24 - The problem

343 51 12
                                    

Hallo readers/siders

Happy reading


[Name] menghela nafas berat kala melihat beberapa karangan bunga didepan pintu rumahnya di pagi hari, maniknya menatap ke arah 2 buah karangan bunga dalam bentuk bucket itu dengan senyuman tipis di bibirnya. Sedikit merasakan detak jantungnya yang berdetak mengikuti irama kebahagiaan yang datang.

Manik indah itu tak lepas menatap karangan bunga mawar merah tersebut, tangannya terulur mengambil surat yang terlihat jelas terselip diantara bunga bunga mawar yang begitu indah itu. Membuka dan membaca isi surat itu perlahaan.

Selamat pagi bumil :)

Maaf aku tidak bisa mengunjungimu hari ini, aku memiliki jam rapat keluar kota hari ini dan akan pulang besok pagi. Karena hari ini aku tidak bisa memberimu bunga ini secara langsung maka akan ku kirimkan double sebagai tanda permintaan maaf.

Mawar-mawar ini selalu mengingatkanku padamu [Name].

Aku menyayangi-mu dan bayi yang ada didalam perutmu.

Salam hangat, 

Seo


[Name] tersenyum membaca surat yang berada ditangannya, hatinya menghangat dan bisa merasakan hal yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang ketika berhadapan dengan Seo. Ia meratapi bunga mawar yang begitu indah, sementara bibirnya membentuk senyuman yang lembut. [Name] merasakan kehangatan dalam kata-kata Seo, dan rasa terima kasih menyelimuti hatinya.

Mawar merah yang indah itu, dengan lembutnya, [Name] menyentuh satu per satu kelopak mawar menggunakan jari-jarinya dengan perasaan bahagia. Setiap kelopak mawar itu seperti simbol cinta dan perhatian dari Seo. Namun, ada perasaaan bimbang didalam hati ketika menerima perhatian yang begitu dalam dari sosok Seo yang selalu bersamanya. Pria itu bahkan sudah menunjukan perhatian dan segala hal namun [Name] seakan tetap memikirkan nasibnya bersama Gimyung yang bahkan tak lagi menemuinya setelah pertemuan mereka dirumah sakit waktu itu. Mereka hanya akan saling berkabar lewat pesan ponsel dan Gimyung yang mengirimkannya uang setiap bulannya. Tapi [Name] sadar akan apa yang dialami pria itu, pria itu seakan tak bisa lepas dari ikatan sang ibu yang begitu memaksa agar pria itu mengikuti semua pilihannya.

[Name] merenung sejenak, membiarkan bunga mawar dan aroma harumnya meresap ke dalam indera perciuman hingga mempengaruhi kesadarannya. Dia merasa terhormat dan disayangi oleh Seo, namun bayangan Gimyung seakan masih menghantui pikirannya. Perasaan cintanya kepada Gimyung masih terlalu dalam, meskipun kenyataan telah memisahkan mereka. 

[Name] kembali menyentuh perutnya yang buncit, menatap pelan ke sekitaran sembari menghela nafas. Bayi yang ada di perutnya sekarang adalah simbol cinta dan dirinya bersama Gimyung meski dengan cara yang salah. Tapi Seo adalah pria baik yang selalu berada di sampingnya, berusaha memberikan dukungan dan cinta dan [Name] juga bisa merasakan ketulusan dan kebaikan hati Seo.

"Sebenarnya apa yang aku pikirkan?" Gumamnya..


------------

Gimyung sedang menikmati secangkir kopi panasnya dengan menatap keluar jendela yang seakan menggambarkan suasana tenang hari ini. Wajah tampannya sedikit menunduk dan kurus akibat terlalu banyak memikirkan hal hal yang sedang melanda dirinya sendiri. Gimyung merasa dirinya bukanlah seseorang yang pantas disebut sebagai seorang lelaki akibat perbuatan yang ia buat dengan kesadarannya sendiri. 

Ia begitu mencintai sosok wanita yang kini tengah mengandung putrinya, namun di sisi lainnya dia juga punya seorang wanita yang mengandung putrinya yang juga menjadi pilihan dari sang ibu untuk menjadi pendamping-nya.

