4. Naisha Putri

291 169 671
                                    

99% hidupku tentang tipuan.
Itu sebelum aku menumpang tinggal disebuah rumah impian.

🦋🏘️🦋

Rintik hujan di atas atap turun semakin banyak. Menjadikan Bandung malam ini lebih dingin dari sebelumnya. Gemuruh mengerikan, kilat menyambar, angin ribut yang membuat pohon bergoyang, sudah cukup membuat Naisha terduduk di pojokan. Menekuk lutut sambil menutup kedua telinga karena ketakutan. Suara binatang malam kali ini tak terdengar, hanya tangis Naisha yang tersamarkan suara hujan.

"Mama sama papa pergi dulu, ya."

"Kemana?"

"Ada urusan bisnis yang mengharuskan mama sama papa ke luar kota."

Perkataan mama waktu pagi tadi hanya kebohongan. Roti dengan selai strawberry yang menjadi menu sarapan langsung menjadi hambar. Sendok yang digenggam ditekan kuat menjadi sasaran kemarahan. Gestur belaian papa di kepala, tangan mama yang mengelus pundak, senyum mereka berdua, semuanya pura-pura.

Kini Naisha sendirian. Di rumah besar yang dihuni keretakan. Bersama malam tanpa bintang maupun cahaya bulan. Kegelapan menyelimuti Naisha yang dirundung kesepian. Tanpa dekapan, celotehan menenangkan, hanya harapan yang ditelan kenyataan.

*****

Di atas panggung berdiri seorang penari jaipong. Menggunakan kebaya berwarna cerah dipadukan dengan kain batik untuk bagian bawah. Hiasan payet menambah kesan glamor. Selendang terlilit dibagian pinggang. Rambut disanggul diberi hiasan bunga. Riasan minimalis memancarkan aura mojang Sunda.

Iringan musik berjudul "Mojang Priangan" terdengar di setiap penjuru ruangan. mengiringi gerakan tarian dengan harmoni yang sempurna, menciptakan suasana yang memikat dan mendalam. Tangan bergerak lembut, melambai dan mengalun. Tubuh meliuk-liuk dan terkadang membungkuk. Tumit yang menjejak menambah kesan anggun.

Riuh tepuk tangan terdengar ketika Naisha menutup gerakannya. Euforia sedikit menenangkan riuh pikiran di kepala. Menjadi pusat perhatian salah satu hal yang Naisha inginkan ketika dirinya merasa sendirian. Terkadang, ia juga ingin diperhatikan orang.

"Bagus banget, Nai! Padahal kita baru beberapa hari latihan gerakan itu, lho. Kamu emang gak pernah mengecewakan!" ucap pelatih sanggar ketika Naisha turun dari panggung dan dituntun ke backstage.

"Makasih, Teh," balas Naisha di lembut-lembutkan setelah mendapat lirikan iri dari teman satu sanggar.

"Biasa aja tuh," kata teman Naisha dengan nada jutek setelah pelatih mereka pergi entah kemana.

"Iya, kan?" Naisha memasang wajah sumringah. "Gerakannya emang biasa aja, tapi kok kamu gak bisa-bisa, ya?" sindirnya tepat sasaran.

"Gila!"

Naisha memutar bola matanya malas. Melihat dia pergi bersama teman-temannya, membuat Naisha merasa puas. Hanya karena ia dipilih tampil solo, sedangkan dia formasi kelompok, dia sampai menjelekannya.

Tangan Naisha bergerak mengambil tas selempangnya. Mengambil ponsel yang sedari tadi bergetar tanpa suara. Panggilan masuk beberapa kali tidak terjawab. Nomor yang tidak memiliki nama membuat Naisha mengabaikannya. Tidak penting, karena pasti dari salah satu kekasihnya.

"Nai!" Panggil pelatih sanggar. "Temen kamu nyari tuh di depan."

Naisha mendengus. "Suruh tunggu bentar, Teh. Aku ganti baju dulu."

Rumah Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang