BAB 13 ~lodo de succión~ [lumpur hisap]

129 27 3
                                    

BAB 13 ~lodo de succión~ [lumpur hisap]

Angin sore rupanya cukup kuat kali ini. Dedaunan kering jatuh terbawa angin. Setelah matanya lelah karena menonton layar tv dari siang Kian mengeluh pada Nikse kalau dia bosan. Nikse pun sama bosannya mengawasi Kian yang hanya melakukan guling kanan dan kiri sambil nonton tv.

Nikse mengajak bocah yang sudah menjadi tanggung jawabnya untuk ia awasi keluar dari ruang tengah. Mereka kini berada dihalaman belakang mansion. Tepatnya disamping kebun milik bunda Kian yang ditanami berbagai sayuran dan buah-buahan.

“Abang dorong yang kuat dong, masa jalannya lelet banget padahal kan Kian pengennya ngebut” Kian protes kepada Nikse karena mendorong sepeda dengan gaya siput. Anak kecil itu sudah kesal sedari tadi bermain sepeda tapi hanya bergerak 10 meter ke depan.

“Nanti kau jatuh” kata Nikse memberi pengertian.

“Iya tapi ga begini juga!” Kian wajahnya sudah tertekuk. Bocah kecil itu tengah semangatnya belajar menaiki sepeda. Bahkan biasanya kalau ada abang pertamanya dirumah pasti ia ajak main sepeda. Tapi yang ada hanya Keenan si mager tak mau bangun dari kasurnya.

“Yang wuz wuz wuz~ gitu loh Abang Nikse” pinta Kian. Tangan kecilnya memperagakan seperti mi keriting.

“Baiklah”

Nikse pada akhirnya menyanggupi permintaan Kian. Pengawal baru itu dengan lihai mendorong sepeda yang dinaiki Kian dengan cepat. Kian yang mengendarainya sontak tertawa senang.

“Menyetirlah yang benar” kata Nikse menghentikan lajunya ketika sepeda kecil Kian hampir menabrak pohon cabai.

“Kian udah benar kok Abang aja yang salah” ya sudahlah suka suka Kian saja.

Nikse kembali menuntun Kian ke jalan yang benar. Lalu ia kembali mendorong sepeda Kian dengan ngebut. Tapi kaki Kian malah diam membuat Nikse menghela nafas.

“Kau niat belajar sepeda tidak sih?, gunakan kakimu untuk mengayuh”

Kian mendongak ketika Nikse menghentikan laju sepedanya. Ia dengan bibir mencebik berkata, “kaki Kian capek tau!”

“Ya sudah istirahat saja ya” kata Nikse tapi ditanggapi dengan gelengan kepala oleh Kian. Membuat Nikse harus sabar ke sekian kalinya.

“Lalu kau mau apa?, disuruh istirahat tak mau tapi dilanjut belajar kakimu tak mau bergerak”

“Kian mau muter sekali lagi aja nanti udahan deh” katanya berusaha bernegosiasi.

“Ya?” Kata Kian dengan binar dimatanya. Nikse menghela nafas kemudian menganggukkan kepalanya.

“Janji ini yang terakhir ya?”

“Iya!”

Lagian punggung Nikse sudah terasa pegal sedari tadi lari dengan membungkuk untuk mendorong sepeda kecil Kian.

Ketika sudah mencapai satu putaran Nikse menghentikan lajunya. Mereka berhenti di dekat pohon mangga. Niatnya Nikse mau berteduh dibawahnya.

“Sudah istirahat dulu” kata Nikse menyuruh Kian turun dari sepeda kecilnya.

“Satu lagi Abang” pinta Kian bernegosiasi.

“Tidak, tadi kan kau sudah berjanji” tolak Nikse secara langsung.

Wajah Kian sudah merengut, “Tapi kan kurang” rengeknya.

“Lelaki harus menepati janjinya, sudahlah turun dari sepedamu. Apakah kau haus?”

Be a BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang