BAB 2 ~mal día~ [hari yang buruk]

434 42 0
                                    


Laki laki itu berjalan dengan sesekali menyingkirkan ranting pohon yang dirasa menganggu perjalanannya. Tubuh tegap dengan balutan kemeja yang dikenakannya terlihat kusut. Bahkan diujung lengan terlihat robekan memanjang yang membuat ujung lengan kemeja tak seimbang.

Krek

"ck menyusahkan!"decaknya sebal. Ranting kecil yang ia injak sedikit masuk ke dalam sepatunya yang memang sudah mulai koyak. Bagian ujung nya sedikit terbuka. Lalu di bagian kaki kiri di pinggirannya terdapat solasi yang melintang. Sangat miris itulah yang menggambarkan keadaannya saat ini.

"Haruskah aku buang saja mereka"tatapannya mengarah pada kedua sepatunya yang sudah ia jinjing. Netranya menangkap ranting kecil yang menancap pada sepatunya membuat koyakan yang tadinya sedikit kecil tambah melebar.

"Desafortunado"nadanya terdengar kesal dengan netra yang menatap kedua sepatunya dengan tatapan marah. Kenapa hari ini terasa buruk baginya. Belum lagi kejadian yang membuatnya berada disini dengan keadaannya seperti ini terlintas bak kaset yang disetel secara terus menerus di otaknya. Hal itu membuat dirinya mendengus jengkel.

"zapatos inútiles! tu feo bastardo"umpatnya. Dengan perasaan kesal ia melempar sepatu sebelah kirinya dengan kekuatan penuh. Naasnya sepatunya itu melambung ke atas terlempar jauh ke dahan pohon yang terlihat tinggi. Matanya melebar. Lagi lagi dibuat kesal hanya oleh sepatu.

(Sepatu sialan! dasar jelek)

" Aish! desafortunado"laki laki itu melempar sebelah sepatunya yang masih berada digenggamannya. Berharap lemparannya berhasil mengenai sepatunya yang sebelah diatas dahan pohon. Namun lagi lagi hanya raungan penuh kekesalan yang ia utarakan untuk menggambarkan perasaannya saat ini. Sepatu yang tadi ia lempar meleset jauh dari perkiraannya.

(Aish! Sialan)

"Shit!"umpatan itu keluar dari mulutnya. Ia menatap keatas dimana sepatunya tengah nangkring dengan nyaman disana. Mau tidak mau ia harus mengambilnya dari pada mengorbankan kakinya lecet oleh ranting pohon ataupun semak belukar. Sudah cukup tubuhnya yang lecet telapak kakinya tidak boleh ikutan. Enak saja kalau ia harus bermalam lagi di hutan menyeramkan ini. Sungguh ia membencinya.

"Tinggi sekali"pohon dihadapannya saat ini sangat tinggi. Mungkin jika dianalisa tingginya setara dengan sepuluh meter itu hanya perkiraannya saja.

Laki laki itu melangkah mendekati pohon. Kedua lengannya sudah memeluk pohon itu. Lalu dengan perlahan laki laki itu memanjat pohon tinggi hanya untuk mengambil sepatunya yang tersangkut diatas dahan pohon. Demi kakinya agar tidak lebih lecet nantinya. Walaupun mungkin sia sia nantinya karena sepatunya sudah koyak di beberapa bagian. Seluruh tubuhnya sudah tak karuan pegal semua dengan sedikit perih karena lukanya bergesekan dengan kemeja yang dipakainya. Jadi ia tak mau menambah beban tubuhnya sendiri akibat tak memakai sepatu.

"Tinggal mencari yang sebelah"ucapnya ketika berhasil meraih sepatunya diatas dahan pohon. Kini tugasnya hanya tinggal mencari sebelah sepatunya yang tadi terlempar jauh entah kemana. Laki laki itu menoleh ke bawah. Dirinya terkejut karena ia merasa pohon di yang ia panjay menjadi lebih tinggi dari pada saat dirinya melihat dari bawah.

Laki laki itu memegang pohon dengan satu tangannya dan satunya lagi ia gunakan untuk membawa sepatunya. Ia turun sedikit demi sedikit. Dirasa tidak terlalu tinggi ia melompat ke bawah. Turun dengan cara yang pertama akan membutuhkan waktu yang lama. Membuang buang waktu berharganya saja.

"Aku harus cepat"monolognya setelah berhasil mendarat dengan selamat diatas tanah dengan dedaunan yang berguguran.

Laki laki itu kemudian pergi ke arah dimana sebelah sepatunya terlempar. Mengikuti insting tajam serta memori otaknya yang masih fresh ia berjalan dengan sedikit cepat.

Be a BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang