29. Akan 'kah Semua Ini Terkuak?

784 111 28
                                    

Blaze duduk termenung di pinggir lapangan. Iris jingganya menatap ke tanah terus.

Pikirannya terus melayang pada nasib Ice. Dari lahir, jiwa Ice memang sudah dijadikan sebagai tumbal oleh kakek neneknya. Keluarga temannya sudah melakukan segala cara untuk mematahkan perjanjian tersebut. Tetapi hasilnya tetap gagal.

Bahkan Ibu Blaze sampai meregang nyawa hanya untuk menyelamatkan Ice.

Ibu Blaze bisa dibilang orang pintar. Beliau memiliki ilmu turunan dari ayahnya, alias kakeknya Blaze. Ibu Blaze menghindari segala permintaan semua temannya untuk melakukan pesugihan atau apapun itu, tapi Meera, Ibunya Ice hanya meminta untuk patahkan perjanjian.

Ibu Blaze bisa apa? Teman dekatnya meminta hal sederhana. Tapi mengapa Ibunya gagal dan meregang nyawa.

Blaze memijit pangkal hidungnya. "Nggapleki! Makin sini makin rumit masalah," gumamnya.

Tanpa disadari ada kakak kelasnya yang memerhatikan Blaze.

"Ngapa sih Blaze? Frustasi amat kelihatannya." tanya Frost yang ikut duduk di sebelah adik kelasnya.

Blaze terperanjat mendengar Frost memerhatikannya dari tadi. Aduh, malu banget Blaze jadinya.

"Gak apa-apa Bang, cuma masalah kecil doang."

Ndhasmu, masalah kecil opo seh, Aze.

Frost mengerutkan keningnya. "Masa? Cerita saja, gue bisa nyimpen cerita kok," katanya dengan yakin.

Blaze awalnya tampak ragu, tapi sepertinya Frost tipe orang yang bisa dipercaya.

"Bang, lo percaya sama hal mistis? Koyo pesugihan, tumbal?" tanya Blaze.

"Percaya, malah daerah komplek gue banyak yang nyupang." balas Frost.

Fyi: Nyupang sama aja kayak pesugihan, cuma beda nama aja.

Blaze menatap terkejut Frost. "Kok bisa?"

Frost hanya mengangkat bahunya. Ia membuka kaleng soda dan menawarkan lebih dulu pada Blaze, namun Blaze menolak.

"Bisa saja. Dan lo tahu, bayi di sana cuma bisa bertahan sampai usianya tiga minggu."

"Kejam banget? Ngincarnya bayi." komen Blaze.

Frost terkekeh kecil, ia menepuk pelan lengan Blaze.

"Sudah hal lumrah di sana, gimana toh? Pihak berwajib saja susah ambil tindakan." jelas Frost.

Blaze termangu sejenak. Ia melirik pada murid-murid yang berlalu-lalang di lapangan basket.

"Bang, kalau temen dekat lo jadi tumbal apa yang lo rasakan?" tanya Blaze.

Frost termangu sebentar mendengarnya. Ia menaruh kaleng soda dan menepuk pahanya, sebenarnya ia sedikit gugup ditanyakan hal begini.

"Gue sedih sih, mereka meninggal bukan secara husnul khatimah tapi malah jadi tumbal. Padahal bukan orang bersalah, tapi selalu saja kena."

"Itu yang gue rasain Bang, temen gue dari lahir jiwanya sudah dijadikan tumbal, sebenarnya orangnya masih hidup tapi suka kena teror saja gitu sama mahluk astral," jelas Blaze.

Frost ber'oh ria. "Ditandai ya?" ia mengangguk-angguk mengerti. "Kalau boleh tahu kenapa bisa?" tanya Frost.

"Kakek neneknya dulu pernah buat perjanjian sama mahluk halus, tapi tumbalnya itu temen gue yang dari mana pun gak ada sangkut pautnya. Gue gak tahu kapan temen gue diambil sama mereka. Temen gue dari kecil hidupnya selalu dibuntuti mistis, sampai mata batinnya dipaksa tutup-"

TEROR ORGANISASI [Publish Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang