BAB 5 ~cascada~ [air terjun]

229 29 1
                                    

BAB 5 ~cascada~ [air terjun]

Sang rembulan sudah berganti tugas dengan sang mentari. Menyinari bumi dengan cahayanya hingga ke pelosok bumi. Seperti hutan lebat yang kini terasa lebih terang dibandingkan malam tadi. Air sungai yang mengalir gemericik membawa kesegaran di pagi hari. Burung-burung dengan kompaknya berkicau menyanyikan lagu khas bangsa mereka.

Lilitan dengan kain robekan memanjang ia buka. Kencangnya lilitan tak membuat dirinya kesulitan untuk membuka. Luka memanjang dan cukup dalam kini terpampang jelas. Meninggalkan jejak darah yang sudah mengering.

Dirinya mendudukkan diri di bebatuan sungai. Kemejanya tak ia lepas walaupun sudah kusut akut. Ia menciduk airnya dengan telapak tangannya. Membasuh lukanya dan menghapus darah kering yang menempel di lengannya.

Setelah mencuci lengannya yang terluka ia membiarkannya terbuka saja. Membuat luka yang cukup panjang terpajang mengerikan. Ia menatap air sungai yang mengalir dengan lancar.

Ia berdiri langkah kakinya membawanya ke arah suara gemericik air yang lebih besar. Ia penasaran sejak semalam. Suara itu terlihat menarik perhatiannya.

"Abaaaang!!!!"namun teriakan dengan nada nyaring menghentikan langkahnya. Dia menengokan kepalanya ke belakang dan mendapati bocah kecil yang menatapnya marah sembari bersedekap dada.

"Kenapa kau berniat meninggalkanku!"suaranya menjerit mampu membuat telinganya terasa berdengung. Ia berdecak kesal. Sejujurnya ia lupa semalam bersama bocah kecil menyusahkan itu. Dia terjaga semalaman hanya untuk memastikan tak ada bahaya yang menghampiri mereka berdua. Jika saja hanya dirinya seorang ia lebih memilih tidur lelap. Namun ia tak mau ambil resiko karena bersama bocah kecil yang asal usulnya tidak jelas.

"Aku lupa"jawabannya mengundang reaksi tak terduga dari bocah kecil. Bocah itu melengos dan berjalan lurus sepertinya merajuk.

"Dasar tua, aku gak like"

Netra tajam itu mengikuti pergerakannya. Ketika dia berbelok ia pun ikut berbelok. Telinganya mendengar ocehan bocah kecil itu tiada henti. Mengoceh banyak hal tentang jalan yang ia lewati

Ketika langkah itu semakin jauh rungunya semakin menajam mendengar gemericik air yang semakin deras.

Sreet

Tangan kekarnya menarik lengan mungil bocah didepannya. Hampir saja bocah itu menyentuh daun lebar tanaman beracun.

"Bisakah kau tak menyentuh apapun disini"pintanya. Raut kesal tergambarkan diwajah imut si kecil.

"Memangnya kenapa aku hanya ingin menyentuh daun itu"ujarnya kesal. Ia melepaskan diri lolos dari cengkeraman si Abang.

"Menyusahkan"desis si Abang. Langkahnya dibawa dengan cepat menyamakan dengan langkah bocah itu yang hampir berlari.

Ketika berhasil melewati semak semak yang begitu rimbun. Netra bulatnya berbinar menatap ke depan dimana pemandangan indah yang baru ia temui secara nyata terpampang jelas dihadapannya. Merekamnya dengan otak kecilnya dan menyimpannya dalam memori.

"Waterfall"serunya. Kakinya sudah berancang ancang untuk berlari. Namun sebelum ia melangkahkan kakinya untuk berlari lengan mungilnya sudah lebih dulu ditarik ke belakang. Ia menatap kesal Abang satu itu yang menggagalkan rencananya.

"Bisakah kau perhatikan tempat kau berdiri kau hampir jatuh dari batu curam ini"katanya menunjukkan tempat mereka pijak. Netra bulatnya sontak menurun melihat apa yang ditunjuk laki laki itu. Batu curam yang sedikit tinggi dengan lumut disisinya. Jika ia memijaknya pasti terpeleset dan kemungkinan kepalanya juga terkena batu licin.

Be a BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang