."
Anna menatap ibunya, terkejut. "Aku sudah mengatakan kepada Anda. Aku tidak ingin menikah dengan Pangeran Dragonia."
Raja, yang telah diam sepanjang waktu, akhirnya angkat bicara. "Ratu," katanya dengan suara rendah dan tegas, "kita sudah membahas ini. Anna memiliki hak untuk memilih pasangannya sendiri."
Ada sedikit kelegaan yang melintas di wajah Anna, tetapi itu segera hilang saat dia melihat ekspresi kesal Ratu. Makan siang berlanjut dalam suasana yang canggung dan tegang. Anna merasa seperti dia sedang tenggelam, dan dia hanya bisa berharap agar semuanya segera berakhir.
Ratu menatap Anna, matanya menyala dengan kekecewaan. "Anna," katanya, suaranya tajam, "kau harus memikirkan masa depanmu. Pernikahan dengan Pangeran Dragonia akan mengamankan posisimu dan masa depan kerajaan."
Anna menatap ibunya, merasa jengah. "Apakah masa depan kerajaan lebih penting daripada kebahagiaanku?"
Ratu tampak sedikit kesal, tetapi dia tidak berkata apa-apa lagi. Sementara itu, Pangeran Carl dan Putri Ruby saling bertukar pandangan bingung dan tidak nyaman.
Setelah beberapa saat hening, Pangeran Carl akhirnya angkat bicara. "Anna," katanya, suaranya dingin dan tajam, "kau harus memahami maksud Ibu. Pernikahan ini bukan hanya tentangmu, ini tentang masa depan kerajaan."
Putri Ruby mengangguk setuju, menambahkan suaranya. "Kau harus berpikir lebih dewasa, Anna," katanya, nada suaranya menunjukkan sedikit kesal. "Kita semua harus membuat pengorbanan untuk kebaikan kerajaan."
Ratu Sophia tersenyum puas, sementara Raja Philip tampak semakin frustrasi. Makan siang dilanjutkan dalam suasana yang canggung dan tegang. Anna merasa seperti dia sedang berperang melawan dunia, dengan hanya ayahnya yang berada di pihaknya.
Anna menatap saudara tirinya, merasa terpukul oleh kata-kata mereka. Dia menelan ludahnya, mencoba meredakan rasa sakit di dadanya.
"Aku...," dia berusaha mencari kata-kata yang tepat, "Aku hanya ingin...," dia berhenti, tidak mampu menyelesaikan kalimatnya.
Raja Philip, melihat putrinya berjuang, berbicara. "Cukup," katanya, suaranya keras dan tegas. "Kita tidak akan membahas ini lagi. Anna, kau bebas memilih apa yang kau inginkan untuk masa depanmu."
Ratu Sophia tampak ingin protes, tetapi Raja Philip menatapnya dengan tegas. "Ini sudah cukup, Ratu. Kita akan menghormati keputusan Anna."
Makan siang berakhir dalam suasana yang canggung dan tegang. Anna merasa sedikit lega, mengetahui bahwa setidaknya ada satu orang yang mendukungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess and The Spy
RomanceV adalah seorang agen rahasia yang sangat terampil dan berpengalaman. Dia memiliki tubuh yang atletis dan kuat, hasil dari bertahun-tahun latihan fisik dan mental intensif. Matanya yang tajam selalu waspada dan penuh dengan kecerdasan, mencerminkan...