"Tante Alisha, Gavinnya ada ga?"
Adista mendatangi rumah Gavin sepupunya itu. Baru sampai di depan pintu, ia langsung melihat Alisha, ibu dari Gavin.
"Gavin ada, tuh di kamar" wanita itu menjawab pertanyaan Adista. "Aku masuk ya tan"
Wanita itu menghela nafas. "Kamu itu keluarga, Adista. Masuk daritadi juga gapapa, pake basa-basi segala" ucapnya menggelengkan kepalanya pelan.
Adista hanya cengengesan mendengarnya. Setelahnya, ia pergi menuju kamar Gavin.
Baru beberapa langkah ia masuk, ia langsung disuguhkan foto keluarga Gavin yang begitu elegan. Ia juga punya di rumah, tapi menurutnya tidak se-elegan itu. Entahlah, ia selalu terpikir.
Ia mempercepat langkahnya menuju kamar Gavin. Banyak pertanyaan yang harus ia lontarkan ada lelaki itu. Saat sampai di pintu kamar Gavin, bukannya mengetok pelan. Adista malah menggedor-gedor nya.
"GAVIN! BUKA PINTUNYA. GUE MAU MASUK!!"
Adista berteriak memanggil sang sepupu. Ia ini terkadang bermuka dua juga. Ia manis di hadapan ibu Gavin, tapi lihatlah pada Gavin. Bahkan ia tak segan meneriakinya tanpa sebab.
"GAVIN! BUKA PINTUNYA ATAU GUE DOBRAK!" Adista terus-menerus meneriaki Gavin dari luar pintu. Ia tidak tahu saja bahwa di dalam sana, Gavin tengah menahan tawa mendengar ucapannya.
"GA-"
"Lo mau dobrak pintu kamar gue?. Kaya bisa aja"
Tepat saat Adista ingin meneriaki Gavin lagi. Lelaki itu langsung membuka pintu dan menyahut tiba-tiba.
"Lo gapunya telinga atau memang tuli!?"
"Gue sebenernya dengar. Cuma, seru aja dengar lo teriak-teriak gitu. Lucu so-
-ARGHH BANGSAT LEPASIN TANGAN LO!!"
Bukan Adista lagi. Sekarang yang berteriak adalah Gavin. Adista menarik rambut Gavin dan membuat sang empu berteriak kesakitan.
"ADISTA! LEPASIN TANGAN LO!"
Adista hanya tertawa tanpa berniat melepaskan tangannya dari rambut Gavin. "Lebih lucu gini kalau gue narik rambut lo!. Sampai botak ya Vin?"
"LEPAS ADISTA!"
"Rambut lo yang dilepasin?"
"TANGAN LO!"
Adista terkekeh mendengarnya. Ia kira rambut lelaki itu yang di lepasin kan?. "Owh, gue kira rambut lo"
Setelah puas, Adista langsung melepaskan tangannya dari rambut Gavin. "Puas gue akhirnya" Gavin diam tak membalas. Ia asik mengelus dan merapikan rambutnya lagi.
"Lo ngapain anjir ke sini. Main tarik rambut segala"
"Itu salah lo sendiri"
Lelaki itu mendengus kesal. "Serius, lo mau ngapain kesini?"
"Mau berkunjung aja, gaboleh emang?. Sekalian tanya-tanya sih"
Gavin menatap Adista bingung. "Mau nanya apa lo sama gue?"
"Minimal ajak gue duduk dimana gitu kek. Capek gue berdiri daritadi"
Gavin memutar matanya malas mendengar ucapan Adista. Tidak berubah, sepupunya itu selalu membuatnya kesal.
"Lo duduk di sini aja"
"Kurang ajar banget lo nyuruh gue duduk kaya gembel di sini"
"Kan emang gembel"
Plak
Adista menampar Gavin. Enak saja dia secantik ini dibilang gembel. Apa lelaki itu tidak punya mata?.
Gavin memegang pipinya yang baru saja ditampar.
"Kasar banget lo!"
"Emang. Cepetan lah, jangan buang-buang waktu lagi. Gue mau tanya-tanya ini"
"Serah"
Setelahnya Gavin menuju ruang tamu dengan Adista yang mengekorinya. Sesekali juga ia menoleh kebelakang hanya untuk menjulurkan lidahnya guna mengejek Adista. Lelaki itu memang selalu membuat Adista kesal.
• • •
"Bu, ini kuenya diantar kemana?"
Lea hendak mengantar kue-kue pesanan yang dibuat ibunya. Karena hari ini libur, ia memutuskan untuk tetap berada di rumah sekalian mambantu pekerjaan sang ibu.
Ia juga jarang-jarang berada di rumah. Maka hari ini ia ingin menemani wanita paruh baya yang sudah melahirkannya itu.
"Kuenya antar ke toko depan. Sekalian minta uang semalam, ibu lupa mintanya"
"Iy Bu. Lea berangkat ya"
"Iya, hati-hati"
Lea langsung beranjak cepat menuju toko. Mumpung ia jarang-jarang menolong ibunya mengantar pesanan.
Toko tempat ia akan mengantar kue, sebenarnya tidak jauh. Jadi ia tidak perlu repot-repot menaiki apa-apa. Tinggal jalan kaki saja, ia akan sampai pada tujuan.
"Bi ini kue pesanannya. Ibu bilang uang kue semalam belum di kasih"
Setelah sampai di toko, Lea langsung menghampiri wanita pemilik toko itu yang kebetulan sedang mengecek kue-kue lainnya.
Wanita itu mengambil bungkusan kue yang Lea pegang. "Iya, bentar ya uangnya bibi ambil" ucapnya.
"Iya bi" Lea tersenyum dan mengangguk kecil.
• • •
"Gabisa gitu dong!"
Gavin menatap Adista sinis. Apa-apaan ia disuruh menjauhi orang yang disukainya begitu saja. "Ya karena alasan lo basi banget" Adista berucap dengan santai.
"Masa lo suka Lea yang statusnya sahabat gue cuma karena dia cantik?. Basi banget dong, pasti lo ada apa-apa kan!" Adista berucap lagi dengan penuh selidik.
"Ya gue harus kasih alasan kaya gimana lagi coba?"
"ya gue gatau, yang penting lo jujur. Kenapa lo tiba-tiba suka sama si Lea. Cuma karena dia cantik?. Gue ga terima" ucap Adista dengan penuh tekanan di akhir kalimatnya.
Gavin menatap sepupunya itu dengan kesal. Apa-apaan wanita itu melarangnya begitu saja?. "Terserah. Gue juga gabutuh lo sebagai penerima alasan gue"
"Harus dong!, Gue sahabatnya!. Gue gamau sahabat gue harus berakhir sakit hati sama cowo tokek kaya lo!"
"Gue bukan tokek bangsat!"
"SERAH!. SEBELUM LO PUNYA ALASAN YANG LOGIS SUKA SAMA LEA. GUE GABAKAL TERIMA KALAU SI LEA SAMA LO!!"
Setelah meneriaki Gavin, Adista berlari keluar dengan terbirit-birit. Tidak, ia tidak takut sepupunya itu marah. Ia hanya tidak ingin melanjutkan perbincangan tadi.
Caranya hari ini sudah benar. Sekali lagi, ia perjelas. Ia tidak ingin sahabatnya jatuh hati kepada orang yang salah.
- To be continued -
KAMU SEDANG MEMBACA
ASHARA [ON GOING]
Novela Juvenil❝Biar aku jelaskan bagaimana rasanya menjadi seseorang yang dibenci. Dan biar aku ceritakan bagaimana rasanya berjalan di atas luka❞ - Lea