"Sayang.."

Gimyung menoleh, menemukan sosok perempuan berponi yang tak lain adalah Rua. Wanita itu tampak cantik dan tersenyum kearahnya dengan tulus. Gimyung tersenyum tipis melihat Rua yang datang menghampirinya. Meskipun senyuman tergambar di wajahnya, namun matanya masih mencerminkan kegelisahan dan kebingungan yang terus menghantuinya.

"Rua," sapanya dengan lembut.

"Ada apa kak? Ada sesuatu yang bisa aku bantu?" tanya Rua sambil duduk di kursi di sebelah Gimyung.

Gimyung menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Sudah lama kita bersama, bukan? Dan seharusnya kita saling memahami. Tapi mengapa semuanya menjadi semakin rumit?"

Rua menyeritkan dahi ketika mendengar keluh sang pria, pemahaman tentang perkataan yang baru saja terucap membuat raut ketidaksukaan Rua kembali muncul karena Gimyung pasti membahas soal [Name].

Gimyung melihat ketidaknyamanan di wajah Rua dan mencoba menjelaskan, "Aku tahu ini sulit, Rua. Tapi kita harus bicara tentang semua ini. Kau tahu bahwa aku punya tanggung jawab pada [Name] yang tengah mengandung anakku. Dan di sisi lain, ada kau yang juga berada dalam situasi yang sulit."

"Kenapa kau selalu mambahas [Name]?"

Gimyung melihat ekspresi kesal di wajah Rua dan merasa sedikit gugup. "Rua, aku mengerti bahwa ini sulit bagimu, dan aku tidak bermaksud menyakiti perasaanmu. Tapi aku ingin kau tahu bahwa [Name] juga adalah seorang wanita yang penting dalam hidupku. Dia tengah mengandung anakku, dan aku merasa memiliki tanggung jawab untuk mendukungnya."

Rua menatap Gimyung dengan tatapan penuh ketidaksetujuan. "Tapi kita memiliki keluarga sendiri, Gimyung. Kita punya anak yang sedang aku kandung. Kenapa kau selalu memikirkan perempuan itu, kenapa tidak aku dan putramu yang kau pikirkan!?"

Gimyung mencoba menahan diri dengan mengusap perlahan lengannya agar tenang karena sadar Rua sedang hamil dan pasti hormon miliknya sedikit berkoar-koar.

"Aku juga mencintaimu, Rua. Tapi kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa [Name] juga memiliki tempat di hatiku. Aku tidak ingin mengecewakan siapa pun, termasuk dirmu dan anak kita. Tapi aku merasa perlu menjalani tanggung jawabku sebagai seorang ayah."

Rua mendengus dengan kesal. "Tapi ini bukan hanya tentang anak kita, Gimyung. Ini juga tentang kita, tentang hubungan kita. Aku tidak ingin terus menjadi 'pelengkap' dalam hidupmu, selalu berada di belakang [Name]. Aku yang menjabat sebagai istrimu tapi kenapa selalu dia yang kau pikirkan?!!! Jangan lupakan ini semua karena perbuatanmu, jika tidak karena bayi ini ada diperutku aku tidak mungkin dengan seorang lelaki brengsek sepertimu?!!"

"Rua! Kenapa kau berucap seperti itu?!" Gimyung menggenggam tangan Rua dengan lembut. 

"Aku ingin menyelesaikan ini dengan cara yang baik-baik, Rua. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan kenyataan. Aku berharap kau bisa mengerti tentang ini.."

Rua menarik tangannya perlahan dari genggaman Gimyung. "Aku butuh waktu untuk memikirkannya, Gimyung. Ini bukan keputusan yang bisa diambil dengan mudah."

Gimyung merasa beban yang semakin berat di pundaknya. Dia mengerti bahwa situasinya rumit dan tidak mudah bagi Rua. Sementara Rua masih dalam keadaan marah dan bingung, Gimyung memilih untuk memberikan ruang bagi wanita itu untuk memproses semua yang telah mereka bicarakan.


Jangan lupa vote keyy

Salam manis

tr

26 12 23


WRETCHEDNESS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang