Sindrom Couvade

137 2 0
                                    

   Sudah lima hari berlalu semenjak Andre datang ke kediaman Diana untuk permintaan maaf, kini ia datang lagi ke rumah melunakkan hati perempuan yang telah dilukai baik fisik maupun batin.

"Bik, aku pergi dulu ya ke rumah sakit, nanti kalo mas David pulang suruh dia kabarin aku." pesan Diana keluar dari dapur.

"Oke Non nanti bibik sampaikan." sahutnya.

Tak berselang lama kepergian Diana mobil Mercedez putih memasuki halaman rumah cukup luas dibandingkan dengan mansion miliknya.

"Assalamualaikum." ucap Andre menekan bel rumah.

Pintu terbuka menampakkan bik Irna.

"Tuan. Silahkan masuk." ucap Irna mempersilahkan.

"Emm... Di." ragu ragu Andre.

"Nona Diana baru saja pergi Tuan."

"Pergi kemana bik."

"Rumah sakit Den. Mungkin Nona mau periksa kandungan nya." jelas bik Irna Andre sudah melenggang pergi.
***

Rumah sakit

Sekitar jam 10 pagi Diana tiba di rumah sakit, ketika masuk ternyata disana sudah ada pria gagah berdiri depan ruang pemeriksaan, bukan suami tapi sang kakak ipar hampir satu jam ia menunggu akhirnya bertemu dan beberapa beberapa ibu ibu menunggu disana.

Tak berselang lama namanya dipanggil suster. "Delisiana Putri."

"Usianya berapa nak." tanya ibu parubaya yang mengantar putrinya periksa kandungan.

"28 minggu." jawab Diana mengelus pelan perut buncit tertutup kain bermotif daster bermotif flower.

"Gadis muda di samping ibu dia." kata Diana.

"Dia putriku, kandungannya berusia hampir sama sepertimu 26 minggu, kamu pasti bingung kenapa seusia dia sudah berbadan dua."

"Dimana suaminya bu, apa dia juga ikut mengantar." tanya Diana penasaran.

Jika dilihat dari usia gadis itu dia berumur enam belas tahun, tapi kenapa diumurnya yang terbilang sangat muda untuk menjadi seorang ibu. Menikahpun harus melalui proses terlebih dulu.

"Suamiku kerja mba, jadi dia tidak bisa ikut mengantarku." jawab Selly nama gadis itu seadanya.

  Perasaan sedih dan senang bercampur aduk menyelimutinya tidak terasa waktu berlalu begitu cepat mengingat masa masa kehamilan ia berjuang sendiri tanpa kehadiran suami yang bekerja keras demi keluarga kecilnya. Selama beberapa bulan semenjak David ke luar kota, seperti biasa dia jarang memberi kabar  hanya sesekali itupun dua bulan yang lalu lewat panggilan pesan dan pesan singkat.

  Mengingat kejadian itu rasa takut kembali menyelimuti nya, sampai saat ini ketakutan selalu datang, takut jika janin yang berada di dalam perutnya itu bukanlah anak dari sang suami, melainkan pria lain.

"Suami mbanya. Tampan sekali." tanya  wanita pada Diana yang baru saja duduk menunjuk ke arah Andre yang membantu nya berdiri.

"Bukan/ Iya." jawab Diana dan Andre serempak.

"Pasti kalian lagi marahan ya. Kasian loh mba, dari tadi suamimu nungguin kamu, iya kan mas." goda gadis muda usia belasan tahun.

"Ah... bu."

"Istri saya sudah dipanggil. Kita duluan." sahut Andre tiba tiba.

Diana mengangguk kikuk. Tangan kekar Andre meraih dan menggenggam tangan nya. Tak lupa Diana melempar senyum ramah pada mereka saat akan memasuki ruang pemeriksaan.

Sontak membuat Diana salah tingkah meskipun ia berusaha terlihat biasa biasa saja.

Tidak mungkin kan bilang kalo suaminya sendiri tidak mau mengantarnya lantaran kelelahan sehabis pulang dari luar kota. Pikirnya.

"Baby, Ayo masuk!" ajak Andre dengan nada begitu lembut.
---

"Ndre, emang bener lo kena sindrom Couvade."

"Ya, kamu lihat dengar sendiri kan tadi dokter bilang apa."

'Tidak mungkin kan.'

"Itu baru dugaan, kamu jangan terlalu anggap serius, oke." ucap Andre mengelus surai panjang mantan kekasihnya.

BERSAMBUNG

IPAR KEMATIAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang