6. Kekosongan yang perlahan terisi

115 84 115
                                    

Jam menunjukan pukul 06.00. Tata bangun, kemudian siap-siap berangkat sekolah. Ia harus sukses untuk membuat nini bahagia. Dari arah jam tiga muncul angkutan umum mengangkut Tata. Ibu-ibu sehabis pulang dari pasar, pekerja pagi yang tidak bisa keluar dari zona nyaman, bocah-bocah dengan gosip mainan, sama sekali tidak menarik perhatian.

Tata turun dari angkot. Membayar, lalu mendapatkan kedipan dari sang supir yang membuat merinding. Tata bisa saja membantu nenek di kebun tanpa harus sekolah, tapi beliau bilang Tata harus menjadi sukses dan menjadi anak yang membanggakan. Dengan begitu, orang tua Tata akan bangga di atas sana. Melihat anaknya berkembang dengan sangat baik di tangan nininya.

"TA!" seseorang memanggilnya dari arah belakang. "Gak mau bareng sama orang ganteng?" Jejen perlahan menghampiri Tata. Tata tidak akan marah nininya mengajak siapa saja ke rumah asal tidak punya niat jahat. Tapi, kenapa harus Jejen? Jejen itu seperti dedemit yang ingin Tata musnahkan.

"Pilih urang atau Jonathan, Ta?"

"Mending nggak dua-duanya."

"Kalau kata orang, sih, urang lebih ganteng." Jonathan tiba-tiba datang dan menyerobot ditengah-tengah Tata dan Jejen. Mereka satu sekolah dan semakin dekat waktu nenek mengajak mereka berdua ke rumah.

"Jo, maneh jadi sok akrab, ya, semenjak nini ngajak ke rumah," ujar Tata. Jonathan biasanya hanya bersikap hangat pada teman-teman terdekatnya. Ia tidak mungkin bercanda pada orang yang belum di kenalnya. Beda dengan Jejen yang pada dasarnya mudah bergaul dengan siapa saja. Bercanda dengan siapa saja dan narsis dimana saja.

"Mungkin urang suka?"

"Suka urang?" Jejen menyela.

"Najis mugholodhoh."

"KALIAN YANG DISANA!" SAYA ITUNG SAMPE TIGA, KALAU BELUM SAMPE DI GERBANG, KALIAN SAYA ANGGAP TELAT!"

1!

"Tuh satpam rusuh banget, dah!"

Ketika Jejen sibuk berkata, Tata dan Jonathan sudah duluan lari ke arah gerbang. Jejen terpaku melihat kedua temannya berlari meninggalkan dia sendirian. Hitungan satpam terdengar dilanjutkan.

2!

3!

Pintu gerbang tertutup dengan sempurna. Jejen yang sudah berlari sekencang-kencang ternyata dijahili satpam sekolah. "Bercanda," ucap pak satpam dengan nada jahil. Gerbang kembali dibuka. "Jam masuk masih 10 menit lagi, Jen. Santai saja." Ini sebagai pembalasan. Jejen memang suka menjahili orang sekitar termasuk pak satpam. Sampai-sampai, namanya dikenali seluruh sekolah.

*****

Seorang gadis sudah memakai seragam sekolah lengkap dengan aktributnya. Rambut panjangnya dibiarkan terurai dengan pita biru di atas telinga. Wajahnya dirias tipis, bibirnya terlihat pink muda. Kaki yang menggunakan sepatu kets putih itu masuk ke sebuah mobil mewah yang akan mengantarkanya.

Naisha melihat jalanan lebih lancar dari biasanya. Bangunan besar, rumah-rumah warga dan para pengendara terlihat sekelebat dari jendela. Sampai sebuah pengendara motor Ducati hitam menarik perhatian karena terus berada di samping mobil yang dinaikinya.

Ternyata Dhio Kusuma.

"Udah sampai, Neng. Nanti saya jemput lagi pulang sekolah." Tanpa sadar, Naisha sudah sampai di sekolah ketika sang supir berbicara.

Naisha turun. Motor Dhio melewatinya. "Gak usah, Pak. Saya pulang bareng teman saya."

Naisha pergi ke parkiran. Melihat Dhio membuka helm full facenya, mengambil kunci, lalu turun dari motor. Bisa Naisha lihat Dhio menjadi tontonan para siswi. Dhio mengangkat tangan menyapa Naisha, gadis itu membalas dan menghampirinya. Semua siswi bubar apalagi setelah mengetahui rumor kedekatan keduanya.

Rumah Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang