5. Tata Azalea

172 105 377
                                    

Memang bukan rumah impian semua orang, namun tempat ternyaman bagi lima orang yang kehilangan arah tujuan.

_Rumah impian_
🦋🏘️🦋

Kala itu hujan turun. Gemuruh terdengar nyaring dipendengaran. Bau patricor yang menguar tidak menggugah pencium. Seorang nenek mondar-mandir menampung air hujan sedangkan seorang anak kecil hanya menangis sesugukan. Dia baru saja berduka karena telah mengantarkan kedua orangtuanya ke peristirahatan terakhir.

"Sekarang boleh sedih, tapi jangan terlalu larut, ya. Kasian orang tua kamu di atas sana." Nini memeluk Tata sembari mengelus punggungnya. "Tata punya nini yang bakal jagain Tata."

Rumah reyot yang ditinggali mereka, kini menjadi saksi bisu tangis keduanya. Tata memang yatim piatu, tapi bukan berarti dia tidak punya siapa-siapa. Meski hidupnya tidak seberuntung anak-anak lain, Tata tetap bersyukur mempunyai nini yang selalu menjaganya.

***

Beberapa camilan sudah masuk ke dalam saku hoodie Tata. Pedagang warung teledor menjaga tempatnya. Pria bertubuh gempal itu masih sibuk menghitung uang kembalian yang tidak seberapa. Biasanya Tata akan mengambil makanan untuk di bayar dan sebagian lagi di masukan ke dalam saku secara diam-diam, lalu menyembunyikan uang bayarannya di himpitan dagangan. Tidak peduli mau ketemu atau tidak, yang penting Tata sudah membayar. Hanya saja sebagian uangnya Tata sembunyikan untuk menjahili bapak itu yang selalu menggoda Tata secara terang-terangan.

"Ini uang kembaliannya, Tata cantik." Pria itu berbalik. "Tata boleh ambil camilan sebagai bonus."

"Gak usah, Pak. Ini lebih dari cukup." Tata berucap dengan nada jutek. Pria itu memberi senyum genit sambil mengedipkan mata. Lihat saja. Jika terus seperti itu, dia akan segera bangkrut dan banjir air mata.

Tata tumbuh menjadi gadis cantik yang disukai banyak pria. Tetapi kebanyakan mulai menjauh ketika mengetahui gadis itu hanya tinggal di rumah tua. Mereka mungkin berfikir mau taruh dimana harga dirinya jika mempunyai pacar yang tidak punya apa-apa.

Menurut Tata, caranya tadi adalah bentuk perlawanan dari rasa marahnya. Terkadang dunia terkesan ingin dilawan oleh setiap individunya.

"Dia gak punya Ayah sama ibu. Pantesan tinggalnya di gubuk kumuh sama nenek-nenek tua itu."

"Udah miskin, harusnya sadar diri. Uang saya bisa beli kehidupan kamu!"

"Dia gak punya hal lain buat dibanggakan kecuali tampangnya doang."

Ingatan tentang omongan yang tidak pantas itu kembali muncul seperti kaset rusak yang tidak ingin disimpan pemiliknya. Tata tidak marah kepada sang pencipta perihal takdirnya. Tata hanya marah pada ciptaan-Nya yang berucap setinggi langit. Padahal langit tidak merasa dirinya paling atas.

Gadis paling tajir di sekolah pernah mendorong Tata hingga terjerembab ke tanah. Tata bukan orang yang rela dirinya ditindas. Dia melawan. Lalu jika bukan karena harta, Tata akan unggul di ruang BK. Keadaan akan fair jika tidak ada manusia yang tergiur dengan beberapa lembar uang yang diselipkan ditangan. Bukankah keadilan patut dipertanyakan? Tata muak kasta menjadi penentu segalanya.

Tata terus melangkah kembali ke rumah. Sejauh manapun Tata pergi, ia akan ingat jalan rumahnya ke mana. Rumah ternyamannya yang orang-orang tahu hanya gubuk tua. Bangus bukan berarti nyaman. Terkadang rumah  mewah justru sesak bagi penghuninya. Tempat tinggal bisa disebut rumah jika bagi penghuninya nyaman. Jika membuat tidak betah, yakin rumah menjadi tempat pulang sesungguhnya?

Tata Berdecak, kemudian menggebrak saung didepan rumahnya. Ia tidak habis pikir empat orang temannya itu mau mulai makan tanpa dirinya.

"Jangan marah, Ta. Ayo makan sama-sama," ucap Dhio sambil sibuk mengisi piringnya dengan nasi liwet.

"Ke warung kok lama banget, Ta?" tanya Nini yang  keluar dari rumah sambil membawa kerupuk.

"Godain bapaknya dulu kali," canda Naisha. Gadis itu memberi gestur minta ampun sebelum ditimpuk Tata.

"Biasa, Ni. Bapak penjual warungnya, kan, teliti banget kalau soal uang. Makannya dihitung sampe berkali-kali," terang Tata menjawab pertanyaan nini yang sempat di sela Naisha.

"Yasudah, sekarang kan sudah kumpul semua, sok gera tuang nasi liwetna." (Buruan makan nasi liwetnya)

"Maaf ngerepotin, ya, Ni." Jonathan nyengir kuda.

"Habisnya makanan Nini paling enak di dunia, sih," timpal Jejen dengan mulut penuh makanan.

Nasi liwet dengan lauk pauk sederhana sangat terasa istimewa saat dimakan bersama-sama. Tata tidak akan marah ketika teman-temannya datang sambil membawa bahan mentah untuk diolah. Justru ikut senang melihat nini yang antusias. Meski lelah, menciptakan makanan enak sudah seperti perkara mudah.

Nini sudah memiliki banyak keriput dan tubuhnya sudah sedikit bungkuk. Rambutnya  yang hampir putih semua selalu digelung. Nini selalu memakai atasan kebaya Sunda tradisional zaman dulu, sedangkan untuk bawahan memakai kain batik panjang yang disebut sarung kebat.

Nini bagi orang lain memang hanya merupakan nenek-nenek tua bangka. Namun untuk mereka berlima, nini merupakan tempat pulang yang sesungguhnya. Dekapanya mampu menenangkan hati yang diguncang dunia. Sesak yang menyarang, bisa nini sembuhkan dengan perkataanya. Mau sebanyak apapun rintangan untuk kedepannya, mereka tidak akan khawatir selama Nini terus berada disamping mereka. Semuanya pasti akan baik-baik saja.

*
*
*

Apa definisi rumah impian menurut kalian? Komen di paragraf ini yaa

Ada yang mau tinggal di rumah impian bareng mereka berlima? Komen "☝️" jika kalian mau gabung sama mereka

Jangan lupa klik bintangnya dan tungguin bab selanjutnya yaa🥰


Karena apaa? ...

Karena mulai dari bab selanjutnya, kalian akan kubawa memasuki kota Bandung lebih dalam lagi bersama nini dan lima remaja lainnya...

Rumah Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang