chapter 16

98 15 5
                                    

Tokito Pov ••

Aku berjalan keluar dari ruangan (Name) dengan perasaan yang bercampur aduk, tanpa tahu apa itu.

Apa yang baru saja aku lakukan padanya?! Dia pasti akan langsung membenciku setelah ini, bahkan mungkin dia akan mulai menjauhiku.

Aku tak bisa mengontrol emosiku akhir akhir ini, lagipula aku hanya ingin memberitahunya untuk jangan terlalu akrab dengan para pilar itu

Tapi, kenapa kata kata itu keluar dengan sendirinya? bahkan tubuhku bergerak dengan sendirinya... Aku marah, sangat marah. Tidak, bukan pada (name) tapi pada diriku sendiri..

Aku sampai di teras dan langsung duduk di sana, menatap langit yang berkaca kaca

Aku mengusap wajahku kasar,

Seharusnya aku tak perlu memikirkan hal ini terlalu jauh, lagi pula untuk apa aku memikirkannya?

Kami hanya terikat pernikahan di atas kertas, seharusnya aku jangan berharap lebih. Dia juga bebas menjalani hidupnya, mau dekat dengan siapapun itu bukanlah urusanku

Tapi, sejak kemarin. Saat pertemuan dengan para pilar, dia dapat berbicara sembari bercanda tawa dengan pria lain di sana

Entah kenapa aku merasakan sesuatu saat itu, aku merasa.. kesal

Lalu saat ia mulai membicarakan Shinazugawa dan Iguro, aku juga kesal

Lalu sekarang, saat aku melihat ia berpegangan dengan Uzui, aku sangat kesal

Aku merasakannya.. dadaku sesak, Apakah ini yang ibu maksud saat itu?

Perasaan yang mulai tumbuh karena nyaman, aku bahkan mulai sering mengkhawatirkannya tanpa alasan beberapa waktu ini..

Sial, tidak mungkinkan.. Aku jatuh hati padanya?

Aku memang cukup tertarik padanya, tapi aku tidak benar benar serius

Tapi, kenapa sekarang..?

Ugh.. Aku harus meminta maaf padanya. Sepertinya aku sudah berlebihan.








Author Pov ••

Masing masing dari kedua insan tersebut merasa bersalah terhadap satu sama lain karena menganggap dirinya terlalu berlebihan

Sore hari, mereka berdua berpamitan untuk pulang sekalian juga Hikari berpamitan kepada semua orang karena sesuai perkataannya ia harus pulang karena sang suami sudah pulang dari tugasnya di perbatasan negara.

Tokito dan (Name) berdiri berdampingan karena di panggil oleh Hikari tentunya, mereka merasa canggung. Hikari saja merasa aneh karena biasanya jika mereka saling berdekatan pasti ada saja perkelahian kecil,

"Muichiro, kau harus menjaga putriku dengan baik. Jika tidak persiapkan saja dirimu untuk duel denganku"

Tokito mengangguk tenang seperti biasanya dengan tatapan datar, (Name) sedikit melirik Tokito dari ujung matanya, melihat tatapannya yang datar ia semakin berpikir bahwa Tokito benar benar marah padanya

Hikari beralih menatap ke arah (Name) yang menatap lantai sedari tadi,

"Untukmu (Name), kau harus mematuhi apa yang suamimu katakan. Jangan seperti anak kecil, perlakukan dia dengan baik. Kecuali jika dia macam macam denganmu, hubungi saja ibu"

(Name) menatap Hikari, ia pun mengangguk. "Kaa-san, hati hati di jalan ya. Kalau butuh sesuatu atau ada urusan dengan ku, hubungi aku juga"

(Name) tersenyum, lalu Hikari mengusap rambutnya.

"Kalau begitu, Kaa-san pergi"

(Name) mengangguk lalu melambaikan tangannya pada Hikari yang mulai berjalan pergi. (Name) sedikit kecewa karena niatnya ia ingin pulang bersama ibunya walau harus berpisah di tengah jalan. Tapi, karna Hikari yang memang sudah cukup berumur, (Name) akhirnya menyuruh ibu nya itu untuk naik kereta.

Setelah Hikari menghilang dari pandangan (Name), (Name) pun menurun kan lengannya yang sedari tadi melambai dan matanya beralih pada Tokito, bagaimana caranya sekarang ia pulang bersama Tokito? Pikirnya bingung.

Tapi tiba tiba Tokito bicara walau masih dengan nada datar,

"Kau akan berdiri di sini sampai malam? Jika benar, tinggalah sendiri. Aku akan pulang"

Tokito pun berjalan melewatinya ke arah jalan yang berlawanan arah dengan rute yang tadi Hikari ambil.

(Name) berkedip beberapa kali, lalu ia pun berjalan mengikuti Tokito dari belakang. Sepanjang jalan pun keduanya hening, tidak ada dari masing masing yang mencoba mencairkan suasana.

(Name) hanya memperhatikan langkahnya sedari tadi, hingga sesampainya mereka di kediaman Tokito.

Tokito tidak mengatakan apapun, hanya masuk lebih dulu. Dan langsung berjalan ke lantai atas.

(Name) menghela napas, jantungnya berdetak tak karuan tapi ia tetap mengikuti Tokito ke lantai atas.

Saat di pertengahan lorong, (Name) bertemu lagi dengan Tokito. Tetapi ia berjalan lawan arah dengan beberapa baju dan handuk di lengannya lalu ia berjalan melewati (Name) tanpa mengatakan apa apa dan turun ke lantai bawah.

'Apakah dia.. Ke kamar tamu?' batin (Name)

(Name) semakin panik, 'Apa dia benar benar sangat marah? Aku keterlaluan sekali sepertinya..' batin (Name) sembari menghela napas kasar dan akhirnya memutuskan untuk mendinginkan pikirannya dengan mandi.

Di sisi lain sesuai pemikiran (Name), Tokito masuk ke kamar tamu. Tapi, tidak dengan alasan yang di pikirkan (Name)

Tokito berpikir, (Name) mulai membencinya hingga ia memutuskan untuk memberinya ruang sendiri agar tidak melihat nya.

'Bukan waktu yang tepat untuk bicara dengan nya, dia menghindari tatapanku pasti sedari tadi dia membenciku dan muak denganku' pikir Tokito sembari memukul dinding kamar mandi. Wajahnya yang basah di bawah pancuran air terlihat begitu frustasi

Ia pun mengambil napas untuk menenangkan dirinya dan menyelesaikan kegiatan membersihkan dirinya

Setalah beberapa menit, ia pun keluar dan mengenakan pakaiannya. Setelah selesai, ia duduk di tepi ranjang. Ia ingin tidur tapi perasaan bersalah terus menghantuinya yang membuat perasaannya campur aduk dan jantungnya berdetak tak karuan,

Ia melihat ke arah luar jendela, bulan yang penuh mulai tertutupi oleh awan hitam.

Melihat bulan, pikirannya langsung teringat lagi pada (Name).

Tok tok tok

Pikirannya yang baru saja terhanyut pada (Name) kembali terbuyarkan dengan suara ketukan pintu

Dan tentu saja ia tahu bahwa itu (Name) karna siapa lagi yang ada di rumahnya selain istrinya itu?

Di sisi sang pengetuk pintu, perasaanya juga sedang tak karuan. Tapi, ia mencoba memberanikan diri untuk menemui sang suami dengan tujuan untuk meminta maaf dan berbaikan

"T--Tokito-san, ini aku, (Name). Aku mohon, bisakah kita bicara sebentar...?"

Nada bicara (Name) terdengar begitu panik dan ragu, tangan yang mengetuk pintu pun terasa dingin karna gugup.

Hening, tak ada jawaban. (Name) mulai semakin panik, matanya sedikit memanas dan berkaca kaca. Tangan naik berniat mengetuk pintu lagi, tapi ia urungkan.

(Name) mengepalkan lengannya, dengan perasaan kecewa, ia pun berbalik untuk pergi ke kamarnya.

'Hufft... Tokito-san...'

Mine (Sequel From 'Moon') Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang