1. Jonathan pranata

564 190 647
                                    

Dunia luar yang katanya bahaya, justru menyelamatkan seseorang dari sesaknya kerangkeng rumah yang seperti penjara.

_Rumah impian_
🦋🏡🦋

"AYO MAJU!

Seruan menggelegar itu membuat dua kubu menjadi satu. Saling pukul, tonjok, tendang, apapun itu asal tidak saling jambak. Debu bertebaran oleh langkah kaki yang brutal. Krikil berhamburan ke tengah jalan beraspal. Suara raungan kesakitan hadir setelah satu bogeman mentah mendarat di pipi korban.

BRUAK

"Fokus Jo!" Hampir saja Jonathan menjadi sasaran pukulan kalau temannya tidak menghadang.

Gertakan gigi terdengar. Refleks tangannya mengepal. Amarah terasa mendidih dalam diri Jonathan. Ia maju, kemudian menghajar lawan tanpa perasaan. Darah menetes ke lencana seragam korban setelah cowok itu melayangkan pukulan terakhirnya sebelum sirine mobil polisi terdengar.

"KABUR! AYO BURUAN."

"JO! KABUR, SIALAN!

Semua orang kocar-kacir mencari tempat persembunyian, sedangkan Jonathan malah diam tanpa tindakan. Cowok itu baru jalan setelah diseret ke sebuah gang penuh belokan yang menuntun mereka untuk bersembunyi disebuah bangunan terbengkalai. Polisi yang mengejar kehilangan mereka di persimpangan jalan. Beberapa menit berlalu sampai situasi aman, mereka keluar dari tempat persembunyian dengan napas masih ngos-ngosan.

"Gila, Jo! hampir aja kita ketangkep!" Teman tawuran Jonathan menghela napas panjang. "Tapi lebih gila lagi kalau tadi sia sampe bunuh orang."

"Kalau mau bunuh orang, harusnya bunuh bokap urang duluan, kan?"

"Alah! Gitu-gitu lo sayang!"

Jonathan tersenyum kecut. "Bajingan itu gak akan pernah sadar!"

*****

Jonathan bekerja paruh waktu disebuah restoran pinggir jalan. Nuansa mewah menghiasi tempatnya tanpa celah. Tergantung lampu besar di atas atap yang begitu indah. Menjadi intensitas setiap orang yang baru masuk dan mengaguminya. Tapi untuk Jonathan, lampu itu seperti tekanan yang ingin dia hancurkan ketika melihatnya. Besar, mewah, tempatnya yang digantung tinggi, seolah menggambarkan sikap manusia yang Jonathan benci.

Hidupnya yang dipandang rendah sudah terbiasa mendapat perlakuan seperti sekarang. Seorang ibu memaki Jonathan atas perbuatan yang sama sekali cowok itu tidak lakukan. Gelas yang ditaruh ibu itu sudah di ujung meja dan akan terjatuh sebelum Jonathan berniat mencegah. Niat baik terkadang membuat Jonathan berada di situasi sulit. Itulah mengapa Jonathan selalu bersikap cuek kepada sekitar. Rasanya, setiap tindakan yang akan dia lakukan ujung-ujungnya hanya kesalahan. Seolah tidak ada yang benar pada diri Jonathan.

"Gara-gara kamu baju saya kena cipratan. Kalau udah begini emangnya kamu bisa ganti rugi, hah? bahkan gaji perbulan kamu tidak akan cukup untuk ganti rugi!"

Ibu itu ditenangkan oleh temannya yang pengertian. Makian jahatnya perlahan terhentikan. Tapi, dampak bagi pendengar akan membekas tidak tahu sampai kapan. Jonathan hanya berdiri dibelakang manajer restoran yang berulang kali minta maaf. Sungguh sesak ketika dia pun dipaksa minta maaf padahal tidak melakukan kesalahan.

"Orang miskin harusnya gak boleh ngelakuin kesalahan!" Kata terakhir yang Jonathan dengar dari ibu itu sebelum langkahnya menuntun ke arah dapur.

Yah mungkin benar. Orang miskin harusnya tidak pernah melakukan kesalahan apalagi mencari masalah dengan kalangan atas, karena orang miskin akan semakin tertindas. Tapi, sepertinya ada satu hal yang perlu ditegaskan. Sejak kapan manusia diciptakan tanpa melakukan kesalahan. Kalau begitu, haruskah orang miskin menjadi sempurna? Bagaimana caranya? Jonathan ingin sekali tutorialnya.

"Hari ini sepertinya kamu kecapekan, ya?" Pak manajer datang dari arah luar. "Kamu boleh pulang. Lagian hari ini pengunjung restoran lebih sepi dari biasanya."

"Saya di pecat, Pak?"

"Saya tidak pecat kamu. Saya hanya meminta kamu pulang dan istirahat."

"Maaf, pak. Lain kali saya tidak akan melakukan kesalahan yang merugikan." bujuk Jonathan karena tahu jika insiden tadi menyebar, citra restoran akan dinilai buruk dalam melayani pelanggan.

"Kamu sama sekali tidak melakukan kesalahan. Cepat pulang sebelum yang lain iri karena kamu boleh pulang duluan." Manajer restoran tersenyum sebelum melenggang pergi. Sikap baiknya terkadang membuat Jonathan berhayal. Bahwa sikap ayahnya di rumah, suatu saat bisa seperti manajernya sekarang. Penuh pengertian dan selalu pasang badan ketika dirinya terpojokkan.

Jonathan keluar restoran setelah berganti pakaian. Langit sudah memunculkan beberapa Bintang. Cowok yang saat ini memakai jaket denim itu menghentikan sebuah angkutan umum yang ternyata sudah penuh orang. Ia berucap tidak jadi kepada sang sopir. Jonathan lebih memilih menunggu angkot lain lewat daripada harus berdesakan. Sampai akhirnya satu angkot kosong datang dan Jonathan masuk ke dalam. Memang pengap, namun angkot menjadi sarana untuk berhemat.

Jonathan menghentikan angkot di pinggir jalan. Cowok itu memang suka berlama-lama diluar sambil menikmati udara segar, karena kalau sudah di rumah ia tidak bisa bernafas bebas. Jonathan berjalan di pinggir deretan kedai yang berjajar. Aroma masakan khas Bandung menggugah indra penciuman. Membuat perut terasa keroncongan.

Jonathan melihat kearah samping jalan. Terlihat seorang nenek kesusahan menyeberang akibat kendaraan yang tidak henti-hentinya lewat. Ia berusaha cuek, namun Jonathan merupakan orang yang tidak bisa diam jika ada sesuatu yang bisa dia lakukan untuk orang. Inilah salah satu sifat Jonathan yang ingin cowok itu hilangkan. Rasa kemanusiaan.

"Nenek mau nyebrang?"

"Iya, Nini mau beli makanan."

"Sendirian?"

"Enggak, cucu Nini lagi beli sembako di sana." Nini menunjuk sebuah toko sembako yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Tempat sembako kecil, tapi bisa dibilang lumayan lengkap.

Jonathan tidak percaya bahwa cucu nenek itu tega membiarkan neneknya membeli makanan sendirian, karena itu ia menawarkan, "Mau saya bantu nyebrang, Nek?"

"Boleh. Makasih Ujang!"

Dengan lihat Jonathan menghentikan pengendara mobil maupun motor agar mereka bisa menyebrang. Orang yang berlalu-lalang, kedai di pinggir jalan, beberapa kendaraan terjebak macet, serta klakson yang beberapa kali dibunyikan, membuat Bandung begitu ramai. Dingin tidak membuat penduduknya urung kulineran di pinggir jalan. Kumpulan orang, pasangan, maupun keluarga asyik becanda gurau. Terkadang Bandung terlalu bising untuk Jonathan yang merasa sendirian.

"Ujang pulang kemana?"

Jonathan hanya diam.

"Mau mampir rumah nini sebentar?"

Lagi-lagi Jonathan diam.

"Kalau begitu, setelah nini beli makanan kita pulang, ya."

Pulang? Apakah Nenek tua di hadapannya malaikat yang diutus Tuhan untuk Jonathan? Jika bukan, bagaimana nenek itu tahu Jonathan tidak bisa pulang. Jonathan memang punya rumah, tapi ia tidak tahu tentang fungsi rumah untuk mengistirahatkan tubuh setelah kelelahan menghadapi dunia luar.

Apakah ini salah satu sisi dunia luar? Dunia luar yang katanya bahaya, justru menyelamatkan seseorang dari sesaknya kerangkeng rumah yang seperti penjara. Jonathan yang tidak punya arah tujuan diajak pulang ke dalam sebuah rumah. Rumah dalam artian benar-benar rumah hingga ia tahu arti pulang sesungguhnya.

*
*
*

Gimana tanggapan kalian tentang tawuran yang suka terjadi di kalangan pelajar?

Jangan lupa klik bintangnya yaa🥰

Rumah Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang