4 | Sick Of Love

89 19 7
                                    

┈─
© 𝟮𝟬𝟮𝟰, 𝙖𝙧𝙡𝙤𝙟𝙞𝙙𝙞𝙥𝙪𝙩𝙖𝙧

Di sebuah kamar kecil di tengah malam yang sunyi, seorang pemuda duduk sendirian. Di kegelapan, lampu kecil bersinar lembut, menerangi wajahnya yang penuh dengan beban rasa bersalah.

Daniel meraih cangkir berisi kopi yang telah ia seduh tiga menit yang lalu. Menyesap pelan, panas, tapi nikmat. Sebagai latar suasana ia menyalakan radio FM yang terletak di meja kecil di samping tempat tidurnya. Suara berdesir dan keriuhan saluran-saluran radio terdengar suara penyiar yang masih bersemangat di malam hari. Dia memutar-mutar dialnya, mencari suara yang bisa mengalihkan pikirannya dari kesedihannya.

Dalam keheningan yang menyelimuti ruangan, suara ceria penyiar radio FM memecah kesunyian. Diputarkan lagu-lagu yang meresap ke dalam jiwa Daniel, melodi yang ia ingat menjadi saksi kebahagiaan Daniel di tahun-tahun sebelumnya, kini lagu-lagu itu hanya menjadi saksi kesendirian yang melanda dirinya.

Daniel menatap keluar jendela, cahaya dari gedung pencakar langit menerangi jalanan malam di kota Jakarta yang padat akan penduduk. Cahaya yang megah menjadikan suasana tenang tetapi juga terpikir oleh Daniel, ini termasuk polusi cahaya. Makin lama dipandang makin sakit juga ya, langit malam sudah tak disinari bintang lagi. Bulan jadi kesepian, sama nasibnya seperti Daniel sekarang.

Dalam kedalaman kesendirian, ia merenungkan kehidupan yang telah berlalu, dan membiarkan dirinya tenggelam dalam alunan musik yang mengalir begitu indah. Meski hatinya terluka, namun melalui lagu-lagu itu, ia menemukan kedamaian yang sesaat.

Di sela Daniel menikmati kesendirian, tiba-tiba terganggu oleh dering ponsel heboh, ia lupa mengecilkan volume dering ponselnya. Ia tengok layar ponselnya, siapa yang menelpon.

"Halo, Dan! Lo lagi di apartemen 'kan?" tanya perempuan itu. Sepertinya Livy sedang berada di latar tempat yang padat manusia.

"Iya, kenapa?" jawab Daniel, sedikit heran.

"Ketemuan dah, ke All You Can Eat Cibinong sini, sekarang juga. Ada sesuatu yang penting untuk kita dibicarakan," ujar Livy, sok serius.

Mata Daniel mendelik. "Yang bener aje lo?!" Daniel menyergah. "Jam segini lo nyuruh gue ke Bogor!? Gila lo, Vy."

"Bodo amat, cepet!"

"Nggak ada kata cepet dari Jaktim ke Bogor, nyet!!"

"Woi! Halo?!" Nampaknya sudah tak ada tanda-tanda kehadiran Livy di seberang panggilan.

"Livyanjing!"

●●●

Sesampainya di restoran, Daniel merasakan atmosfer yang berbeda. Nuansa musik yang sebelumnya riang kini terasa sedih, mencerminkan kegalauan di dalam hatinya.

Livy menunggu di sudut restoran, Daniel diberitahukan sebelumnya. Daniel melihat Livy yang terlihat lemah duduk di meja, dengan berbagai hidangan yang terlihat belum tersentuh. Namun, ada satu hal Daniel tak percaya, ia melihat pemandangan Livy dan Sagam duduk bersebelahan, walaupun keduanya terlihat tegang.

"Lo pada ngapain cemberut begitu?" tanya Daniel, mencoba mencairkan suasana canggung di antara mereka. "Oi, Sagapung! Ngapain lo di mari?"

"Nemenin nyokap elo lah! Lo liat tuh bocahnya, lagi dapet, ngidam All You Can Eat, tapi nggak dihabisin."

"Oke, terus?"

"Lo abisin gih!" sahut Livy setengah merengek.

"Lah, taik?!"

"Daripada kena denda, Dan," timpal Sagam frustasi.

Meskipun awalnya enggan, Daniel akhirnya setuju. Daniel dan Sagam menghabiskan hidangan yang dipesan Livy, tetapu suasana restoran terasa canggung. Daniel mencoba mengobrol dengan Livy untuk memecahkan kecanggungan itu, tetapi perempuan itu hanya tersenyum lemah dan tidak banyak bicara.

Setelah beberapa saat berusaha, mereka akhirnya berhasil menghabiskan makanan. Sagam membayar tagihan dan Daniel membantu Livy keluar dari restoran dengan membopong tubuhnya. Namun, Livy masih terlihat lemah dan tidak mampu pulang sendiri.

"Udah, kalian ikut mobil gue aja!" ujar Daniel. Meskipun keduanya tahu bahwa perjalanan itu akan memakan waktu cukup lama karena kota sudah mulai sepi di malam hari.

Saat mereka berjalan pulang, Daniel terpaksa melewati jalan yang gelap dan sepi. Semakin jauh mereka berjalan, semakin banyak nyamuk yang mengganggu mereka. Sagam mulai khawatir dengan keadaan Livy yang mulai mengigil.

Sesampainya Daniel, Livy, dan Sagam di rumah Livy, ketiganya langsung disambut dengan Nenek Livy yang khawatir akan keadaan cucunya terkulai lemas digendongan Sagam.

"Makasih ya, nak, sudah antaranya Yana ke rumah," ucap sang nenek mengelus pundak Sagam.

"Iya, Nek. Maaf karena kami pulangnya Livy terlalu malam," tutur Sagam yang masih khawatir.

Daniel dapat melihat dari pupil Sagam yang mulai bergerak tak beraturan, Sagam panik. Ia tepuk pundak kawannya. "Livy bakal baik-baik aja, Gam. Nggak usah terlalu khawatir," ucap Daniel mencoba menenangkan diri Sagam.

"S-siapa yang khawatir?! Gue cuma kedinginan, sekarang 'kan hampir Subuh!" elak Sagam.

"Banyak alesan lo kadal!" Daniel menempeleng kepala Sagam.

"Monyet!"

●●●

Suara mesin mobil bergetar di malam yang sunyi. Daniel duduk di kursi pengemudi, sementara Sagam duduk di sebelahnya.

"Gam, lo pernah ngerasain takut kehilangan seseorang?"

Sagam mengangguk pelan. "Pernah, udah pasti. Tapi, kenapa lo tanya soal itu tiba-tiba?"

Daniel masih fokus menatap jalanan yang gelap di depan mereka. "Gue akhir-akhir ini ngerasa kayak ... gue takut kehilangan orang yang gue sayang, Gam. Dia itu bawa kerayon di kehidupan hitam putih gue."

Sagam tersenyum geli mendengarnya. "Gue juga berpikiran kayak gitu, cewek yang kita sayang, mereka mewarnai ke dalam kehidupan kita yang gelap."

Daniel terus melaju di jalanan yang sunyi, dengan pikiran Daniel yang tenggelam dalam perbincangan mereka tentang cinta dan ketakutan.

"Gue banyak salahnya, Gam, kalo sama dia. Gue masih punya banyak kekurangan. Gue khawatirnya dia bakalan pergi dan cari orang lain."

"Kagak, Dan. Lo itu cuma canggung, enggak bakal cewek lo begitu. Percaya sama diri lo sendiri, lo bisa," tutur Sagam yang kini menenangkan Daniel.

Medengar pernyataan tersebut membuat bibir Daniel enggan berkutik lagi. Ia hanya bisa mendengar suara mesin mobil dan deru angin mesin. Ia akan merenungkan hal itu, lagi, dan lagi.




Sorry kalau ada typo, update malem soalnya wkwk.

Revolusi Rasa, HaeryuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang