"Jiandra Naomi?"
"Jiandra?"
Bu guru Sejarah itu celingukan, melihat sosok murid yang tak kunjung bersuara kala dipanggil namanya saat absensi. "Jia gak masuk?"
"Surat ijin nya mana? Gak biasa tanpa keterangan begini"
"Gak tau Bu" ujar siswi paling depan, dekat guru itu menggeleng.
"Padahal anak baik lo"
Karin sedikit khawatir, matanya melihat sekeliling. Ia lengah dan tidak melihat sekeliling, ternyata Jia tidak masuk ke kelas sejak tadi tiga puluh menit lamanya.
"Kemana Jia?"
"Tadi ke kamar mandi, gue pastiin dulu" ujar Karin dengan raut khawatir.
"Yaudah, kita sekarang ada ulangan harian. Nanti yang tidak masuk di beri tahu dan akan susulan esok!"
"Karin!"
"Iya Bu?" Karin mendongak dan mengangkat tangannya.
"Kamu jadi pengawas sebentar ya, ibu keluar. Lima belas menit, kamu jaga nanti ibu kembali kamu baru boleh ngerjain"
Karin merasa tertipu, kenapa saat genting seperti ini kondisi tak mendukungnya sama sekali?
•••
30 menit sebelum kejadian.
Setelah melihat seluruh isi loker milik Re, Red berjalan di koridor dan matanya tak sengaja bertemu dengan gadis itu lagi. Ia sudah terjatuh jauh didalam gadis itu.
Ia menyimpan dulu kunci loker milik Re di dalam tas nya, dan menengok ke kanan dan kiri. Sebab, ia nekat memasuki toilet perempuan.
"Hai cantik"
Jia yang membasuh tangannya, langsung kaget saat ada seorang laki-laki yang mengelus pucuk kepalanya. Ia semakin shock kala laki-laki itu orang yang sedikit memberikan luka. Bukan sedikit, namun keseluruhan.
"Gimana kabarnya?"
Dengan karunia Tuhan, wajah dan senyum manis itu nampak orang polos dan baik. Berbanding terbalik, Red sangat kejam seperti iblis dari neraka.
Ingin teriak, namun Jia tak bisa. Sekarang ia sudah lebih lemah lagi, gadis itu berlari dengan cepat kala Red sedikit lengah.
"Ji, gue mau ngomong" Red mencekal lengan Jia, gadis itu menepis namun tak bisa.
Red memegang kedua lengan atas Jia, ia menetap manik gadis itu. "Gue bener bener gila sama lo, gue suka"
"Enggak, gue cinta sungguh!" ia mengguncang kedua cengkraman nya yang erat itu di bahu Jia, agar gadis itu melihatnya dan sabar dengannya. Dan secara tak langsung Red juga mengguncang mental Jia yang belum lama ini tidak stabil.
Melihat situasi tak terkendali dan tidak aman bagi mereka, Red mendorong tubuh Jia ke bilik kamar mandi dengan posisi yang masih sama. Tangannya meraba kebelakang mencari kuncing pintu kamar mandinya.
"Emmm....."
"MMMM" Jian menggedor pintu beberapa kali, siapa tau ada seseorang disana. Kesusahan untuk mengeluarkan suara membuat tenggorokan nya tercekat dan semakin sakit.
"Ji, jiandra!"
"Tenang, gue gak bakal apa apain lo"
"Gue butuh kepastian aja, beneran deh" Red mencoba menenangkan gadis itu, ia menarik kedua tangan Jia dengan pelan agar tak menggedor pintu lagi.
"Tenggorokan lo bisa sakit!" bentakan Red cukup untuk membungkam Jia.
Jia terhimpit di dinding kamar mandi dengan posisi menyerong, sebab dekatnya ada wc duduk. Red, laki-laki itu didepannya cukup mengambil ruang lebih, sedikit sempit akibat bilik kamar mandi yang harusnya memuat kapasitas satu orang menjadi dua orang remaja.
"Gue bener bener, sayang dan cinta sama lo"
"Gue sampek belajar bahasa isyarat buat lo"
PLAK'
Tamparan keras itu tepat mengenai pipi kanan Red, laki-laki itu meringis. Gesekan tangan itu cukup kuat hingga menimbulkan bekas disana. Ia yang menatap kebawah akhirnya menatap sang pelaku.
"Gue gak bermaksud...." lemas Red dengan nada kekecewaannya, kala melihat Jia yang marah dengan mata yang sudah penuh dengan air, sedikit lagi. Hingga tak kuat membendung Jia menangis diam.
"Ah, sialan"
Red frustasi dan mengusap rambutnya hingga acak-acak. "Jia stop! Please!"
Tidak mengindahkan perkataan Red, Jia tetap menangis dan menggeleng. Ia benar-benar hilang, tak tau harus kemana lagi kali ini.
Red mengendorkan dasinya akibat rasa sesak yang menyelimuti tubuhnya, di tambah Jia yang menangis tak bisa diam dan merasakan juga nasibnya. Ia butuh pengakuan juga, ia ingin berbuat kasar dengan Jia namun sekarang bukanlah waktunya.
"Persetan" umat Red.
Laki-laki itu mulai membusungkan tubuhnya sedikit kebawah, bibirnya langsung melumat bibir Jia yang merah natural itu. Tangan kanannya memegang belakang kepala Jia dan menekannya lebih dalam.
Jia memberontak, matanya melotot. Ia tidak bisa memprediksi kegiatan seperti ini akan terjadi dengannya dengan tiba-tiba.
Tangan kanannya memukul-mukul ke sembarang arah dengan kuat, memukul dada dan bahu Red, ingin sekali mengatupkan bibirnya, namun Red entah kenapa tak membiarkan nya.
Tangan kirinya bahkan di cekal ke belakang, terkunci di dinding. Tenaganya habis dengan laki-laki yang melumat bibirnya ini. Tangan besarnya itu terus mencekram kepalanya, Jia merasakan bibir Red yang sangat kenyal bersentuhan dengannya.
Bahkan sesekali menghisapnya, sapuan, dan lumayan pelan yang semakin dalam itu membuat Jia ingin kehilangan nafasnya. Tangan kanannya yang bertengger di bahu Red mencekram bahu laki-laki itu hingga seragam yang ia kenakan kusut akibat bekas genggamannya.
Red baru melepaskan tautan mereka, melihat Jia yang menghirup nafas banyak-banyak dengan segera. Ia melihatnya dengan masih membuka mulutnya akibat kehilangan nafas cukup lama.
Tangan kirinya mengusap ujung bibir Jia dengan pelan, Jia melihat ke arah lain. Ia tidak ingin berkontak mata dengan wajah itu lagi. Tangan kanannya masih mencekram bahu Red.
Jia mulai ingin melepas tangan yang satu masih dicekal ke belakang oleh Red, namun tak bisa. Laki-laki itu malah membalikkan tubuh Jia, yang awalnya berhadapan sekarang Jia membelakanginya.
Red sekarang berada di belakang Jia tepat, tangannya masih mencekal nya ke atas. Mengunci pergerakan gadis itu sedangkan tangan satunya menelusup memegang perut Jia.
"Jiandra" suara engah itu menusuk ketelinga Jia, gadis itu masih bisa mendengar sedikit.
"Sekarang lo jadi milik gue, dengerin kata gue"
"Mulai sekarang jangan nangis lagi, lo tau gue gak suka orang yang gue sayang nangis layak tadi"
"Gue bakal tanggung jawab soal tadi, sama soal masalah yang buat lo kayak gini Ji"
"Lo kehilangan pendengaran dan bisu akibat gue, gue bakal nikahin lo. Ucapan gue gak main main Ji"
Jia meneguk saliva-nya dengan susah payah, ia merinding dengan kalimat Red. Apalagi dengan posisi yang sangat sensitif ini, sangat diluar dugaannya. Padahal mereka di toilet perempuan sekolah, Red sungguh cowok gila yang pernah ia temui di seluruh dunia ini.
•••
"Mau makan apa?"
"Ramen?" Red menyipitkan matanya, kala Jia memberikan kertas di depannya.
"Yaudah ayok" baju juga Red akan memakai helm nya, ia merasakan rematan di seragam bagian punggung nya. Laki-laki itu bertanya seolah mengatakan 'apa?'.
"Jalan kaki?" Red menanggapi dengan mulut yang tanpa suara, dengan isyarat tubuh kedua tangannya. Jia mengangguk mengiyakan.
"Yaudah, ayok" Red langsung mengandeng tangan Jia menuju gang 2 sebelah sekolah nya yang tak jauh.
Setelah sekian lama hingga berjam-jam Red membujuk Jia di kamar mandi sejak jam sekolah hampir selesai, akhirnya Jia mau-mau saja entah kenapa sepertinya gadis itu bukannya suka rela, namun terpaksa akan sesuatu itu.
•••
1085 kata❤️🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
RED FLAG [TAMAT]
Teen FictionSEBAGIAN CHAPTER DI PRIVATE, DIMOHON FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA [THE BENEDICT #1] Bagi Red; apapun miliknya berarti miliknya juga, entah mental maupun fisiknya semuanya ada dalam genggamannya dan itu mutlak. "Your body language make a depressed" Ra...