'RUMAH'
ATTENTION : This chapter will use Raib & Ali POV.
~~~~~~
Ali's POV
Kulihat Raib melompat dari ILY melewati jendela kamar nya dengan tergesa-gesa dengan pipi yang masih basah. Tak lama aku mendengar langkah kaki seseorang menuju arah pintu. Pintu itu terbuka. Raib, Ia menghambur berlari kearahku dari balik pintu.
Wajahnya termangu dengan pipi yang basah dan hidung yang memerah. Dia pasti habis menangis.
Ia menatapku beberapa saat. Diam di depan pintu. Hei? kenapa Ia hanya diam disana? menatapku dengan matanya yang berkaca-kaca. Jelas sekali anak ini habis menangis, dan akan kembali menangis.
Sekejap, tubuh itu kini melompat memeluk erat diriku. Deg!
Aku tak mampu membuat gerakan apapun, aku menahan napas, suara ku tercekat di leher. Jantungku berdegup kencang sekarang. Wajahku mengahangat, pasti sudah semerah kepiting rebus sekarang. Beruntung Raib tak bisa melihatnya.
Raib kini benar-benar memelukku. Ia menenggelamkan wajahnya yang basah ke dadaku, Ia menangis disana. Airmata nya yang jatuh membuat bajuku basah dan terasa hangat.
Aduh, bagaimana kalau Ra bisa merasakan jantungku yang berdebar-debar ini?
Perlahan aku mengatur napasku, membuat degup jantungku kembali teratur. Aku membalas pelukan Raib, mendekapnya erat.
Raib semakin terisak dalam pelukanku, aku bisa merasakan detak jantung kami seakan bertemu. Pelukan yang hangat di tengah dinginnya angin malam.
Sesaat aku menyadari, bahwa tidak ada orang lain dirumah Raib. Ia hanya sendirian.
3 menit berlalu. Aku hanya membiarkan Raib menangis di pelukanku. Sembari sesekali merapikan rambutnya yang panjang hampir menutupi seluruh wajahnya. Membiarkannya meluapkan apa yang Ia rasakan saat ini.
Percakapan di ILY tadi.. aku bisa mendengar semuanya. Raib sepertinya memang sangat merindukanku. Aduh, mengingat nya membuat wajahku memerah kembali. Ayolah Ali, mulai berbicara, sampai kapan kami harus terus berpelukan sambil berdiri seperti ini.
"Ra? Kamu masih sangat sedih?". Ah, astaga. pertanyaan macam apa itu. Jelas dia masih sangat sedih. Airmatanya masih terus mengalir.
Raib tak menjawab dan semakin mengeratkan pelukannya. Saat itu aku kembali mendekapnya erat, membawanya terbang menuju rooftoop dengan teknik kinetik yang kupunya.
Tiba di rooftoop, aku membawa Raib duduk menjeplak di lantai. Ia masih belum melepas pelukannya.
"Ayolah Ra, kamu tidak boleh menangis terus-terusan. Mata mu bisa bengkak kalau kamu terus menangis". Bujuk ku sambil membelai rambut panjangnya yang lembut.
Tak lama Raib melepas pelukannya. Aku melepaskannya dari dekapanku. Kami masih berhadapan.
Raib menyeka dengan cepat airmata di pipinya. Lihatlah, matanya sekarang bengkak dan hidungnya memerah, sama seperti pipinya yang juga bersemu merah sekarang.
"Tuhkan, mata kamu jadi bengkak, Ra. Kamu terlalu lama menangis". Ucapku sambil mengusap airmata yang tersisa di pipi Raib.
"Kamu sangat merindukan ku ya, Ra?" tanyaku menyeringai.
Pertanyaan itu membuat satu cubitan telak mendarat di perutku.
"Aduh, Ra! sakit tau!". Ucapku. Orang yang mencubit hanya tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Always with You | Bumser Fanfiction
Fiksi PenggemarRaib, perempuan cantik bermata indah dengan rambut hitam legam nya yang panjang. Seorang Keturunan Murni, Putri Bulan sekaligus Putri Aldebaran. Terpikat dengannya tentu bukan hal yang mengherankan. Dengan segala kelebihan dan keberuntungannya, Ia m...