3 | Autumn

39 10 0
                                    

┈─
© 𝟮𝟬𝟮𝟰, 𝙖𝙧𝙡𝙤𝙟𝙞𝙙𝙞𝙥𝙪𝙩𝙖𝙧

Hari ini, Rachel masih tidak menyangka apa yang sebenarnya terjadi kemarin. Hawa terasa membingungkan hingga membuatnya frustasi. Satu hal yang ia ingat hanyalah suara bentakannya kepada Daniel yang selalu terbayang di benaknya. Jujur saja, perubahan yang ada pada dirinya terasa begitu asam dan pahit.

Tidurnya berganti ke siang hari, di situlah otaknya baru mau berhenti berteriak kepada hati, dan dimana hatinya selesai memberontak balik. Damai serta tidak ada hambatan, sampai suatu hari mimpi buruknya datang tanpa diundang. Penyesalan ikut mencemoohnya, kekecewaan ikut berdansa dengan penyesalan.

Apa gue terlalu terburu-buru?

Kalau gue nggak debut, uang bakal datang dari mana?

Harusnya gue masih nemenin bokap di Semarang... Engga... Pilihan gue bisa jadi tepat, tapi yang harus gue lakuin setelah ini apa?

Masih dengan istilah: Tiga tahun yang lalu. Mimpinya adalah untuk debut bersama penyanyi kesukaannya. Ia berhasil melakukannya, tapi semua itu rasanya sia-sia sekarang.

Buat apa buru-buru menggapai mimpi sampai lupa untuk menghabiskan banyak waktu dengan orang tercinta?

Pertanyaan itu yang membawanya ke depan meja milik CEO agensi Daniel siang itu.

"Kamu mau apa?" tanya wanita itu jutek.

"Saya meminta kontrak lagu baru bersama Danielsta yang sudah ditandatangani kemarin," jawab perempuan itu. "Saya ingin batalkan dulu ...." lanjut Rachel, nadanya sedikit merendah.

Kata-kata itu menggantung di udara yang mencekik. Namun, sekretaris Danielsta nampak tak perduli dengan kondisi Rachel. Ia balik meja besar membuka salah satu folder plastik, dan menyerahkan kertas kontrak kepada Rachel.

"Thank you," ucap Rachel kebingungan. Ia mengira akan ada perlawanan oleh sekretaris agensi Daniel. “Saya permisi, bu.”

Rachel hendak menutup pintu ketika suara di dalam ruangan menyahut balik. "Tiga tahun lalu, Daniel bersinar karenamu." Rachel terkejut, ia menoleh ke wanita itu. "Terimakasih telah berkunjung, saya akan selalu menantikan comeback kalian, kenapa dibatalkan? Mohon pikir baik-baik, untuk kedua kalinya."

Rachel cepat-cepat menutup pintu lalu berlari di lorong, ia shock bukan main dengan pernyataan dari sekretaris agensi Danielsta.

●●●

Rachel duduk di bangku trotoar, menendangi dedaunan kering di dekatnya, tak lupa dengan segala umpatan perihal kehidupannya yang selalu plin plan. 

Rachel rasa kertas kontrak itu sedari tadi mengejeknya, tapi ia masih utuh, walaupun sudah hampir satu jam semenjak mereka bertemu lagi. Tangannya gatal, ingin merobek kertas menjadi kepingan kecil yang sulit disusun kembali, tetapi entah mengapa ia segan melakukannya.

Seorang pria menghampirinya. "Ngapain sendirian di sini mbak?"

Rachel tak familiar dengan suara ini, penasaran, tapi ia malas menoleh ke siapa yang berbicara kepada dirinya. "Kenapa?" tanya Rachel.

Tidak ada jawaban, melainkan sebuah tangan yang mengelus pelan kepala Rachel. "Kapan pulang?" Tanya pria itu, ia duduk di samping Rachel.

"Hah?" Kepala perempuan itu tersentak ke atas, semakin terkejut ketika yang Rachel dapati ialah sang ayah.

Mungkin dirinya terlihat gila sekarang. Di sampingnya persis, ada ayah duduk.

"Ayah?"

Pria itu tertawa kecil. "Iya."

Mata Rachel mengerjap keheranan. "Sejak kapan, ... Akh!?"

Cahaya matahari menyapa kedua matanya. Silau itu menghalangi dirinya untuk melihat lebih lama wajah sang ayah. Matanya menyipit, tapi tetap saja tak bisa melihat jelas.

"Titip doa buat Daniel, ayah duluan."

Mata Rachel panas dan itu semakin menyiksanya, entah mengapa ia tidak bisa menghindar dari cahaya matahari ini. Ini membuat Rachel pusing.


Revolusi Rasa, HaeryuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang